budidaya yang pohonnya jarang Coates et al. 2000; pfeffer 1958; Watling 1984; dan Butchart et al. 1996 dalam Birdlife Internasional 2001.
2.4. Populasi dan Status
Kakatua-kecil jambul kuning secara keseluruhan memiliki populasi yang berlimpah dengan penyebaran yang luas di pusat Kepulauan Indonesia pada abad
ke sembilanbelas dan jumlah ini mampu bertahan dengan baik sampai sebelum adanya perdagangan komersil secara internasional sekitar dekade 1970-an, pada
akhir dekade 1980-an terlihat adanya penurunan populasi yang sangat tajam dan mengakibatkan seluruh populasi terancam Collar dan Andrew 1988; Andrew dan
Holmes 1990 dalam Birdlife Internasional 2001. Jenis ini tertekan dengan adanya ledakan populasi yang mengejutkan selama 10-15 tahun terakhir akibat
penangkapan yang berlebihan untuk perdagangan burung dalam sangkar dan sekarang langka akibat kegiatan ini Coates dan Bishop. Menurut Birdlife
Internasional 2001, subspesies sulphurea yang tersisa bertahan pada jumlah populasi kecil tanpa terkecuali, populasi yang kecil di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai, subspesies abbotti mampu bertahan pada populasi kecil yang kritis, subspesies parvula memiliki populasi yang sangat aman di Komodo, hal ini
berhubungan dengan perlindungan yang diusahakan oleh Taman Nasional Komodo, dan subspesies citrinocristata bertahan secara pasti walaupun secara
perlahan mengalami penurunan populasi di Pulau Sumba. Berdasarkan jumlah populasi yang ada, burung kakatua termasuk hewan
langka dan dilindungi oleh undang-undang pemerintah sehingga perlindungan semakin gencar oleh pemerintah Purnomo 2002. Status keseluruhan burung
kakatua-kecil jambul kuning sangat mengkhawatirkan, salah satu anak jenis Cacatua sulphurea abbotti hampir mendekati kepunahan, dua anak jenis lainnya
Cacatua sulphurea sulphurea dan Cacatua sulphurea parvula jumlahnya sangat sedikit dengan populasi yang terisolasi sehingga tidak satu pun di antaranya yang
dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, dan anak jenis Cacatua sulphurea citrinocristata di Sumba juga kecil, menurun, dan sangat terancam tapi mungkin
masih ada populasi yang masih baik di pulau ini PHPA et al. 1998. Perlindungan terhadap satwa yang dilindungi tercantum dalam undang-
undang. Menurut Undang-undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya terutama pasal 21 ayat 2 disebutkan beberapa larangan, sebagai berikut:
a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan
hidup; b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan mati; c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia; d.
Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian
tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.
Ketentuan pidananya tercantum pada pasal 40 ayat 2 dan 4: Ayat 2 : Dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah.
Ayat 4 : Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2
serta Pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah.
2.5. Pakan