Kakatua-kecil jambul kuning merupakan spesies burung paruh bengkok. Ukuran tubuhnya kurang lebih 34 cm, bulu tubuhnya berwarna putih sedangkan
jambulnya berwarna kuning atau jingga, tergantung anak jenisnya Utomo 2010. Masing-masing anak jenis memiliki kharakteristik tertentu dalam ukuran sayap,
ekor, paruh dan tarsus. Beberapa hasil pengukuran yang diberikan oleh Forshaw dan Copper 1989 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan ukuran antara keempat anak jenis burung kakatua-kecil jambul kuning
No Subspesies
Sex Sayap
Ekor Paruh
Tarsus mm
mm mm
mm 1 C.s.sulphurea
J 221-245
106-115 38-39
22-25 B
217-142 99-113
34-36 22-25
2 C.s.abbotti J
263-273 125-135
34-38 25-29
B 258-268
130-145 33-35
22-26 3 C.s.parvula
J 227-231
110-117 31-35
22-23 B
220-229 110-120
30-32 21-24
4 C.s.citrinocristata J
224-257 110-130
35-39 24-27
B 231-254
116-130 31-33
23-25 Keterangan: J
: Jantan B
: Betina
Keistimewaan kakatua terletak pada adanya bedak pada bulu tubuhnya, bila bulu kakatua diusap dengan tangan akan seperti terkena tepung atau bedak
berwarna keputihan, gejala ini disebut dengan bulu bedak atau bulu debu Harrison 2005. Bulu ini tidak lain adalah bulu kapas yaitu bulu yang telah
mengalami penghancuran menjadi butir-butir seperti bedak atau tepung yang berfungsi sebagai sanitasi dan kebersihan bulu kakatua Kurniawan 2004.
2.2. Penyebaran
Kakatua-kecil jambul kuning adalah spesies endemik di wilayah Wallacea, mulai dari Sulawesi ke arah selatan hingga Sumba dan ke arah timur hingga Timor
serta ada populasi di Kepulauan Masalembo dan Nusa Penida, selain itu spesies ini telah diintroduksikan di China Hongkong dan Singapura serta dilaporkan bahwa
kakatua-kecil jambul kuning dijumpai di beberapa tempat di Singapura bagian selatan dan timur, termasuk Kepulauan St John’s dan Sentosa serta di Hongkong,
semula burung ini merupakan burung peliharaan yang kemudian lepas menjadi liar atau feral PHPA et al. 1998; Birdlife Internasional 2001. Di daerah penyebaran
ini kakatua tidak pernah dilaporkan berada pada ketinggian di atas 1200 m dan umumnya ditemui pada ketinggian di bawah 500 m, selain itu sebagai spesies dari
hutan kering atau musiman daripada hutan basah diyakini pula bahwa secara alami spesies ini tidak terdapat di hutan basah dataran rendah di berbagai bagian di
Sulawesi PHPA et al. 1998. Kakatua-kecil jambul kuning merupakan spesies yang terancam punah
dengan penyebaran meliputi kawasan Wallacea, Pulau Masakambing dan Pulau Nusa Penida Agista dan Rubiyanto 2001. Menurut PHPA et al.1998; Agista dan
Rubiyanto 2001, penyebaran keempat anak jenis kakatua-kecil jambul kuning, yaitu:
1. Cacatua sulphurea sulphurea dari Sulawesi, Buton, Muna, Tukangbesi dan
pulau-pulau di Laut Flores 2.
Cacatua sulphurea parvula dari Nusa Tenggara, bagian barat Timor sampai Bali kecuali Sumba, dan Pulau Nusa Penida di sebelah tenggara Pulau Bali
3. Cacatua sulphurea citrinocristata dari Sumba
4. Cacatua sulphurea abbotti dari Kepulauan Masalembo dan Kepulauan
Masakambing.
2.3. Habitat
Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat
hidup serta berkembangbiaknya satwaliar Alikodra 2002. Habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Habitat terdiri atas
komponen fisik air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang dan komponen biotik vegetasi, mikro dan makro fauna serta manusia yang membentuk sistem yang
dapat mengendalikan kehidupan satwaliar dan saling berinteraksi Dasman 1964; Wiersum 1973; Alikodra 1983; dan Bailey 1984 dalam Alikodra 2002
Kakatua-kecil jambul kuning menghuni hutan primer dan hutan sekunder yang tinggi, dataran rendah, hutan perbukitan, tepi hutan, belukar dan lahan
pertanian Sulawesi, hutan musim basah gugur daun dan hutan lembah sungai Nusa Tenggara, hutan yang tinggi bersemak, semak yang pohonnya jarang, lahan
budidaya yang pohonnya jarang Coates et al. 2000; pfeffer 1958; Watling 1984; dan Butchart et al. 1996 dalam Birdlife Internasional 2001.
2.4. Populasi dan Status