Nabidz dan Hadist Acuan

Pengharaman khamr melalui beberapa tahapan yang diawali dengan penjelasan bahwa dalam minuman keras, yang biasa dibuat oleh bangsa Arab, memiliki dampak negatif, yaitu memabukkan. Kemudian dilanjutkan dengan turunnya ayat yang menjelaskan bahwa dalam khamr terdapat dosa yang lebih besar daripada manfaatnya. Lalu larangan untuk mengerjakan solat dalam kondisi mabuk. Kemudian alur pengharaman ditutup dengan perintah dari Allah untuk menjauhi dan berhenti dari meminum khamr. Oleh karena itu, hukum mengonsumsi khamr adalah haram dalam Islam. Mengenai hal tersebut juga ditegaskan melalui hadist dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: ―Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram” HR Muslim dan Daruquthni.

3.2.3 Pengidentikan Khamr dengan Alkohol

Dalam memandang khamr dan alkohol, masyarakat seringkali salah dan cenderung mengidentikkan khamr dengan alkohol. Masyarakat seringkali menyebutkan bahwa khamr adalah alkohol dan begitu pula sebaliknya. Pada kenyataannya, kedua benda ini memiliki pengertiannya masing-masing. Jika ditinjau dari segi istilah, terdapat kesalahan dalam penerjemahan istilah khamr bahasa Arab menjadi alcohol bahasa Inggris. Berdasarkan definisinya, kedua benda ini sangat berbeda. Khamr adalah setiap yang memabukkan, baik dalam pengertian etimologi dan terminologi, dari jenis apa saja, baik berupa minuman maupun makanan, baik dengan cara dihirup, disuntik, maupun dengan cara lainnya Yaqub, 2009. Mengenai pengertian khamr ini, meskipun para ulama berbeda pendapat, namun secara keseluruhan mengerucut pada dampaknya, yaitu memabukkan. Istilah khamr berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya, baik dimasak ataupun tidak. Pengertian alkohol jika dilihat dari perspektif kimia, lebih dari sekedar etanol Hashim, 2010. Alkohol merupakan suatu senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil -OH sebagai gugus fungsionalnya Arsyat, 2001. Alkohol merupakan cairan yang tidak berwarna, jernih, mudah menguap, mudah terbakar dengan nyala biru yang tidak berasap, rasa panas membakar. Proses untuk memperoleh alkohol terdiri dari dua cara, yaitu secara sintesis reaksi kimia elementer dan secara fermentasi aktivitas mikroba. Senyawa alkohol hasil dari proses fermentasi yang terdapat pada minuman adalah etanol Mardoni et al., 2007. Etanol merupakan senyawa penyusun minuman beralkohol. Etanol atau etil alkohol adalah jenis alkohol yang paling populer dan digunakan dalam berbagai industri, terutama industri minuman Darwis, 1994. Komponen yang menyebabkan mabuk pada khamr yang hingga saat ini diketahui adalah salah satu komponen alkohol yang terdapat pada minuman, yaitu etanol. Berdasarkan definisi masing-masing, maka dapat disimpulkan bahwa khamr tidaklah sama dengan alkohol atau dapat dikatakan khamr tidak identik dengan alkohol. Alkohol tidak serta merta merupakan khamr meskipun senyawa yang menyebabkan kemabukan dalam khamr adalah salah satu jenis alkohol, yaitu etanol.

3.2.4 Nabidz dan Hadist Acuan

Menurut hasil Muzakarah Nasional LPPOM MUI nabidz merupakan jenis minuman keras yang diharamkan. Muskir, yang dikenal dengan istilah nabidz, adalah minuman memabukkan yang terbuat bukan dari perasan buah anggur. Atas dasar ijma’, meminum muskir nabidz pada kadar yang memabukkan hukumnya adalah haram Hosen,1994. Dalam hadist disebutkan, Ibnu Abbas mengatakan bahwa nabidz perasan buah dipersiapkan untuk Rasulullah pada suatu malam. Kemudian Rasulullah masih meminumnya pada pagi harinya dan malam harinya, dan pada hari berikutnya hingga malam harinya, dan pada hari berikutnya sampai sore harinya. Jika masih ada yang tersisa, maka Rasulullah memberikannya pada pelayan atau menyuruh membuangnya HR Muslim, 4971-4974. Dalam hadist lain disebutkan, “Rasulullah Saw bersabda, 15 “Minumlah perasan buah selagi ia belum keras. Sahabat-sahabat bertanya, “Berapa lama ia menjadi keras?” “Dalam tiga hari”, jawab Nabi. HR Imam Ahmad. Hadis di atas adalah shahih. Imam Nawawi berkata bahwa hadis tersebut menunjukkan atas dibolehkannya membuat nabidz dan boleh meminumnya selagi manis, aroma dan rasanya tidak berubah, dan tidak menghilangkan akal. Minuman ini berdasarkan ijma ’ ulama adalah halal. Adapun sikap Nabi yang memberikan minuman itu kepada pelayannya setelah tiga hari atau menumpahkannya, itu karena beliau tidak yakin bahwa setelah tiga hari berselang, minuman itu tidak berubah. Sementara Nabi menghindari nabidz itu setelah berselang tiga hari lamanya. Adapun mengenai Nabi yang mengonsumsi nabidz sebelum tiga hari berselang, maka ini karena minuman tersebut tidak mengalami perubahan, juga tidak tampak tanda-tanda perubahan Yaqub, 2009. Mengenai nabidz, dibedakan antara meminumnya sampai kadar yang memabukkan dengan kadar yang tidak sampai memabukkan. Jika sampai memabukkan maka merupakan dosa besar dan menyebabkan peminumnya dijatuhi hukum hadd serta kesaksiannya ditolak. Berdasarkan ijma ‘ orang yang menghalalkannya dinyatakan kafir. Adapun jika tidak sampai kadar memabukkan, terdapat perbedaan pendapat, yaitu: 1. Menurut Imam Malik, termasuk dosa besar dan menyebabkan peminumnya dijatuhi hukuman hadd serta tertolak kesaksiannya 2. Menurut Imam Syafi‘i dan sebagian ulama mazhab Maliki, termasuk dosa kecil, tidak menyebabkan dijatuhi hukuman hadd dan tidak pula ditolak kesaksiannya 3. Menurut Abu Hanifah, tidak berdosa bahkan dibolehkan meminumnya. Oleh karena itu, peminumnya tidak dijatuhi hukuman hadd dan tidak pula ditolak kesaksiannya. Jika seseorang tidak mabuk kecuali ketika meminum gelas yang keempat, maka yang diharamkan baginya hanyalah minuman gelas yang keempat. 4. Sebagian ulama mazhab Hanafi mensyaratan kebolehan meminum nabidz yang tidak sampai pada kadar memabukkan itu jika untuk keperluan dan menambah kekuatan beribadah, bukan sekedar untuk berfoya-foya Hosen, 1994.

3.2.5 Fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI tentang Khamr dan Alkohol

Dokumen yang terkait

Kewenangan LPPOM MUI dalam penentuan sertifikasi halal pasca berlakunya uu no.33 tahun 2014

4 90 0

SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK PANGAN STUDI PADA LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA LAMPUNG

0 3 14

Praktik Kerja Magang di Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan Topik Khusus : Kajian Ilmiah Istiĥālah (Transformasi ) Babi

4 31 126

Evaluasi proses sertifikasi halal indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

6 25 135

SERTIFIKASI HALAL PRODUK LOKAL OLEH LEMBAGA PENGKAJIAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA (LP POM) MUI SUMATERA BARAT.

0 1 11

Eksistensi Dan Tanggungjawab Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Penerapan Sertifikasi Serta Labelisasi Halal Produk Pangan Di Indonesia ( Existence And Responsibility Of Majelis Ulama Indonesia (MUI) In Application And Certification Labeling Halal Food P

0 0 17

SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (STUDY FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA (LPPOM)) PROVINSI LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 1 115

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR PENGAJUAN SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK MAKANAN OLAHAN KERIPIK PISANG (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika) Majelis Ulama Indonesia ( LPPOM MUI) Provinsi Lampung - Raden Intan Repository

0 6 150

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL SUATU PRODUK DI INDONESIA (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan)

0 0 88

URGENSI PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TERHADAP PRODUK UMKM (STUDI DI KOTA MATARAM) JURNAL ILMIAH

0 2 18