Dampak Tercapainya Target Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Tabel 21. Dampak Tercapainya Target Pertumbuhan Ekonomi terhadap Proporsi Peningkatan Penyerapan dan Pendapatan Tenaga Kerja Berdasarkan
Formalitas Pekerjaan
Jenis Tenaga Kerja
Proporsi Awal Proporsi Peningkatan
Pertanian Sim1
Industri Sim2
Jasa Sim3
Pertanian, Industri, Jasa
Sim4
1. Formal 30.82
49.45 23.55
46.06 28.91
48.66 36.49
53.91 32.69
51.61 2. Informal
69.18 50.55
76.45 53.94
71.09 51.34
63.51 46.09
67.31 48.39
Ket: Proporsi Tenaga kerja Proporsi Pendapatan tenaga kerja
Meskipun proporsi tenaga kerja formal sangat kecil tapi potensial untuk meningkat lebih besar. Hal ini didasarkan hasil analisis sebelumnya menyatakan
bahwa persentase peningkatan sektor formal lebih tinggi. Artinya, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar berdampak besar terhadap ketersediaan
lapangan pekerjaan formal. Kondisi yang sama tampak ketika target pertumbuhan ekonomi sektoral
tercapai. Proporsi tenaga kerja formal yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, industri dan jasa masing-masing hanya sebesar 23.55 persen,
28.91 persen, dan 36.49 persen. Sedangkan proporsi tenaga kerja informalnya masing-masing sebesar 76.45 persen, 71.09 persen dan sebesar 63.51 persen.
Akan tetapi tenaga kerja informal tersebut hanya mengakumulasi total pendapatan yang jauh lebih kecil yaitu dengan proporsi pendapatan sektor pertanian sebesar
53.94 persen, diikuti oleh sektor industri dan jasa masing-masing dengan proporsi sebesar 51.34 persen dan 46.09 persen.
Tingginya proporsi penyerapan tenaga kerja informal yang diikuti oleh rendahnya proporsi akumulasi pendapatan kelompok pekerja tersebut
mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didorong oleh ketiga sektor utama lebih banyak menyerap tenaga kerja informal berpendapatan
rendah yang rentan terhadap kemiskinan. Kondisi ini semakin melanggengkan struktur tenaga kerja Indonesia yang selama ini telah didominasi oleh tenaga kerja
informal. Data BPS sebelumnya telah menunjukkan bahwa sekitar 60.98 persen rata-rata tenaga kerja Indonesia pada rentang tahun 2007-2010 merupakan tenaga
kerja informal.
Tingginya proporsi tenaga kerja informal terkait erat dengan rendahnya mayoritas sumber daya pekerja baru. Tampak bahwa tenaga kerja baru didominasi
oleh tenaga kerja berpendidikan rendah, yaitu sekitar 70 persen untuk semua sektor Tabel 22.
Tabel 22. Dampak Tercapainya Target Pertumbuhan Ekonomi terhadap Proporsi Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Proporsi Awal
Proporsi Peningkatan Pendidikan Tenaga
Kerja Pertanian
Sim1 Industri
Sim2 Jasa
Sim3 Pertanian,
Industri, Jasa Sim4
1. Tinggi 6.86
7.07 6.99
7.58 7.36
2. Sedang 20.74
15.99 20.47
22.18 20.81
3. Rendah 72.39
76.94 72.53
70.24 71.83
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menciptakan proporsi tenaga kerja informal, yaitu dengan proporsi sebesar 76.45 persen.
Tingginya proporsi tenaga kerja informal yang didorong oleh sektor pertanian disebabkan karena tingginya jumlah buruh tani dan petani berlahan sempit di
Indonesia. Tabel 23. Distribusi Rumahtangga Petani menurut Kelompok Pemilikan Lahan,
Tahun 2007 Kelompok pemilikan
Ha Jumlah rumah tangga petani persen
Pulau Jawa Luar Pulau Jawa
Total Tunakisma
12.4 7.05
8.84 ‐0.25
40.5 20.75
27.35 0.25
‐0.50 16.53
16.6 16.57
0.50 ‐1.00
14.05 9.13
5.25 1.00
‐2.00 7.44
10.37 4.14
1.00 ‐1.25
1.65 9.96
1.93 1.25
‐1.50 3.31
6.22 10.77
1.50 ‐1.75
3.31 4.56
9.39 1.75
‐2.00 0.83
2.49 7.18
2.00 ‐
12.86 12.86
Sumber: Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas 2010 Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas 2010 menyatakan bahwa
jumlah petani dengan penguasaan lahan 0,5 hektar adalah sekitar 44 persen Tabel 23. Pada kelompok ini, jumlah terbanyak adalah pada luasan 0,25 hektar
sebesar 27 persen, sedangkan petani tunakisma tidak memiliki lahan sendiri sehingga menggarap milik orang lain adalah sekitar 9 persen. Pekerja pertanian
dengan kualifikasi demikian mayoritas menghasilkan pekerja informal. Menurut Nazara 2010, sektor pertanian mencakup 60 persen dari total pekerja informal
pada tahun 2009. Hal yang sama didukung oleh penelitian bersama yang dilakukan ADB
dan BPS 2011 pada provinsi Yogyakarta dan Banten. Penelitian tersebut menyatakan bahwa pekerjaan di sektor pertanian di kedua provinsi tersebut
didominasi oleh pekerjaan informal. Tahun 2009, tenaga kerja informal di sektor pertanian di Yogyakarta sebesar 99.8 persen, sedangkan di Banten sebesar 99
persen. Kondisi sebaliknya terjadi ketika ekonomi didorong oleh sektor jasa.
Sektor jasa lebih banyak menyerap tenaga kerja formal dibandingkan sektor lainnya, yaitu sebesar 53.91 persen. Tingginya proporsi peningkatan penyerapan
tenaga kerja formal yang didorong oleh sektor jasa karena sebagian besar sektor jasa memang merupakan sektor formal terutama untuk subsektor sebagai berikut:
1 listrik, gas, dan air minum; 2 hotel dan restoran; 4 perbankan, real estate, dan jasa perusahaan; 3 pemerintahan dan pertahanan, film dan jasa sosial lainnya; 5
pendidikan; 6 kesehatan. Hal ini didukung oleh penelitian Bank Dunia 2010, yang menyatakan bahwa bahwa sektor jasa Indonesia memiliki proporsi tenaga
kerja formal paling tinggi yaitu sebesar 17 persen dari total tenaga kerja tahun 2007, sedangkan sektor pertanian dan industri masing-masing hanya sebesar 4
persen dan 12 persen.