Ketimpangan Gender di Pasar Tenaga Kerja

Ketimpangan Gender Berdasarkan Karakteristik Produktif yang Identik Menurut Bellante dan Jackson 1983, diskriminasi pasar tenaga kerja berdasarkan gender terjadi jika pekerja yang memiliki karakteristik produktif identik tetapi diperlakukan berbeda karena berasal dari jenis kelamin tertentu. Diskriminasi tersebut merupakan sumber ketimpangan gender yang terjadi antara pekerja laki-laki dan perempuan. Diskriminasi berdasarkan gender di dalam pasar tenaga kerja dibagi ke dalam dua bentuk yaitu diskriminasi upah wage discrimination dan diskriminasi pekerjaan occupational discrimination. Diskriminasi Upah Wage Discrimination Diskriminasi upah terjadi jika perusahaan membayar pekerja perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki dengan kondisi memiliki lama pengalaman yang sama dan bekerja di bawah kondisi yang sama di pekerjaan yang sama. Ilustrasi diskriminasi upah dapat dilihat pada Gambar 4. Sumber: Bellante dan Jackson 1990 Gambar 4. Dampak Diskriminasi Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Perempuan Permintaan tenaga kerja perempuan ditentukan oleh rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki W f W m . Perusahaan yang tidak diskriminatif akan menyamakan upah antara pekerja perempuan W f dan laki-laki W m . Sedangkan perusahaan yang diskriminatif akan menetapkan upah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Perusahaan yang diskriminatif memiliki ukuran yang berbeda-beda W f W m S 1 S 2 A 0.75 1.0 D N 2 N N 1 terhadap upah diskriminatifnya, ada yang rendah dan tinggi. Hal ini menyebabkan kurva permintaan tenaga kerja patah pada titik A. Kurva ini menggambarkan bahwa untuk mempekerjakan perempuan lebih dari N menyebabkan turunnya rasio upah perempuan W f terhadap upah laki-laki W m . Jika penawaran tenaga kerja perempuan relatif kecil S 1 , maka seluruh pekerja perempuan akan direkrut oleh perusahaan yang tidak diskriminatif sehingga tidak terjadi perbedaan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan. Tetapi jika jumlah perempuan yang mencari pekerjaan relatif besar S 2 maka sejumlah perusahaan yang diskriminatif akan merekrut pekerja perempuan sehingga menurunkan rasio upah pekerja perempuan terhadap laki-laki. kombinasi penawaran dan permintaan pekerja perempuan pada Gambar 4 menyebabkan rasio upah turun menjadi 0.75. Diskriminasi Pekerjaan Occupational Discrimination Diskriminasi pekerjaan terjadi jika pekerja perempuan dengan pendidikan dan potensi produktivitas yang sama ditempatkan di pekerjaan dengan upah rendah, sedangkan pekerjaan bergaji tinggi diposisikan untuk laki-laki. Diskriminasi pekerjaan berbeda dengan seagregasi pekerjaan. Seagregasi pekerjaan terjadi jika suatu pekerjaan tertentu didominasi oleh perempuan dan pekerjaan yang lain didominasi oleh laki-laki. Seagregasi pekerjaan menggambarkan diskriminasi pekerjaan jika pilihan pekerjaan bagi gender tertentu tersebut secara langsung dibatasi atau menggambarkan upah yang lebih rendah pada tingkat sumberdaya manusia yang sama. Diskriminasi pekerjaan menyebabkan perempuan terkumpul pada pekerjaan tertentu yang terbatas jumlahnya, sehingga menurunkan upah di pekerjaan tersebut. Di sisi lain, luasnya lapangan pekerjaan yang didominasi laki- laki menyebabkan tingginya permintaan tenaga kerja laki-laki sehingga mendorong upah di sektor-sektor tersebut. Diskriminasi pekerjaan dapat diilustrasikan seperti Gambar 5. Misalkan ada 2 pekerjaan yang secara tradisi pekerjaan M diperuntukan bagi laki-laki dan pekerjaan F diperuntukan bagi perempuan. Tanpa ada diskriminasi pekerjaan, upah di kedua pekerjaan itu adalah sama pada tingkat W e . Hal tersebut terjadi karena ketika upah di salah satu pekerjaan meningkat, menyebabkan terjadinya W e W f perpindahan tenaga kerja dari pekerjaan lebih murah sehingga secara perlahan upah di kedua pekerjaan tersebut bergerak kembali menjadi sama. Ketika ada diskriminasi pekerjaan, peningkatan upah di sektor M tidak menyebabkan perpindahan tenaga kerja perempuan dari sektor F yang bergaji lebih murah ke sektor M yang bergaji lebih tinggi. Hal ini menyebabkan pekerja perempuan akan menumpuk pada sektor F sehingga berdampak pada rendahnya upah W f yang diterima perempuan. Sedangkan laki-laki akan menikmati upah W m yang lebih tinggi karena pasar tenaga kerja di sektor M tidak sejenuh di sektor F. Jadi, adanya diskriminasi menghalangi pekerja perempuan untuk berpindah dari sektor F ke sektor M. Sektor M Sektor F Sumber: Bellante D dan Jackson M 1990 Gambar 5. Dampak Diskriminasi Pekerjaan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Perempuan Gambar 5 menunjukkan bahwa tenaga kerja di kedua sektor dibayar berdasarkan produk marginalnya. Upah yang lebih rendah yang diterima pekerja perempuan bukan karena dibayar di bawah produk marginalnya, melainkan karena tertumpuknya pekerja perempuan pada sektor F yang memaksa produk marginal pekerja perempuan harus diturunkan lebih rendah daripada pasar tenaga kerja yang bebas. Diskriminasi pekerjaan tersebut disebabkan karena empat faktor yaitu: prasangka dari perusahaan, informasi yang kurang sempurna dari perusahaan, prasangka di pihak pekerja, dan prasangka di pihak pelanggan. Umumnya S 2 W f S 1 S 1 S 2 W m D= VMP D= VMP E 2 E 1 E 2 E 1 sumber tingkah laku diskriminasi yang pertama terkait dengan alasan pribadi perusahaan sedangkan tingkah laku ketiga lainnya merupakan akibat dari tingkah laku ingin meraih keuntungan maksimal. Prasangka perusahaan dapat terjadi bila perusahaan secara pribadi menaruh prasangka terhadap pekerja perempuan. Ada kemungkinan seorang perusahaan memiliki alasan pribadi untuk menyukai atau tidak menyukai mempekerjakan pekerja perempuan sehingga mengorbankan keuntungan atas pilihannya tersebut. Sedangkan informasi yang kurang sempurna dari perusahaan bisa terjadi karena perusahaan memiliki pengalaman masa lalu yang menggambarkan bahwa pekerja perempuan memiliki produktivitas lebih rendah. Selain itu perusahaan juga bisa melakukan diskriminasi berdasarkan prasangka yang dimiliki pihak pekerja. Misalkan pekerja laki-laki bisa saja menolak bekerja secara berdampingan dengan pekerja perempuan, di mana hubungan tenaga kerja yang serius mengakibatkan perusahaan hanya memperkerjakan pekerja laki-laki saja. Sumber diskriminasi terakhir adalah prasangka dari pihak pelanggan, di mana pelanggan lebih menyukai pekerja laki-laki atau pekerja perempuan saja sehingga menyebabkan perusahaan melakukan diskriminasi dalam memilih pekerjanya. Keempat sumber diskriminasi tersebut dapat menyebabkan diskriminasi di pasar tenaga kerja, baik itu berupa diskriminasi upah ataupun diskriminasi jabatan. Ketimpangan Gender Berdasarkan Segmentasi Pasar Tenaga Kerja Menurut Hulk 2011, Pasar tenaga kerja di negara-negara berkembang cenderung sangat tersegmentasi dengan upah dan kondisi kerja yang berbeda di setiap sektor dan mobilitas tenaga kerja yang rendah dari pekerjaan kurang produktif ke pekerjaan lebih produktif. Tenaga kerja akan memilih pekerjaan “kurang produktif” sebagai alternatif pekerjaan untuk keluar dari pengangguran. Pekerjaan “kurang produktif” memiliki pendapatan dan kondisi kerja di bawah pekerjaan lebih produktif. Pekerjaan “kurang produktif” seringkali diwakili oleh pekerjaan informal, sedangkan pekerjaan lebih produktif diwakili oleh pekerjaan formal. Menurut ILO, pekerjaan informal adalah pekerjaan dengan upah lebih rendah tidak memiliki perlindungan sosial tunjangan kerja dan asuransi kesehatan seperti pada pekerjaan formal. Ketimpangan dengan kriteria pekerja formal dan informal digunakan oleh Wanjala dan Were 2010 untuk melihat ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Kenya. Wanjala dan Were 2010 menyimpulkan bahwa ketimpangan gender terjadi di pasar tenaga kerja Kenya disebabkan karena perempuan terwakili secara berlebih sebagai pekerja informal.

b. Definisi dan Kriteria Pekerja Formal dan Informal

Merujuk pada Undang-Undang UU Ketenagakerjaan No. 132003, pekerja informal mengacu pada orang yang bekerja tanpa relasi kerja, yang berarti tidak ada perjanjian yang mengatur elemen-elemen kerja, upah dan kekuasaan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi secara umum mendefinisikan sektor informal sebagai semua bisnis komersial dan non-komersial atau aktivitas ekonomi yang tidak terdaftar, yang tidak memiliki struktur organisasi formal dan secara umum memiliki ciri-ciri: dimiliki oleh keluarga, kegiatan berskala kecil, padat karya, menggunakan teknologi yang diadaptasi dan bergantung pada sumber daya lokal. Banyak istilah digunakan para peneliti yang merujuk pada ekonomi informal. Istilah-istilah itu antara lain irregular economy Ferman dan Ferman, 1973, the subterranean economy Gutmann, 1977, the underground economy Simon dan Witte, 1982; Houston, 1987, the black economy Dilnot dan Morris, 1981, the shadow economy Frey, Weck, dan Pommerehne, 1982; Cassel dan Cichy, 1986, dan informal economy Mc Crohan dan Smith, 1986. Istilah formal dan informal dalam ketengakerjaan pertama kali diperkenalkan dalam studi ILO tentang pasar tenaga kerja Ghana. Studi tersebut menyimpulkan ada dualisme dalam pasar tenaga kerja di daerah perkotaan, yaitu sektor informal yang terdiri dari usaha-usaha tidak terdaftar dan berproduktivitas rendah sangat banyak muncul berdampingan dengan sektor formal yang terdiri dari usaha terdaftar dan sektor publik. ILO bersama sekelompok peneliti telah memperluas definisi sektor informal dengan menggunakan istilah ekonomi informal Chen, 2007. Menurut definisi baru ini, ekonomi informal tidak hanya mencakup usaha-usaha yang tidak terdaftar, tetapi juga terkait dengan hubungan kerja yang secara resmi tidak diatur dan tidak dilindungi. Bentuk tidak dilindunginya pekerja informal adalah tidak memiliki perlindungan sosial tunjangan kerja dan asuransi kesehatan seperti yang diberikan kepada tenaga kerja formal. Tenaga kerja Informal umumnya memiliki upah yang lebih rendah dibanding pekerja formal sehingga sering dihubungkan dengan tingkat kemiskinan ILO, 2013. Secara singkat, Bertulfo 2011 meringkas pembagian tenaga kerja formal dan informal menurut ILO seperti yang terlihat pada Tabel 3. Sektor informal mengacu pada usaha informal, sedangkan tenaga kerja informal mengacu pada pekerjaan informal. Tenaga kerja di ekonomi informal didefinisikan sebagai jumlah dari tenaga kerja di sektor informal dan tenaga kerja informal yang berada di luar sektor informal A+B+C. Tabel 3. Matriks Tenaga Kerja Formal dan Informal Jenis Usaha Pekerjaan Informal Pekerjaan Formal Usaha sektor Informal A B Usaha Sektor Formal C D Keterangan: A + C = Orang yang bekerja sebagai tenaga kerja informal A + B = Orang yang bekerja sebagai tenaga kerja di sektor informal C = Tenaga kerja informal di luar sektor informal B = Tenaga kerja formal di dalam sektor informal A + B + C = Total tenaga kerja di dalam ekonomi Selanjutnya, BPS 2009 menyatakan bahwa kegiatan informal mengacu pada kegiatan ekonomi yang umumnya dilakukan secara tradisional oleh organisasi bertingkat rendah ataupun yang tidak memiliki struktur, tidak ada akun transaksi transaction accounts dan ketika terdapat relasi kerja biasanya bersifat musiman casual, pertemanan atau relasi personal, ketimbang berbasis perjanjian kontrak. Secara spesifik, kegiatan informal dan formal merupakan tabulasi silang antara status pekerjaan dan pekerjaan utama seperti yang terlihat pada Tabel 4. Selanjutnya, data yang dikumpulkan BPS tersebut digunakan sebagai data dasar penelitian ini. Status pekerjaan menurut BPS dikategorikan menjadi tujuh, yaitu: 1 Berusaha sendiri