STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA

Tabel 14. Proporsi Tenaga Kerja Formal dan Informal Berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia, Tahun 2007-2010 Tahun Laki-laki Perempuan Formal Informal Total Formal Informal Total 2007 40.08 59.92 100 34.06 65.94 100 2008 40.68 59.32 100 35.53 64.47 100 2009 39.91 60.09 100 36.02 63.98 100 2010 42.75 57.25 100 38.20 61.80 100 Rata-rata 40.86 59.14 35.95 64.05 Sumber: BPS, 2007-2010 Tampaknya ketimpangan gender tidak hanya terjadi antara kelompok pekerja formal dan informal saja, dalam kelompok pekerja informal juga menunjukkan adanya ketimpangan. Tabel 15 menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak berada pada segmen pekerja informal yang memiliki upah lebih tinggi yaitu di segmen pekerjaan “berusaha sendiri” dan “berusaha dibantu buruh tidak tetapburuh tidak dibayar”. Pekerja Laki-laki pada segmen tersebut masing- masing sebesar 34.70 persen dan 30.87 persen, sedangkan perempuan hanya sebesar 6.99 persen dan 1.94 persen. Tabel 15. Tenaga Kerja Informal Berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Pekerjaan Utama di Indonesia, Tahun 2010 Status Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah orang Proporsi Jumlah orang Proporsi 1. Berusaha sendiri 13.400.298 34,70 6.882.074 27,33 2. Berusaha dibantu buruh tidak tetapburuh tidak dibayar 11.923.880 30,87 1.936.290 7,69 3. Berusaha dibantu buruh tetapburuh dibayar - - - - 4. BuruhKaryawanPegawai - - - - 5. pekerja Bebas di Pertanian 3.790.321 9,81 2.024.789 8,04 6. Pekerja Bebas di Nonpertanian 4.311.620 11,16 768.510 3,05 7. Pekerja Keluarga 5.194.398 13,45 13.570.255 53,89 Jumlah Tenaga Kerja 38.620.517 100,00 25.181.918 100,00 Sumber: BPS, 2010 Perempuan lebih banyak terserap pada segmen pekerja informal paling bawah, yaitu sebagai “pekerja keluarga”. Hasil yang sama disimpulkan Chen 2007, yang menyatakan bahwa perempuan terwakili secara berlebih pada jenis pekerjaan informal di segmen bawah yang memiliki pendapatan paling rendah, sementara laki-laki mendominasi segmen atas yang memiliki pendapatan tinggi. Tenaga kerja Indonesia tidak hanya didominasi oleh tenaga kerja informal, tetapi juga didominasi tenaga kerja berpendidikan rendah Tabel 16. Tampak bahwa lebih dari 70 persen tenaga kerja Indonesia memiliki pendidikan rendah. sedangkan tenaga kerja berpendidikan tinggi hanya sebesar 6.95 persen. Tabel 16. Proporsi Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia, Tahun 2007-2010 Tahun Proporsi Pendidikan Rendah Pendidikan Sedang Pendidikan Tinggi Total 2007 75,25 18,55 6,20 100 2008 72,52 20,63 6,85 100 2009 71,13 21,76 7,10 100 2010 69,45 22,91 7,64 100 Rata-rata 72,09 20,96 6,95 Sumber: BPS, 2010 Pola yang sama juga tampak ketika data tingkat pendidikan dipilah berdasarkan gender. Tabel 17 menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen tenaga kerja perempuan dan laki-laki merupakan tenaga kerja berpendidikan rendah, tetapi perempuan memiliki proporsi lebih tinggi yaitu sebesar 74.38 persen. Tabel 17. Proporsi Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Indonesia, Tahun 2007-2010 Proporsi Tahun Pendidikan Rendah Pendidikan Sedang Pendidikan Tinggi Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 2007 73,90 77,58 20,50 15,19 5,60 7,23 2008 71,15 74,79 22,79 17,04 6,05 8,17 2009 69,60 73,64 24,10 17,93 6,29 8,43 2010 68,20 71,51 25,23 19,08 6,57 9,42 Rata-rata 70,71 74,38 23,16 17,31 6,13 8,31 Sumber: BPS, 2010 Apabila dilihat dari tingkat upah, tampak bahwa tingkat upah pekerja perempuan telah meningkat, namun kesenjangan upah masih terjadi. Gambar 14 bahwa dalam periode 2007-2010, upah rata-rata pekerja perempuan yang dikategorikan sebagai buruhkaryawanpegawai, meningkat dari Rp 893 ribu menjadi Rp 1.2 juta. Sementara upah perempuan terus meningkat, namun data menunjukkan masih adanya kesenjangan upah yang besar antara perempuan dan laki-laki. Upah rata-rata yang diterima perempuan hanya sebesar 78 persen dari rata-rata upah laki-laki pada tahun 2010. Sumber: BPS, 2010 Gambar 14. Upah Tenaga Kerja Laki-laki dan Perempuan Indonesia, 2007- 2010 Secara sektoralpun upah perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Hubeis 2010 mengungkapkan bahwa rasio upah yang diterima perempuan di sektor pertanian adalah 50 persen dari yang diterima laki-laki dan 70 persen untuk pekerjaan di sektor non pertanian. 1,166 1,255 1,445 1,531 893 974 1,098 1,193 200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 2007 2008 2009 2010 Upah R ib u R u p iah Tahun Laki-laki Perempuan

VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN

Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan kejutan eksternal untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi, kemudian dianalisis bagaimana dampaknya terhadap pendapatan tenaga kerja dan penyerapan tenaga kerja. Selanjutnya, dilihat dampaknya terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja. Terakhir, dilakukan kejutan eksternal terhadap pengeluaran pemerintah masing-masing sebesar Rp. 1 Triliun, kemudian dianalisis apakah pengeluaran pemerintah mempunyai peran dalam mengurangi ketimpangan gender di pasar tenaga kerja.

6.1. Dampak Tercapainya Target Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja Tabel 18 menunjukkan bahwa tercapainya target pertumbuhan ekonomi mampu menyerap tenaga kerja baru sebesar 5.1 juta orang atau meningkat sebesar 4.95 persen Sim4. Tenaga kerja baru tersebut mengakumulasi total pendapatan sekitar Rp 136 Triliun atau meningkat sebesar 5.05 persen. Tabel 18. Dampak Tercapainya Target Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penyerapan dan Pendapatan Tenaga Kerja Sektor Nilai Awal Peningkatan Setelah Simulasi Persentase Pertanian Sim1 103 451.36 2 694 324.94 1 158 19 307.73 0.78 0.72 Industri Sim2 103 451.36 2 694 324.94 1 166 30 663.29 1.15 1.14 Jasa Sim3 103 451.36 2 694 324.94 3 122 86 115.93 3.02 3.20 Pertanian, Industri Jasa Sim 4 103 451.36 2 694 324.94 5 116 136 086.96 4.95 5.05 Jumlah tenaga kerja ribu orang Total pendapatan miliar rupiah Pertumbuhan ekonomi sektor jasa menyerap tenaga kerja paling tinggi yaitu sebesar 3.12 juta orang, diikuti oleh sektor industri dan pertanian masing- masing sebesar 1.16 juta orang. Selain itu, persentase peningkatan penyerapan tenaga kerja yang didorong oleh sektor jasa juga paling tinggi yaitu sebesar 3.02 persen, diikuti oleh sektor industri sebesar 1.15 persen, dan sektor pertanian sebesar 0.78 persen. Tingginya jumlah dan persentase peningkatan tenaga kerja yang didorong oleh sektor jasa disebabkan karena tingginya ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap sektor jasa sejak sektor industri terpuruk karena krisis ekonomi tahun 1998 KPPA, 2010 dan Nazara, 2009. Apabila tenaga kerja dipilah berdasarkan formalitas pekerjaan Tabel 19, tampak bahwa tercapainya target pertumbuhan ekonomi lebih banyak menyerap tenaga kerja informal yaitu sebesar 3.44 juta orang, sedangkan tenaga kerja formal hanya sebesar 1.67 juta orang. Meskipun tenaga kerja formal terserap lebih kecil, tetapi persentase peningkatannya lebih tinggi yaitu sebesar 5.24 persen. Sedangkan pekerja informal hanya meningkatkan sebesar 4.81 persen. Artinya, meskipun lapangan pekerjaan formal yang tercipta lebih kecil dibandingkan informal, tetapi mengalami peningkatan yang lebih tinggi. Tabel 19. Dampak Tercapainya Target Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Formalitas Pekerjaan Jenis Tenaga Kerja Nilai Awal Ribu Orang Peningkatan Setelah Simulasi Pertanian Sim1 Industri Sim2 Jasa Sim3 Pertanian, Industri, Jasa Sim4 Jumlah Ribu Orang Persen tase Jumlah Ribu Orang Persen tase Jumlah Ribu Orang Persen tase Jumlah Ribu Orang Persen tase 1. Formal 31 888 189 0.59 344.08 1.08 1 139 3.57 1 672 5.24 2. Informal 71 563 614 0.86 846.01 1.18 1 983 2.77 3 443 4.81 Total 103 451 804 0.78 1 190.09 1.15 3 122 3.02 5 116 4.95 Penyerap tenaga kerja formal paling besar adalah sektor jasa. Sektor jasa mampu menyerap tenaga kerja formal sebesar 1.14 juta orang, sedangkan sektor industri dan pertanian masing-masing hanya sebesar 0.34 juta orang dan 0.19 juta orang. Selain itu, sektor jasa memiliki potensi paling tinggi dalam mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja formal dengan persentase peningkatan sebesar 3.57 persen, diikuti oleh sektor industri dan jasa masing-masing sebesar 1.08 persen dan 0.59 persen. Jadi dapat disimpulkan bahwa struktur perekonomian Indonesia menempatkan sektor jasa sebagai sektor pendorong tenaga kerja terbesar dan memiliki peningkatan lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Selain itu sektor jasa lebih potensial untuk menyediakan lapangan pekerjaan formal yang lebih berkualitas. Dilihat dari aspek pendidikan tenaga kerja Tabel 20, tercapainya target pertumbuhan ekonomi lebih banyak menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah yaitu sebesar 3.68 juta orang, diikuti berpendidikan sedang dan rendah masing- masing sebesar 1.07 juta orang dan 0.38 juta orang. Tabel 20. Dampak Tercapainya Target Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan Pekerja Pendidikan Tenaga Kerja Nilai Awal Ribu Orang Peningkatan Setelah Simulasi Pertanian Sim1 Industri Sim2 Jasa Sim3 Pertanian, Industri, Jasa Sim3 Jumlah Ribu Orang Persen tase Jumlah Ribu Orang Persen tase Jumlah Ribu Orang Persen tase Jumlah Ribu Orang Persen tase 1. Tinggi 7 102 57 0.80 83 1.17 237 3.33 377 5.30 2. Sedang 21 458 129 0.60 244 1.14 692 3.23 1 065 4.96 3. Rendah 74 892 618 0.83 863 1.15 2 193 2.93 3 675 4.91 Total 103 451 804 0.78 1 190 1.15 3 122 3.02 5 116 4.95 Sektor jasa merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah yaitu sebesar 2.19 juta orang, diikuti oleh sektor industri dan pertanian masing-masing sebesar 0.86 juta orang dan 0.62 juta orang. Tetapi, jumlah tenaga kerja berpendidikan tinggi yang terserap lebih tinggi dibandingkan sektor lain yaitu sebesar 0.24 juta orang, diikuti sektor industri dan pertanian masing-masing sebesar 1.17 ribu orang dan 0.80 ribu orang. Dilihat dari proporsinya Tabel 21 tampak bahwa tercapainya target pertumbuhan ekonomi belum mampu menciptakan proporsi lapangan pekerja formal yang memadai, yaitu hanya sebesar 32.69 persen. Proporsi tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan proporsi tenaga kerja informalnya, yaitu dengan proporsi sebesar 67.31 persen. Tabel 21. Dampak Tercapainya Target Pertumbuhan Ekonomi terhadap Proporsi Peningkatan Penyerapan dan Pendapatan Tenaga Kerja Berdasarkan Formalitas Pekerjaan Jenis Tenaga Kerja Proporsi Awal Proporsi Peningkatan Pertanian Sim1 Industri Sim2 Jasa Sim3 Pertanian, Industri, Jasa Sim4 1. Formal 30.82 49.45 23.55 46.06 28.91 48.66 36.49 53.91 32.69 51.61 2. Informal 69.18 50.55 76.45 53.94 71.09 51.34 63.51 46.09 67.31 48.39 Ket: Proporsi Tenaga kerja Proporsi Pendapatan tenaga kerja Meskipun proporsi tenaga kerja formal sangat kecil tapi potensial untuk meningkat lebih besar. Hal ini didasarkan hasil analisis sebelumnya menyatakan bahwa persentase peningkatan sektor formal lebih tinggi. Artinya, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar berdampak besar terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan formal. Kondisi yang sama tampak ketika target pertumbuhan ekonomi sektoral tercapai. Proporsi tenaga kerja formal yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, industri dan jasa masing-masing hanya sebesar 23.55 persen, 28.91 persen, dan 36.49 persen. Sedangkan proporsi tenaga kerja informalnya masing-masing sebesar 76.45 persen, 71.09 persen dan sebesar 63.51 persen. Akan tetapi tenaga kerja informal tersebut hanya mengakumulasi total pendapatan yang jauh lebih kecil yaitu dengan proporsi pendapatan sektor pertanian sebesar 53.94 persen, diikuti oleh sektor industri dan jasa masing-masing dengan proporsi sebesar 51.34 persen dan 46.09 persen. Tingginya proporsi penyerapan tenaga kerja informal yang diikuti oleh rendahnya proporsi akumulasi pendapatan kelompok pekerja tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didorong oleh ketiga sektor utama lebih banyak menyerap tenaga kerja informal berpendapatan rendah yang rentan terhadap kemiskinan. Kondisi ini semakin melanggengkan struktur tenaga kerja Indonesia yang selama ini telah didominasi oleh tenaga kerja informal. Data BPS sebelumnya telah menunjukkan bahwa sekitar 60.98 persen rata-rata tenaga kerja Indonesia pada rentang tahun 2007-2010 merupakan tenaga kerja informal.