Definisi dan Kriteria Pekerja Formal dan Informal

memiliki perlindungan sosial tunjangan kerja dan asuransi kesehatan seperti yang diberikan kepada tenaga kerja formal. Tenaga kerja Informal umumnya memiliki upah yang lebih rendah dibanding pekerja formal sehingga sering dihubungkan dengan tingkat kemiskinan ILO, 2013. Secara singkat, Bertulfo 2011 meringkas pembagian tenaga kerja formal dan informal menurut ILO seperti yang terlihat pada Tabel 3. Sektor informal mengacu pada usaha informal, sedangkan tenaga kerja informal mengacu pada pekerjaan informal. Tenaga kerja di ekonomi informal didefinisikan sebagai jumlah dari tenaga kerja di sektor informal dan tenaga kerja informal yang berada di luar sektor informal A+B+C. Tabel 3. Matriks Tenaga Kerja Formal dan Informal Jenis Usaha Pekerjaan Informal Pekerjaan Formal Usaha sektor Informal A B Usaha Sektor Formal C D Keterangan: A + C = Orang yang bekerja sebagai tenaga kerja informal A + B = Orang yang bekerja sebagai tenaga kerja di sektor informal C = Tenaga kerja informal di luar sektor informal B = Tenaga kerja formal di dalam sektor informal A + B + C = Total tenaga kerja di dalam ekonomi Selanjutnya, BPS 2009 menyatakan bahwa kegiatan informal mengacu pada kegiatan ekonomi yang umumnya dilakukan secara tradisional oleh organisasi bertingkat rendah ataupun yang tidak memiliki struktur, tidak ada akun transaksi transaction accounts dan ketika terdapat relasi kerja biasanya bersifat musiman casual, pertemanan atau relasi personal, ketimbang berbasis perjanjian kontrak. Secara spesifik, kegiatan informal dan formal merupakan tabulasi silang antara status pekerjaan dan pekerjaan utama seperti yang terlihat pada Tabel 4. Selanjutnya, data yang dikumpulkan BPS tersebut digunakan sebagai data dasar penelitian ini. Status pekerjaan menurut BPS dikategorikan menjadi tujuh, yaitu: 1 Berusaha sendiri 2 Berusaha sendiri dengan bantuan keluarga atau anggota keluarga dengan tidak dibayar 3 Pengusaha dengan pekerja tetap atau pekerja diupah 4 Karyawanstafpekerja 5 Pekerja musiman di bidang pertanian 6 Pekerja musiman di bidang non-pertanian 7 Pekerja tidak dibayar Tabel 4. Kriteria Pekerja Formal dan Informal Menurut Definisi BPS Status Pekerjaan Jenis Pekerjaan Umum Berusaha sendiri Berusaha sendiri dengan bantuan keluarga atau anggota keluarga dengan Pengusaha dengan pekerja tetap pekerja diupah Karyawan staf pekerja Pekerja musiman di bidang pertanian Pekerja musiman di bidang non- pertanian Pekerja tidak dibayar Pekerja profesional, teknik, dan pekerja terkait lainnya F F F F F F INF Pekerja administrasi dan manajerial F F F F F F INF Pekerja juru tulis dan terkait F F F F F F INF Pekerja bidang penjualan INF INF F F INF INF INF Pekerja bidang jasa INF F F F INF INF INF Pekerja pertanian, peternakan, kehutanan, nelayan dan pemburu INF F F F INF INF INF Pekerja produksi dan terkait INF F F F INF INF INF Sumber: Nazara, 2009 Sedangkan pekerjaan utama menurut BPS dikategorikan menjadi 10 kategori, yaitu: 1 Pekerja profesional, teknik, dan pekerja terkait lainnya 2 Pekerja administrasi dan manajerial 3 Pekerja juru tulis dan terkait 4 Pekerja bidang penjualan 5 Pekerja bidang jasa 6 Pekerja pertanian, peternakan, kehutanan, nelayan dan pemburu 7 Pekerja produksi dan terkait 8 Operator dan pekerja perlengkapan pengangkutan 9 Buruh 10 Lain-lain Pembagian pekerja informal berdasarkan kriteria BPS tersebut mirip dengan definisi ekonomi informal ILO. Bisa saja sektor informal memiliki pekerja formal. Contohnya adalah pekerjaan pemulung yang dikutip dari Nazara 2009. Seorang bos pemulung yang melaksanakan beberapa pekerjaan administratif, manajerial bahkan sejumlah pekerjaan profesional, kemungkinan mendapatkan imbalan finansial cukup banyak. Terkait dengan itu, pemulung yang sebenarnya pergi dari satu rumah ke rumah lain dapat dikategorikan sebagai pekerja informal pekerja berusaha sendiri di bidang penjualan, namun bos yang menjalankan bisnis pemulung ini dapat dikategorikan sebagai pekerja formal. Bos tersebut menjalankan pekerjaan profesional atau manajerial. Fenomena ini banyak ditemukan di kota-kota besar di seluruh dunia. Di sisi lain, terdapat juga kasus-kasus di mana semakin banyak pekerja yang berusaha sendiri dapat dikategorikan sebagai seorang profesional. Seorang programer komputer dapat dikategorikan sebagai pekerja formal, walaupun orang tersebut mungkin saja bekerja sendiri atau dibantu oleh pekerja sementara. Meskipun pekerja informal umumnya dikenal terkait dengan kemiskinan, tetapi ada satu kajian yang dilakukan Angelini dan Hirose 2004 dalam Nazara 2009 menunjukkan bahwa hampir seperlima dari pekerjakaryawan yang terlibat dalam kegiatan informal mampu memperoleh pendapatan lebih dari rata-rata nasional. Namun menurut Nazara 2009, diperlukan sebuah kajian yang lebih sistematis dengan sampling yang dapat digeneralisir untuk mencapai kesimpulan tersebut. Menurut Nazara 2009, peningkatan informalitas tidak selalu berarti buruk dan tidak terhindarkan pekerjaan informal adalah alternatif pekerjaan terbaik ketika pertumbuhan ekonomi belum mampu menyediakan cukup banyak pekerjaan formal. S ektor informal dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja. Tapi pergerakan ke arah formalisasi ekonomi senantiasa menjadi tujuan utama pembangunan. Segmentasi ternyata juga terjadi pada ekonomi informal. Menurut Chen 2007 ekonomi informal terdiri dari beberapa segmen yang dapat memengaruhi pendapatan di setiap segmen. Segmen paling bawah adalah outworker pekerja lepas industrial atau pekerja rumahan, dan pekerja lepas diupah. Segmen paling atas adalah karyawan informal dan pengusaha informal. Segmen paling bawah berada dalam posisi paling terakhir dalam hal penghasilan dan didominasi oleh pekerja perempuan. Sedangkan segmen paling atas memiliki penghasilan pada posisi tertinggi dan didominasi oleh pekerja laki- laki. Sumber: Chen 2007 Gambar 6. Struktur Ekonomi Informal 2.1.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Gender di Pasar Tenaga Kerja Pakar ekonomi menggunakan banyak jenis data untuk mengukur kinerja perekonomian. Salah satu kinerja perekonomian yang penting adalah Produk Domestik Bruto PDB. PDB merupakan indikator ekonomi yang mengukur jumlah barang dan jasa yang diproduksi suatu negara. Pertumbuhan PDB ini Pengusaha Informal Pekerja Informal Operator dengan usaha sendiri Pekerja musiman Pekerja lepaspekerja rumahan Penghasilan Tinggi Penghasilan Rendah Mayoritas Laki-laki Mayoritas Perempuan Laki-laki dan Perempuan disebut sebagai pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya Todaro dan Smith 2003, menyatakan bahwa pengejaran pertumbuhan ekonomi merupakan tema sentral dalam perekonomian suatu negara, bahkan sering kali program-progam pembangunan di negara berkembang dinilai berdasarkan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi yang kuat dianggap sebagai cara terbaik untuk menciptakan lapangan kerja. Ketika pertumbuhan ekonomi tinggi maka semakin banyak barang dan jasa yang dihasilkan, selanjutnya semakin banyak juga tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi menjadi instrumen penting untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja disuatu negara. a. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Gender di Pasar Tenaga Kerja Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dapat dijelaskan dengan Hukum Okun. Hukum Okun muncul dari pengamatan bahwa untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa dalam suatu perekonomian diperlukan tenaga kerja yang banyak pula. Oleh karena itu hukum ini mengindikasikan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran, di mana semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi, semakin rendah tingkat pengangguran. Adapun formula Hukum Okun dalam Knotek 2007, adalah sebagai berikut: Perubahan tingkat pengangguran = a + b pertumbuhan output real Parameter b disebut Koefisien Okun yang diharapkan bernilai negatif, sehingga ketika pertumbuhan output meningkat maka tingkat pengangguran akan turun. Rasio -ab merupakan tingkat pertumbuhan output untuk mempertahankan tingkat pengangguran tetap stabil. Adapun hasil regresi Hukum Okun dengan data Amerika pada kuartal kedua tahun 1948 sampai dengan kuartal keempat tahun 1960, adalah sebagai berikut: Perubahan tingkat pengangguran = 0,30-0,07pertumbuhan output real Hasil regresi ini menunjukkan bahwa ketika pertumbuhan ekonomi yang terjadi sebesar 0 maka pengangguran akan meningkat sebesar 0,3 . Sedangkan laju pertumbuhan output yang mampu mempertahankan tingkat pengangguran stabil adalah sebesar 4,285714 - 0,30,07. Pertumbuhan ekonomi lebih besar dari 4,285714 berarti terjadi pengurangan pengangguran, sedangkan pertumbuhan ekonomi yang kurang dari 4,285714 berarti terjadi penambahan pengangguran. Hukum Okun membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja termasuk juga tenaga kerja perempuan. Tetapi peningkatan jumlah pekerja perempuan harus dicermati karena tidak bisa menggambarkan kesejahteraan perempuan karena secara umum mereka terserap pada pekerjaan kasar dan bergaji murah Abdullah 2001. Peningkatan tenaga kerja perempuan pada pekerjaan kasar mengindikasikan terjadinya ketimpangan gender khususnya di pasar tenaga kerja Illich, 1983: Molo, 1993 dalam Abdullah, 2001. Penomena tersebut diperkuat oleh Wanjala dan Were 2010 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh investasi di Kenya menyebabkan perempuan lebih banyak terserap sebagai pekerja informal jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal senada diungkapkan dalam studi Seguino 2000. Studi tersebut menyatakan bahwa di negara semi industri yang berorientasi ekspor, perempuan merupakan sumber tenaga kerja murah yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Sumber: World Bank 2011a Gambar 7. Peningkatan Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan Sepanjang Waktu pada Setiap Tingkatan GDP Per Kapita di 130 Negara R at a- ra ta p ar ti si p as i TK per em pu an Log, PDB per kapita konstan Tahun 2000, US Secara global, fakta yang sama ditunjukkan dalam laporan World Bank 2011a. Laporan tersebut berdasarkan data GDP per kapita dan partisipasi angkatan kerja perempuan tahun 1980 dan 2008 untuk 130 negara. Disimpulkan bahwa hubungan antara pertumbahan ekonomi dan partisipasi angkatan kerja perempuan di berbagai negara berbetuk U, baik pada tahun 1980 maupun 2008 gambar 7. Kurva U tahun 2008 bergerak ke kanan atas, yang artinya pada setiap perubahan GDP perkapita di setiap titik kurva U tersebut terjadi peningkatan jumlah partisipasi angkatan kerja perempuan. Atau dengan kata lain jumlah partisipasi tenaga kerja perempuan tahun 2008 lebih tinggi dari pada tahun 1980 seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada rentang tahun tersebut. Peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan tersebut menyebabkan menyempitnya gap partisipasi angkatan kerja perempuan dan laki-laki dari 32 persen di tahun 1980 menjadi 26 persen pada tahun 2008. Salah satu penyebab meningkatnya tingkat partisipasi perempuan dalam dunia kerja adalah karena membaiknya tingkat pendidikan perempuan. Selanjutnya studi World Bank tersebut menyatakan bahwa peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan tersebut ternyata tidak bisa menggambarkan adanya perbaikan ketimpangan gender. Hal tersebut disebabkan karena perempuan lebih banyak terserap pada pekerjaan informal dan produktivitas rendah.

b. Penetapan Target

Pertumbuhan Ekonomi dalam Perencanaan Pembangunan Pertumbuhan ekonomi mencerminkan peningkatan produksi barang dan jasa di suatu negara, sehingga menjadi indikator berjalannya suatu perekonomian. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan target pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang, menengah, ataupun pendek. Di Indonesia, target pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu komponen penting dalam perencanaan pembangunan. Target pertumbuhan ekonomi tersebut dituangkan dalam rencana pembangunan jangka panjang RPJP nasional, rencana pembangunan jangka menengah RPJM nasional, dan rencana kerja pemerintah RKP. Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP Nasional Periode 20 Tahunan RPJP nasional yang sedang berlangsung sekarang adalah RPJP nasional 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam Sebelumnya, RPJP nasional dikenal sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN. Pergantian ini disebabkan karena adanya perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam pengelolaan pembangunan. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang baru sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap. RPJP Nasional tahun 2005 –2025, memiliki delapan arah pembangunan, yaitu: 1 mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab; 2 mewujudkan bangsa yang berdaya-saing; 3 mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandaskan hukum; 4 mewujudkan Indonesia yang aman, damai dan bersatu; 5 mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan; 6 mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari; 7 mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional; 8 mewujudkan Indonesia yang berperan aktif dalam pergaulan internasional Untuk mencapai sasaran pokok sebagaimana dimaksud di atas, pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu,