Bukan Angkatan Kerja Perumusan Masalah
tidak hanya memiliki kesempatan yang kecil dalam hal kesempatan bekerja, tetapi juga dalam hal mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak sebagai pekerja
formal. KPPA 2011 mengungkapkan bahwa upah pekerja informal di Indonesia
lebih rendah sekitar 30 persen dari yang diterima pekerja formal. Kondisi pekerja informal tidak hanya lebih buruk dalam hal upah, tetapi umumnya juga kurang
memperoleh asuransi, pelatihan dan hak pensiun. Oleh karena itu tingginya persentase perempuan di sektor informal menggambarkan tingginya persentase
perempuan yang memperoleh upah rendah dengan kondisi pekerjaan yang kurang menguntungkan.
Sebagai pengambil kebijakan, pemerintah Indonesia melalui kebijakan pengeluarannya memiliki peran besar untuk memperbaiki ketimpangan gender di
pasar tenaga. Teori Keynesian menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah akan meningkatkan output nasional. Selanjutnya, peningkatan output membutuhkan
sejumlah tambahan tenaga kerja seperti yang ditunjukkan pada fungsi produksi. Oleh karena itu, dengan kebijakan pengeluaran yang sensitif gender akan mampu
memperbaiki ketimpangan gender di pasar tenaga kerja. Pengeluaran pemerintah yang sensitif gender mengakui ketidaksetaraan
yang mendasar antara laki-laki dan perempuan dan memperbaikinya melalui alokasi sumberdaya publik. Pengeluaran sensitif gender akan mempertimbangkan
penganggaran pemerintah dan manfaat pembangunan yang dicapai baik bagi laki- laki ataupun perempuan sehingga mampu memperkecil ketimpangan gender
dalam segala bidang Balmori, 2003. Upaya pemerintah Indonesia untuk memperbaiki ketimpangan gender
melalui kebijakan pengeluarannya dilakukan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang pelaksanaan pengarusutamaan gender PUG
dalam pembangunan. Inpres ini mengamanatkan semua kementerian dan lembaga untuk mengintegrasikan gender pada setiap tahapan proses pembangunan yaitu
mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi pada semua bidang pembangunan. Inpres ini seharusnya berimplikasi pada
pengeluaran pemerintah yang lebih responsif gender.
Berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa penetapan target pertumbuhan ekonomi cukup efektif mendorong ekonomi Indonesia ke arah
pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi tersebut mampu menyediakan lapangan kerja baru tetapi belum diketahui apakah pertumbuhan ekonomi tersebut
berdampak terhadap perbaikan ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia.
Selanjutnya diketahui juga pengeluaran pemerintah berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan kebijakan kesetaraan gender melalui PUG di
Indonesia telah menjadi kebijakan nasional. PUG memiliki konsekuensi terhadap anggaran pemerintah yang lebih sensitif gender. Akan tetapi masih belum
diketahui bagaimana dampaknya terhadap perbaikan ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Berdasarkan informasi tersebut, maka dikemukakan
perumusan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana dampak tercapainya target pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia?
2. Bagaimana dampak tercapainya target pertumbuhan ekonomi terhadap
ketimpangan gender di pasar tenaga kerja di Indonesia? 3.
Bagaimana dampak pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja di Indonesia?