Sertifikasi Halal Kebijakan Baru LPPOM MUI

10. Absolut, yaitu semua bahan yang digunakan dalam proses produksi halal harus pasti kehalalannya. SJH tidak mengenal adanya status bahan yang berisiko rendah, menengah, atau tinggi terhadap kehalalan suatu produk. 11. Spesifik, yaitu dalam manual Sistem Jaminan Halal tercakup komponen-komponen penunjang Sistem Jaminan Halal, yaitu kebijakan halal, panduan halal, organisasi manajemen halal, Standard Operating Procedure SOP, acuan teknis, sistem administrasi, sistem dokumentasi, sosialisasi, pelatihan, komunikasi eksternal dan internal, audit internal, tindakan perbaikan, dan kaji ulang manajemen. Melalui proses penerapan Sistem Jaminan Halal diperoleh sertifikat SJH. Sertifikat SJH adalah pernyataan tertulis dari LPPOM MUI bahwa perusahaan pemegang sertifikat halal MUI telah mengimplementasikan SJH sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI. Sertifikat tersebut dapat dikeluarkan setelah melalui proses audit SJH sebanyak tiga kali dengan status SJH dinyatakan baik A. Sertifikat SJH dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Sertifikat Sistem Jaminan Halal

3.1.3 Sertifikasi Halal

Sertifikasi halal merupakan suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi, dan SJH memenuhi persyaratan LPPOM MUI dan diimplementasikan oleh perusahaan sesuai dengan Manual Halal yang telah disepakati oleh perusahaan tersebut. Sertifikasi halal merupakan bagian inti dari LPPOM dalam lingkup usahanya. Sertifikasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian kehalalan suatu produk, berupa sertifikat halal, sehingga dapat menentramkan batin konsumen yang mengonsumsinya. Selain itu, bagi produsen, sertifikasi halal dapat mencegah kesimpangsiuran status kehalalan produk yang dihasilkan. Lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi halal di Indonesia adalah LPPOM MUI. Sertifikasi dan pencantuman tanda halal hingga saat ini masih bersifat sukarela tidak harus. Tahapan secara detil dapat dilihat pada Gambar 4 atau pada Lampiran 3.

3.1.4 Prosedur Sertifikasi Halal

Prosedur sertifikasi halal merupakan kriteria dan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal LPPOM MUI, 2010b. Prosedur sertifikasi halal saat ini sedikit berbeda dari sebelumnya karena adanya beberapa kebijakan baru yang diterapkan oleh LPPOM MUI. Prosedur sertifikasi halal meliputi: 8

1. Kriteria Pendaftaran

a. Industri Pengolahan 1 Produsen harus mendaftarkan seluruh produk yang diproduksi di lokasi yang sama danatau memiliki merekbrand yang sama. 2 Produsen harus mendaftarkan seluruh lokasi produksi termasuk maklon dan pabrik pengemasan. 3 Ketetentuan untuk tempat maklon harus dilakukan di perusahaan yang sudah mempunyai produk bersertifikasi halal atau bersedia disertifikasi halal. b. Restoran dan Katering 1 Restoran dan katering harus mendaftarkan semua menu yang dijual, termasuk produk- produk titipan, kue ulang tahun serta menu musiman. 2 Restoran dan katering harus mendaftarkan semua gerai, dapur, serta gudang. c. Rumah Potong Hewan RPH 1 Produsen harus mendaftarkan semua tempat penyembelihan yang berada dalam satu perusahaan yang sama. 2 Harus mempekerjakan jagal yang beragama Islam dan terlatih dalam proses penyembelihan sesuai dengan syariat Islam memiliki sertifikat penyembelih. 3 Lokasi penyembelihan jauh dari tempat peternakan dan pemotongan babi. 4 Menerapkan standar pelaksanaan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam.

2. Persyaratan Dasar

a. Persyaratan Dokumen Bahan daftar bahan beserta lampiran sertifikat halal, alur proses, spesifikasi teknis, pernyataan pork free facilities untuk bahan impor kritis, dan matriks bahan. b. Persyaratan Dokumen Proses berupa diagram alir proses produk yang didaftarkan. c. Persyaratan Dokumen FasilitasSarana dan Prasarana Produksi pernyataan pork free facilities untuk produk yang akan disertifikasi. d. Persyaratan Dokumen Produk nama produk tidak berasosiasi dengan produk haram. e. Persyaratan Manual Sistem Jaminan Halal dan bukti implementasi Sistem Jaminan Halal. f. Perusahaan memiliki Auditor Halal Internal AHI dalam organisasi manajemen halal.

3. Kriteria Audit

a. Telah melengkapi semua dokumen halal untuk seluruh bahan yang digunakan. b. Telah memiliki Manual Sistem Jaminan Halal perusahaan. c. Telah menerapkan Sistem Jaminan Halal dengan status implementasi minimal ―B‖. d. Telah menandatangani akad sertifikasi dan melunasi biaya yang telah disepakati.

4. Tahapan Proses Sertifikasi Halal

Secara umum proses sertifikasi halal dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: 1 persiapan pengajuan sertifikasi halal, 2 pendaftaran sertifikasi halal, 3 audit Sistem Jaminan Halal, 4 evaluasi rapat auditor, dan 5 penentuan status produk kehalalan oleh Sidang Fatwa MUI. Tahapan proses sertifikasi halal dapat dilihat pada Gambar 3 yang dijelaskan sebagai berikut: a. Perusahaan mempersiapkan hal-hal, sebelum pengajuan sertifikasi halal, yang meliputi : 1. Produsen menyiapkan suatu Sistem Jaminan Halal Halal Assurance System. 2. Sistem Jaminan Halal tersebut harus didokumentasikan secara jelas dan rinci serta merupakan bagian dari kebijakan manajemen perusahaan. 3. Dalam pelaksanaannya, Sistem Jaminan Halal ini diuraikan dalam bentuk panduan halal Manual Halal. Tujuan membuat panduan halal adalah untuk memberikan uraian sistem 9 manajemen halal yang dijalankan produsen. Selain itu, panduan halal ini dapat berfungsi sebagai rujukan tetap dalam melaksanakan dan memelihara kehalalan produk tersebut. 4. Produsen menyiapkan prosedur baku pelaksanaan Standard Operating Procedure untuk mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan produknya dapat terjamin. 5. Baik panduan halal maupun prosedur baku pelaksanaan yang disiapkan harus disosialisasikan dan diuji coba di lingkungan produsen, sehingga seluruh jajaran dari mulai direksi hingga karyawan memahami tata cara memproduksi produk yang halal dan baik. 6. Produsen melakukan pemeriksaan internal audit internal serta mengevaluasi kesesuaian Sistem Jaminan Halal yang dilakukan untuk menjamin kehalalan produk. 7. Perusahaan harus mengangkat minimum seorang Auditor Halal Internal AHI yang beragama Islam dan berasal dari bagian yang terkait dengan produksi halal. b. Pendaftaran sertifikasi halal dapat dilakukan di tiga tempat, yaitu 1 BPOM, 2 LPPOM MUI pusat, 3 LPPOM MUI provinsi. Pendaftaran melalui BPOM dilakukan untuk produk yang membutuhkan pencantuman label halal pada kemasannya dan dijual secara langsung untuk konsumsi masyarakat industri pengolahan yang menghasilkan produk retail. Pendaftaran melalui LPPOM MUI pusat dilakukan oleh industri pengolahan dan restoran yang memiliki jangkauan pemasaran atau outlet lebih dari satu provinsi. Sementara itu, pendaftaran melalui LPPOM MUI provinsi dilakukan untuk industri pengolahan yang termasuk dalam kelompok AMDK, bleaching earth, dan karbon aktif serta restoran atau catering yang memiliki jangkauan pemasaran atau outlet hanya pada provinsi tersebut pemasaran bersifat lokal berikut Rumah Potong Hewan RPH di daerahnya. Pendaftaran ini berlaku untuk perusahan lokal atau nasional, baik yang memiliki pabrik sendiri maupun yang memproduksi produknya secara maklon. Selain itu, pendaftaran ini juga berlaku bagi perusahaan multinasional yang memasarkan produknya di Indonesia. c. Setiap produsen yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal bagi produknya, harus mengisi berkas pendaftaran yang telah disediakan. Berkas pendaftaran meliputi form pendaftaran, matriks bahan, dokumen pendukung, dan dokumen SJH Manual Halal d. Berkas yang sudah diisi dan dilengkapi beserta dokumen pendukungnya dikembalikan ke sekretariat LPPOM MUI untuk diperiksa kelengkapannya. Proses ini disebut penilaian pra audit on desk appraisal. Apabila berkas yang dibutuhkan belum memadai, perusahaan harus melengkapi sesuai ketentuan. Hal ini akan diberitahukan oleh LPPOM MUI melalui pra audit memorandum yang diberikan pada perusahaan. Pra audit memorandum adalah surat atau alat komunikasi yang diberikan oleh LPPOM MUI untuk memberitahukan kepada perusahaan yang mendaftar mengenai ketidaklengkapan berkasnya. e. Apabila kelengkapan berkas sudah terpenuhi dan akad telah dilakukan, LPPOM MUI akan memberitahukan perusahaan mengenai jadwal audit. Tim auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan atau audit ke lokasi produsen on site audit. Pada saat audit, perusahaan harus dalam keadaan memproduksi produk yang disertifikasi. Audit dilakukan pada seluruh fasilitas yang terkait dengan produk yang akan disertifikasi. f. Hasil pemeriksaan atau audit dan hasil laboratrium bila diperlukan dievaluasi dalam Rapat Auditor LPPOM MUI. Hasil audit yang belum memenuhi persyaratan akan diberitahukan kepada perusahaan melalui audit memorandum. Audit memorandum adalah surat atau alat komunikasi antara LPPOM MUI dengan pihak perusahaanindustri yang diaudit untuk mengomunikasikan hasil audit. Jika telah memenuhi persyaratan, auditor akan membuat laporan hasil audit guna diajukan pada Sidang Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya. 10 Gambar 4. Diagram alir proses sertifikasi halal g. Sidang Komisi Fatwa MUI dapat menolak hasil audit jika dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan, dan hasilnya akan disampaikan kepada produsen pemohon sertifikasi halal. h. Sertifikat halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah ditetapkan status kehalalannya dan status implementasi SJH oleh Komisi Fatwa MUI i. Sertifikat halal dan status implementasi SJH berlaku selama dua tahun sejak tanggal penetapan fatwa. j. Tiga bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir, produsen harus mengajukan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan LPPOM MUI. 11

3.1.5 Kebijakan Baru LPPOM MUI

Salah satu upaya dalam meningkatkan kredibilitas, pihak LPPOM MUI menerapkan beberapa kebijakan baru dalam proses sertifikasi. Kebijakan tersebut disosialisasikan mulai tanggal 6 Januari 2011. Beberapa kebijakan baru LPPOM MUI dalam proses sertifikasi halal diantaranya: 1. Mempertegas kebijakan Sistem Jaminana Halal SJH sebagai prasyarat sertifikasi halal untuk semua kategori perusahaan dan pendaftaran. Pada awalnya, bukti implementasi Sistem Jaminan Halal di perusahaan, diserahkan kepada LPPOM MUI paling lambat enam bulan setelah terbitnya sertifikat halal. Selain itu, pada saat pendaftaran, perusahaan hanya menyerahkan Manual Sistem Jaminan Halal Minimum yang berisi klausul kebijakan halal, struktur manajemen halal, dan ruang lingkup penerapan SJH. Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh pihak LPPOM MUI, tidak sedikit dari perusahaan yang lupa ataupun tidak menyerahkan implementasi Sistem Jaminan Halal. Sistem Jaminan Halal sangat berperan penting untuk menjamin kontinuitas kehalalan suatu produk setelah mendapatkan sertifikat halal. Selain itu, Sistem Jaminan Halal menjadi pertanggungjawaban perusahaan dalam memproduksi produk secara halal. Oleh karena itu, pihak LPPOM MUI mensyaratkan kepada perusahaan yang akan mengajukan sertifikasi halal untuk menyusun Manual Sistem Jaminan Halal berdasarkan kategori perusahaan beserta bukti implementasinya. Selain itu, perusahaan akan mendapatkan sertifikat halal, jika status implementasi Sistem Jaminan Halal bernilai minimun ―B‖. Audit sertifikasi halal sudah mencakup audit implementasi Sistem Jaminan Halal. Manual Halal disesuaikan dengan kategori produk dan bahan kritis yang digunakan serta kemamputelusurannya. 2. Pembayaran biaya sertifikasi halal dilakukan pada saat pendaftaran. Biaya sertifikasi ini belum termasuk biaya transportasi dan akomodasi untuk para auditor. Sebelumnya, biaya sertifikasi halal dibebankan pada perusahaan apabila perusahaan telah menerima sertifikat halal. Berdasarkan hal itu, tidak sedikit perusahaan yang lupa atau tidak memenuhi kewajiban tersebut padahal proses sertifikasi telah berjalan dan sertifikat halal telah diterima. Selain itu, ada beberapa perusahaan yang tidak mengambil sertifikat halal yang telah diterbitkan LPPOM MUI, sementara itu pembiayaan selama proses sertifikasi halal telah dilakukan oleh LPPOM MUI. Kebijakan baru ini dibuat tidak semata-mata untuk mencari keuntungan, akan tetapi lebih kepada kesungguhan pihak perusahaan dalam menjalani setiap tahapan selama proses sertifikasi halal. Oleh karena itu, diharapkan pihak perusahaan dapat bekerja sama dengan baik dengan LPPOM MUI pada saat proses sertifikasi halal. Jika perusahaan belum melunasi biaya yang telah disepakati, maka audit sertifikasi tidak dapat dijadwalkan. 3. Menetapkan masa berlaku status Sistem Jaminan Halal sama dengan Sertifikat Halal yaitu dua tahun. Selain itu, menetapkan masa berlaku Sertifikat Sistem Jaminan Halal selama empat tahun. Sebelumnya, masa berlaku status Sistem Jaminan Halal adalah selama satu tahun. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan masa berlaku status Sistem Jaminan Halal dengan Sertifikat Halal. Pada saat perpanjangan Sertifikat Halal, perusahaan masih memiliki status Sistem Jaminan Halal bersamaan dengan audit perpanjangan Sertifikat Halal, sehingga perusahaan akan memperoleh status baru dengan masa berlaku yang sama dengan Sertifikat Halal. 4. Kegiatan audit akan lebih melibatkan auditor nasional yang ada di LPPOM provinsi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan prima kepada produsen yang menghendaki sertifikasi halal. Saat ini LPPOM MUI terus berusaha meningkatkan jumlah dan kompetensi auditor. Jumlah auditor saat ini terdiri atas 415 orang tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu, termasuk ahli pangan, ahli kimia, dan ahli syariah dan tersebar di LPPOM pusat dan provinsi. 12 Selain itu, terdapat beberapa kebijakan terbaru LPPOM MUI di bidang 1 Organisasi dan Kelembagaan LPPOM, 2 Standar dan pelatihan, 3 Pelatihan dan Kajian Ilmiah. Kebijakan- kebijakan tersebut antara lain: a. Membina hubungan dan komunikasi strategis dengan seluruh pemangku kepentingan LPPOM MUI, baik dengan pemerintah, asosiasi industri, perusahaan, maupun masyarakat. b. Setiap produk yang dinyatakan halal dan beredar di Indonesia harus mengikuti standar halal dari Majelis Ulama Indonesia. c. Rujukan standar halal adalah hasil-hasil fatwa dari Komisi Fatwa MUI, hasil telaah ilmiah scientific judgement, dan kultur budaya Indonesia. d. Standar halal MUI yang telah disusun oleh LPPOM MUI diharapkan segera disahkan oleh pemerintah sebagai Standar Halal Indonesia. e. Standar Halal Indonesia menjadi rujukan setiap stakeholder kehalalan di Indonesia bahkan di dunia internasional. f. Penyelenggaraan jasa pelatihan dan konsultasi dalam rangka membantu perusahaan mendapatkan Sertifikat Halal dari MUI. g. Perusahaan baru wajib mengikuti penjelasan selama persyaratan yang harus dipenuhi sebelum dilaksanakan audit lapangan. h. Kewajiban perusahaan setelah menerima sertifikat halal adalah: 1 Mengikuti tentang pelatihan Sistem Jaminan Halal setidaknya minimal sekali dalam dua tahun bagi organisasi Manajemen Halal Perusahaan. 2 Menandatangani Surat Perjanjian untuk tetap konsisten menggunakan bahan yang ada dalam Matrik Bahan. 3 Matrik Bahan didokumentasikan sebagai lampiran dalam Surat Perjanjian antara perusahaan kepada LPPOM MUI. 4 Apabila perusahaan berencana melakukan perubahan baik mengganti atau menambah bahan, maka setiap perubahan bahan wajib dilaporkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses produksi atau trial produksi. i. Melakukan pengujian produkmaterial paling lama tiga hari setelah penerimaan sampel. j. Mengeluarkan surat persetujuan penggunaan bahan paling lama tiga hari setelah surat persetujuan bahan dan data pendukung diterima oleh perusahaan.

3.2 KHAMR DALAM ISLAM

3.2.1 Definisi dan Pendapat Seputar Khamr

Kata khamr secara jelas tersebut di dalam Al- Qur‘an dan merupakan minuman yang diharamkan dalam Islam. Namun, masyarakat perlu mengetahui apa definisi dari khamr itu sendiri. Hal ini dikarenakan teknologi pengolahan minuman saat ini sudah semakin maju dan berkembang, baik dari segi bahan baku, pengolahan, dan pengemasan, sehingga dapat mengaburkan pandangan dan definisi mengenai khamr. Oleh karena itu, pendapat dari beberapa ulama mengenai khamr akan disajikan guna memberikan wawasan seluas-luasnya mengenai berbagai definisi khamr. Menurut Basith 2006, khamr diambil dari kata khamara dalam bahasa Arab, yang berarti ‗menutupi‘. Menurut pengertian urfi pada masa itu, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur. Sedangkan dalam pengertian syara, khamr tidak terbatas pada perasan anggur saja, tetapi semua minuman yang memabukkan. Pengertian ini diambil berdasarkan beberapa hadits Nabi SAW, diantaranya adalah hadits dari Numan bin Basyir bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya dari biji gandum itu terbuat khamr, dari jewawut itu terbuat khamr, dari 13

Dokumen yang terkait

Kewenangan LPPOM MUI dalam penentuan sertifikasi halal pasca berlakunya uu no.33 tahun 2014

4 90 0

SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK PANGAN STUDI PADA LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA LAMPUNG

0 3 14

Praktik Kerja Magang di Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan Topik Khusus : Kajian Ilmiah Istiĥālah (Transformasi ) Babi

4 31 126

Evaluasi proses sertifikasi halal indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

6 25 135

SERTIFIKASI HALAL PRODUK LOKAL OLEH LEMBAGA PENGKAJIAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA (LP POM) MUI SUMATERA BARAT.

0 1 11

Eksistensi Dan Tanggungjawab Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Penerapan Sertifikasi Serta Labelisasi Halal Produk Pangan Di Indonesia ( Existence And Responsibility Of Majelis Ulama Indonesia (MUI) In Application And Certification Labeling Halal Food P

0 0 17

SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (STUDY FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA (LPPOM)) PROVINSI LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 1 115

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR PENGAJUAN SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK MAKANAN OLAHAN KERIPIK PISANG (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika) Majelis Ulama Indonesia ( LPPOM MUI) Provinsi Lampung - Raden Intan Repository

0 6 150

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL SUATU PRODUK DI INDONESIA (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan)

0 0 88

URGENSI PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TERHADAP PRODUK UMKM (STUDI DI KOTA MATARAM) JURNAL ILMIAH

0 2 18