III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 SERTIFIKASI HALAL 3.1.1 Sertifikat Halal
Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk yang merupakan keputusan sidang Komisi Fatwa MUI
berdasarkan proses audit yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Sertifikat halal merupakan bukti otentik yang sangat penting dalam menjamin kehalalan suatu produk untuk dapat digunakan atau dikonsumsi.
Proses untuk memperoleh sertifikat halal adalah sertifikasi halal. Pemberian sertifikat halal bertujuan untuk membantu mengembangkan pelaku KUMKM agar
dapat memperkuat nilai tawar pasar domestik juga mampu bersaing dalam pasar global. Sekarang ini masyarakat tidak hanya melihat merek dan produk, tapi mereka membutuhkan kepastian kehalalan
suatu produk yang sangat menentukan laku tidaknya produk KUMKM Hermawan 2010. Pada prinsipnya sertifikat halal merupakan dokumen hukum yang bersifat kedinasan. Sertifikat halal dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Sertifikat Halal yang dikeluarkan LPPOM MUI
3.1.2 Sistem Jaminan Halal SJH
Sistem Jaminan Halal SJH adalah suatu perangkat kerja yang tersusun dari komitmen manajemen, sumber daya, dan prosedur yang saling berhubungan untuk menjamin kehalalan produk
sesuai dengan persyaratan sehingga status kehalalannya konsisten dan berkelanjutan. Sistem Jaminan Halal merupakan suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan dan
dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI. Sistem ini dapat diterapkan pada berbagai jenis industri
seperti industri pangan, obat, kosmetik baik dalam skala besar maupun kecil serta memungkinkan untuk industri berbasis jasa seperti importir, distributor, transportasi, dan retailer. Tujuan penyusunan
dan penerapan SJH di perusahaan adalah untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal,
sehingga produk yang dihasilkan dapat selalu dijamin kehalalannya sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI.
Sistem Jaminan Halal merupakan kerangka kerja yang dipantau terus menerus dan dikaji secara periodik untuk memberikan arahan yang efektif bagi pelaksanaan kegiatan proses produksi halal. Hal
ini perlu dilakukan mengingat adanya peluang perubahan baik secara internal maupun eksternal. Sistem Jaminan Halal harus diuraikan secara tertulis dalam bentuk Manual Halal yang secara garis
besar terdiri dari 1 Kendali Dokumen, 2 Pendahuluan informasi dasar perusahaan, tujuan penerapan, dan ruang lingkup penerapan, 3 Komponen SJH, 4 Lampiran Manual. Adapun
komponen SJH meliputi : 1.
Kebijakan Halal 2.
Panduan Halal 3.
Organisasi Manajemen Halal 4.
Standard Operating Procedures SOP 5.
Acuan Teknis 6.
Sistem Administrasi 7.
Sistem Dokumentasi 8.
Sosialisasi 9.
Pelatihan 10.
Komunikasi Internal dan Eksternal 11.
Audit Internal 12.
Tindakan Perbaikan 13.
Kaji Ulang Manajemen Dalam operasional SJH, terdapat prinsip-prinsip yang ditegakkan. Prinsip-prinsip tersebut
meliputi: 1.
Maqoshidu syariah, yaitu Pelaksanaan SJH bagi perusahaan yang memiliki sertifikat halal MUI mempunyai maksud memelihara kesucian agama, kesucian pikiran, kesucian jiwa, kesucian
keturunan, dan kesucian harta. 2.
Jujur, yaitu perusahaan harus jujur menjelaskan semua bahan yang digunakan dan proses produksi yang dilakukan di perusahaan di dalam Manual SJH serta melakukan operasional produksi halal
sehari-hari berdasarkan apa yang telah ditulis dalam Manual SJH. 3.
Kepercayaan, yaitu LPPOM MUI memberikan kepercayaan kepada perusahaan untuk menyusun sendiri Manual SJH perusahaan berdasarkan kondisi nyata internal perusahaan.
4. Sistematis, yaitu SJH didokumentasikan secara baik dan sistematis dalam bentuk Manual SJH dan
arsip terkait agar bukti-bukti pelaksanaannya di lingkungan perusahaan mudah untuk ditelusuri. 5.
Disosialisasikan, yaitu implementasi SJH adalah merupakan tanggung jawab bersama dari tingkat manajemen puncak sampai dengan karyawan, sehingga SJH harus disosialisasikan dengan baik di
lingkungan perusahaan. 6.
Keterlibatan key person, yaitu perusahaan melibatkan personal-personal dalam jajaran manajemen untuk memelihara pelaksanaan SJH.
7. Komitmen manajemen, yaitu implementasi SJH di perusahaan dapat efektif dilaksanakan jika
didukung penuh oleh top manajement. Manajemen harus menyatakan secara tertulis komitmen halalnya dalam bentuk kebijakan halal.
8. Pelimpahan wewenang, yaitu manajemen memberikan wewenang proses produksi halalnya kepada
auditor halal internal. 9.
Mampu telusur, yaitu setiap pelaksanaan fungsi produksi halal selalu ada bukti dalam bentuk lembar kerja yang dapat ditelusuri keterkaitannya.
7
10. Absolut, yaitu semua bahan yang digunakan dalam proses produksi halal harus pasti kehalalannya.
SJH tidak mengenal adanya status bahan yang berisiko rendah, menengah, atau tinggi terhadap kehalalan suatu produk.
11. Spesifik, yaitu dalam manual Sistem Jaminan Halal tercakup komponen-komponen penunjang
Sistem Jaminan Halal, yaitu kebijakan halal, panduan halal, organisasi manajemen halal, Standard Operating Procedure
SOP, acuan teknis, sistem administrasi, sistem dokumentasi, sosialisasi, pelatihan, komunikasi eksternal dan internal, audit internal, tindakan perbaikan, dan kaji ulang
manajemen. Melalui proses penerapan Sistem Jaminan Halal diperoleh sertifikat SJH. Sertifikat SJH adalah pernyataan tertulis dari LPPOM MUI bahwa perusahaan pemegang sertifikat halal
MUI telah mengimplementasikan SJH sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI. Sertifikat tersebut dapat dikeluarkan setelah melalui proses audit SJH sebanyak tiga kali dengan status SJH
dinyatakan baik A. Sertifikat SJH dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Sertifikat Sistem Jaminan Halal
3.1.3 Sertifikasi Halal