Hubungan Antara Pengeluaran Pemerintah dan Ketimpangan Gender di Pasar Tenaga Kerja

Sumber: Mankiw 2002 Gambar 9. Kurva Perpotongan Keynesian Gambar 9 adalah kurva perpotongan Keynesian yang merupakan kerangka dasar terbentuknya keseimbangan di pasar barang dan jasa. Apabila keseimbangan di pasar barang dan jasa berinteraksi dengan keseimbangan di pasar uang, maka akan terbentuk kurva permintaan agregat AD. Peningkatan G akan menggeser kurva AD ke kanan atas pada level Y yang lebih tinggi. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Keseimbangan Pemintaan Agregat , Penawaran Agregat dan Penyerapan Tenaga Kerja Apabila pemerintah meningkatkan pengeluarannya G, maka dalam jangka pendek akan meningkatkan jumlah permintaan barang dalam negeri. Selanjutnya, peningkatan permintaan barang dan jasa berdampak pada meningkatkan output dari Y 1 ke Y 2 seperti pada Gambar 10. Peningkatan output tersebut kemudian mendorong permintaan jumlah tenaga kerja untuk memproduksi output sehingga tenaga kerja meningkat dari L 1 menjadi L 2 . Uraian di atas menjalaskan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah mampu memberikan pengganda penyerapan tenaga kerja. Tetapi, peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut tidak bisa menggambarkan distribusi yang merata antara laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan karena pengambil kebijakan cenderung melihat anggaran sebagai instrumen yang netral gender. Anggaran yang netral gender mengabaikan efek penganggaran pembangunan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan Budlender dan Sharp, 1998. Padahal menurut Mosse 1993, inisiatif pembangunan apapun akan mempengaruhi kehidupan kaum laki-laki dan perempuan dengan cara yang berbeda, termasuk juga dalam hal penyerapan tenaga kerja. Output, Y Y=FL L 1 L 2 Tenaga Kerja, L Sumber: Mankiw 2003 Gambar 10. Dampak Pengeluaran Pemerintah dalam Jangka Pendek dan Penyerapan Tenaga Kerja Apabila realisasi pengeluaran pemerintah tersebut netral gender maka ketimpangan antara laki-laki dan perempuan di suatu negara akan semakin besar. Menurut Balmori 2003, gap ini tidak hanya mengurangi kualitas hidup setengah penduduk suatu negara tetapi juga memiliki risiko pertumbuhan ekonomi jangka panjang karena negara yang tidak menggunakan setengah dari potensi sumber daya manusianya akan mengurangi daya saing negaranya. Biaya dari ketimpangan Y 2 Y 1 gender tersebut terlihat dari rendahnya produktifitas, daya saing dan level kehidupan.

b. Pengarusutamaan Gender

Mendukung Pengeluaran Pemerintah Responsif Gender Upaya pemerintah untuk memperbaiki ketimpangan gender melalui kebijakan anggarannya tampak dari dikeluarkannya kebijakan pengarusutamaan gender dan dipertegas dengan kebijakan anggaran responsif gender. Kebijakan pengarusutamaan gender diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Lampiran 6. Kebijakan anggaran responsif gender diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 104 Tahun 2010. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Menurut Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000, pengarusutamaan gender gender mainstreaming adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Pengarusutamaan gender dilaksanakan dengan dua cara: analisis dan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi KIE tentang pengarusutamaan gender pada instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Analisis gender dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan memahami ada atau tidak adanya dan sebab-sebab terjadinya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, termasuk pemecahan permasalahannya. Sedangkan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi KIE dilaksanakan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah tentang gender. Kegiatan analisis gender meliputi: 1 identifikasi ketimpangan antara laki- laki dan perempuan dalam memperoleh hasil dari kebijakan dan program pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan, 2 identifikasi dan memahami sebab-sebab terjadinya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dan menghimpun faktor-faktor penyebabnya, 3 menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, 4 menetapkan indikator gender untuk mengukur capaian dari upaya-upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Pimpinan instansi dan lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah melaksanakan dan bertanggung jawab atas pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengarusutamaan gender di lingkungannya. Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengarusutamaan gender, oleh pimpinan instansi dan lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah dilaporkan kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksaaan pengarusutamaan gender dibebankan kepada: 1 anggaran Pendapatan dan Pengeluaran Negara APBN untuk masing-masing instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat, 2 Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran Negara APBD untuk masing-masing instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Daerah. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan melaporkan hasil pelaksanaan pengarusutamaan gender secara berkala kepada Presiden. Laporan hasil pelaksanaan pengarusutamaan gender meliputi: 1 hambatan-hambatan yang tejadi, 2 upaya-upaya yang telah dilakukan, dalam mengatasi hambatan yang terjadi, dan 3 hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender. Anggaran Responsif Gender Dalam rangka mempertegas pengarusutamaan gender dalam pembangunan, maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 104 Tahun 2010. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2010, Anggaran Responsif Gender ARG adalah anggaran yang memberimengakomodasi terhadap 2 dua hal: 1. Keadilan bagi perempuan dan laki-laki dengan mempertimbangkan peran dan hubungan gendernya dalam memperoleh akses, manfaat dari program pembangunan, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya; 2. Kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki terhadap kesempatanpeluang dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan. ARG bukan suatu pendekatan yang berfokus pada klasifikasi anggaran. ARG lebih menekankan pada masalah kesetaraan dalam penganggaran. Kesetaraan tersebut berupa proses maupun dampak alokasi anggaran dalam