5.3 Rantai, Margin Pemasaran dan Integrasi Pasar Komoditas Gambir di
Kabupaten Limapuluh Kota 5.3.1
Rantai Pemasaran
Hasil dari analisa rantai pemasaran didapatkan bahwa terdapat beberapa lembaga pemasaran yang terlibat dalam rantai pemasaran gambir di Kabupaten
Limapuluh Kota, mulai dari petani sebagai produsen gambir, pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir. Empat rantai pemasaran yang
digunakan petani dalam memasarkan gambir, yaitu :
1. Rantai pemasaran 1 : rantai pemasaran yang digunakan petani dengan melibatkan pedagang pengumpul, pedagang besar, kemudian ke
pedagang yang berada diluar Provinsi Sumatera Barat, dengan jumlah 51 persen transaksi penjualan gambir di Kabupaten Limapuluh Kota.
Gambar 11. Rantai pemasaran gambir 1 di Kabupaten Limapuluh Kota. 2. Rantai pemasaran 2 : rantai pemasaran yang digunakan petani dengan
melibatkan pedagang pengumpul, pedagang besar, kemudian ke eksportir lokal yang berada di Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah
9 persen transaksi gambir di Kabupaten Limapuluh Kota.
Gambar 12. Rantai pemasaran gambir 2 di Kabupaten Limapuluh Kota. 3. Rantai pemasaran 3 : rantai pemasaran yang digunakan petani dengan
melibatkan pedagang besar, kemudian ke pedagang yang berada diluar Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah 34 persen transaksi gambir di
Kabupaten Limapuluh Kota. Gambar 13. Rantai pemasaran gambir 3 di Kabupaten Limapuluh Kota.
Petani Pedagang di Luar
Provinsi Sumatera Barat Pedagang
Besar Pedagang
Pengumpul 72
12 10
Petani Eksportir Lokal yang berada
di Provinsi Sumatera Barat Pedagang
Besar Pedagang
Pengumpul 69,23
11,54 7,69
Petani Pedagang di Luar Provinsi
Sumatera Barat Pedagang
Besar 76
18
4. Rantai pemasaran 4 : rantai pemasaran yang digunakan petani dengan melibatkan pedagang besar, kemudian ke eksportir lokal yang berada di
Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah 6 persen transaksi gambir di Kabupaten Limapuluh Kota.
Gambar 14. Rantai pemasaran gambir 4 di Kabupaten Limapuluh Kota.
Kecenderungan rantai pemasaran yang digunakan petani di lokasi penelitian adalah salah satunya dipengaruhi oleh jenis gambir yang diproduksi oleh petani.
Rantai 1 dan 2 digunakan oleh petani jika di daerah tempatnya berdomisili tidak terdapat pedagang besar, dikarenakan : 1 keadaan atau kondisi spesifik daerah
yang terisolir dibandingkan daerah sentra produksi lain dan letaknya tersebar, 2 keadaan infrastruktur yang tidak memungkinkan armada pedagang besar
menjangkau daerah ini akibat tingginya biaya transportasi untuk mengumpulkan hasil panen dari lokasi yang terpisah-pisah, dan 3 telah ada kerjasama antara
pedagang pengumpul di daerah tersebut dengan pedagang besar di daerah lainnya. Petani yang memproduksi gambir murni lebih cenderung memakai rantai
pemasaran 1 atau 2 dalam pemasaran produknya, dimana sebagian besar gambir murni ini dipasarkan untuk konsumsi dalam negeri. Sebaliknya gambir campuran
umumnya di ekspor untuk konsumen luar negeri dan menggunakan semua rantai pemasaran yang ada dalam pemasarannya.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa mayoritas petani menggunakan rantai pemasaran 1 dalam memasarkan hasil panennya, yang melibatkan pedagang
pengumpul, pedagang besar, kemudian ke pedagang yang berada diluar Provinsi Sumatera Barat. Maksudnya tidak banyak petani yang memiliki akses langsung
untuk menjual hasil produksinya kepada pedagang besar, apalagi ke pasar konsumen yang jaraknya sangat jauh dari sentra produksi. Faktor yang menjadi
pertimbangan utama bagi petani dalam memilih saluran pemasaran yang akan digunakan adalah: 1 jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen
gambir yang membuat mahalnya biaya transportasi, 2 jumlah produksi petani relatif kecil, dan 3 kondisi geografis wilayah dimana lokasi kebun yang
umumnya terpencar dan relatif jauh dari lokasi pemukiman, ditambah dengan sarana jalan ke kebun yang hanya berupa jalan setapak. Faktor diatas membuat
pilihan petani menjadi terbatas dalam memasarkan gambir, sehingga peran pedagang pengumpul sebagai perantara menjadi sangat dibutuhkan. Hasil analisis
ini memperlihatkan keterkaitan antara struktur pasar dengan perilaku dan keragaan pasar gambir di Kabupaten Limapuluh Kota.
Petani Pedagang di Luar Provinsi
Sumatera Barat Pedagang
Besar 73,08
15,38
Eksportir lokal yang berada di Provinsi Sumatera Barat melakukan ekspor dari pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang dengan jarak rata-rata dari sentra
produksi yang ada di Kabupaten Limapuluh Kota ± 250 km. Gambir yang dijual ke pedagang yang berada diluar Provinsi Sumatera Barat umumnya dipasarkan ke
pelabuhan Belawan, Sumatera Utara dan Pulau Jawa, yaitu ke Jakarta, Semarang, Solo dan Magelang.
Rantai pemasaran 3 dan 4 merupakan rantai pemasaran yang pendek dibanding dengan rantai lainnya. Namun berdasarkan kenyataan di lapangan,
harga yang diterima petani relatif tidak jauh selisihnya antara menjual langsung ke pedagang besar ataupun lewat pedagang pengumpul. Ini menjelaskan bahwasanya
kemungkinan telah terjadi kolusi antara pedagang pengumpul dengan pedagang besar dalam penetapan harga gambir ke petani, karena sebagian besar pedagang
pengumpul merupakan anggotaarmada dari pedagang besar yang sudah terikat perjanjian yang sudah dimodali dari pedagang besar untuk melakukan pembelian
gambir ke petani. Kondisi ini menegaskan bahwa tidak ada harga terbaik bagi petani dalam kondisi pasar tidak bersaing sempurna atau oligopsoni, seperti yang
terjadi di Kabupaten Limapuluh Kota. Selama ini terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup besar antara petani dengan eksportir gambir sehubungan dengan
informasi mengenai nilai pasar dari komoditas gambir. Tingkat pengetahuan petani cenderung terbatas dan jauh tertinggal dibandingkan dengan pedagang.
Petani hanya menerima harga yang ditawarkan oleh pedagang. Hal ini yang bisa dilakukan oleh petani jika tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang
adalah membatalkan transaksi, sama sekali tidak menjual atau menjual ke pedagang lain walau perbedaan harga relatif tidak ada.
5.3.2
Margin Pemasaran
Margin pemasaran untuk setiap rantai pemasaran diperoleh dengan mengurangi harga jual pedagang akhir dengan harga jual petani. Rantai pemasaran
1, 3 dan 4 secara umum mempunyai margin pemasaran yang lebih besar. Besarnya margin pemasaran di masing-masing
rantai berturut-turut Rp. 7.000,-kg 28, Rp. 8.000,-kg 30,77, Rp. 6.000,-kg 24 dan
Rp. 7.000,-kg 26,92, dengan margin tertinggi di rantai 2, mencapai 30,77 persen dari harga akhir.
Hal ini disebabkan: 1 perbedaan jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, 2 perbedaan harga jual yang diterima petani untuk
setiap pilihan rantai pemasaran, apakah menjual kepada pedagang pengumpul atau langsung pada pedagang besar, dan 3 perbedaan harga jual di tingkat akhir.
Besarnya margin pemasaran untuk setiap rantai pemasaran gambir tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11. Margin pemasaran tiap-tiap simpul pemasaran gambir di Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2014
Pelaku Pasar R. Pemasaran 1
R. Pemasaran 2 R. Pemasaran 3
R. Pemasaran 4 Nilai
Nilai Nilai
Nilai Rpkg
Rpkg Rpkg
Rpkg 1. Petani
transportasi 300
1.20 300
1.15 300
1.20 300
1.15 harga jual
18000 72.00
18000 69.23
19000 76.00
19000 73.08
2. Pedagang Pengumpul harga beli
18000 72.00
18000 69.23
bongkar muat 100
0.40 100
0.38 transportasi
300 1.20
300 1.15
penjemuran 500
2.00 500
1.92 gudang
100 0.40
100 0.38
keuntungan 2000
8.00 2000
7.69 margin pemasaran
3000 12.00
3000 11.54
harga jual 21000
84.00 21000
80.77 3. Pedagang Besar
harga beli 21000
84.00 21000
80.77 19000
76.00 19000
73.08 bongkar muat
100 0.40
100 0.38
100 0.40
100 0.38
transportasi 500
2.00 300
1.15 500
2.00 300
1.15 penjemuran
300 1.20
300 1.15
300 1.20
300 1.15
sortasi 100
0.40 100
0.38 100
0.40 100
0.38 gudang
100 0.40
100 0.38
100 0.40
100 0.38
pengemasan 75
0.30 50
0.19 75
0.30 50
0.19 keuntungan
1325 5.30
1050 4.04
3325 13.30
3050 11.73
margin pemasaran 2500
10.00 2000
7.69 4500
18.00 4000
15.38 harga jual
23500 94.00
23000 88.46
23500 94.00
23000 88.46
4. Pedagang di Luar Sumbar harga beli
23500 94.00
23500 94.00
bongkar muat 100
0.40 100
0.40 grading
100 0.40
100 0.40
gudang 100
0.40 100
0.40 pengemasan
50 0.20
50 0.20
keuntungan 1150
4.60 1150
4.60 margin pemasaran
1500 6.00
1500 6.00
harga jual 25000 100.00
25000 100.00 5. Eksportir Lokal
harga beli 23000
88.46 23000
88.46 biaya ekspor
800 3.08
800 3.08
grading 100
0.38 100
0.38 biaya lainnya
350 1.35
350 1.35
keuntungan 1750
6.73 1750
6.73 margin pemasaran
3000 11.54
3000 11.54
harga jual 26000
100.00 26000
100.00
Berdasarkan hasil analisis diatas terlihat bahwa semakin banyak jumlah lembaga pemasaran yang terlibat akan menyebabkan bertambah panjangnya rantai
pemasaran sehingga mengakibatkan bertambahnya biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil oleh setiap pelaku pasar tersebut. Hal ini berdampak
pada rendahnya pendapatan petani yang diperoleh dalam pemasaran komoditas gambir.
Jumlah keuntungan yang diambil oleh pedagang di rantai pemasaran 1 adalah Rp. 4.475,-kg atau 17,70 persen dari harga pada pedagang akhir atau
63,93 persen bila dibandingkan dengan besarnya margin pemasaran. Sedangkan jumlah biaya yang dikorbankan pedagang sebesar Rp. 2.525,-kg atau
10,10 persen dari harga pada pedagang akhir atau 36,07 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi di rantai pemasaran ini
diperoleh pedagang gambir yang berada diluar Sumbar yaitu sebesar 3,29. Jumlah keuntungan yang diambil oleh pedagang di rantai pemasaran 2, 3 dan 4 masing-
masing sebesar Rp. 4.800,-kg atau 18,46 persen dari harga pada pedagang akhir, Rp. 4.475,-kg atau 17,90 persen dari harga pada pedagang akhir dan
Rp. 4.800,-kg atau 18,46 persen dari harga pada pedagang akhir. Jika keuntungan
tersebut dibandingkan dengan margin pemasaran masing-masing rantai pemasaran, maka besarnya berturut-turut di rantai pemasaran 2, 3 dan 4 adalah
60 persen, 74,58 persen dan 68,57 persen.
Jumlah biaya yang dikorbankan pedagang dirantai pemasaran 2 adalah Rp. 3.200,-kg atau 12,31 persen dari harga pada pedagang akhir atau
40,00 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi di rantai pemasaran ini diperoleh pedangang pengumpul yaitu sebesar
2,00. Jumlah biaya yang dikorbankan pedagang di rantai pemasaran 3 adalah Rp. 1.525,-kg atau 6,10 persen dari harga pada pedagang akhir atau 25,42 persen
dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi di rantai pemasaran ini diperoleh pedagang gambir yang berada di luar Sumbar yaitu
sebesar 3,29. Jumlah biaya yang dikorbankan pedagang di rantai pemasaran 4 adalah Rp. 2.200,-kg atau 8,46 persen dari harga di tingkat pedagang akhir atau
31,43 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi di rantai pemasaran ini diperoleh pedagang besar sebesar 3,21.
Berdasarkan analisis margin pemasaran dan perbandingan rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran dalam
mendistribusikan gambir, terlihat bahwa rantai pemasaran 3 relatif lebih baik dibanding lainnya. Hal ini terlihat dari kecilnya margin pemasaran, tingginya
persentase harga jual akhir yang ikut dinikmati petani dan relatif seimbangnya pendistribusian keuntungan dan biaya antar lembaga pemasaran yang ada. Namun
tidak semua petani bisa untuk melakukan penjualan gambir melalui rantai pemasaran ini karena faktor jarak dan tingginya biaya transportasi dari tempat
produksi gambir ke tempat pedagang besar berada.
Rantai pemasaran 2 merupakan rantai pemasaran dengan margin pemasaran tertinggi namun dengan nilai share terendah untuk petani. Ini karena harga jual di
tingkat petani hanya sebesar 69,23 persen dibanding dengan harga jual pada pedagang akhir. Dalam rantai pemasaran ini petani menerima keuntungan paling
kecil dibandingkan dengan rantai pemasaran lainnya. 5.3.3
Integrasi Pasar
Integrasi pasar bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara pasar dengan pasar lain yang menjadi rujukan yang mempengaruhinya, yang dilihat
berdasarkan pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar atau lebih. Model yang digunakan untuk menganalisisnya merujuk pada model yang
dikembangkan oleh Ravallion 1986 dan Heytens 1986. Model didasarkan pada hubungan bedakala lag bersebaran autoregresive antara harga di tingkat petani
dengan harga di pasar acuan yaitu harga di tingkat eksportir. Koefisien 1 + b
1
, b
2
dan b
3
- b
1
dari hasil analisis diperoleh dengan menggunakan software SAS versi 9.1.3 dengan menginput data time series harga jual gambir di tingkat petani
dan di tingkat eksportir 1994 sampai 2013. Rincian data yang digunakan dalam analisis integrasi pasar dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis integrasi
pasar tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil dugaan parameter integrasi pasar komoditas gambir di Kabupaten Limapuluh Kota
Variabel bebas Peubah Parameter
dugaan Beta P_value
Significance
Bedakala harga gambir di tingkat petani P
ft-1
Selisih harga gambir di tingkat eksportir DPe Bedakala harga gambir di tingkat eksportir P
et-1
F-hitung 0,9441
0,0538 0,096
37,40 0,0001
0,4464 0,9279
0,0001 Koefisien determinasi R
2
R
2
- adjusted IMC
0,8752 0,8518
9,83
Dari Tabel 12, dihasilkan persamaan regresi keterpaduanintegrasi pasar harga gambir di tingkat petani P
ft
dengan harga gambir di tingkat eksportir P
et
sebagai berikut : P
ft
= 1+b
1
P
ft-1
+ b
2
P
et
- P
et-1
+ b
3
- b
1
P
et-1
menjadi P
ft
= 0,9441P
ft-1
+ 0,0538P
et
- P
et-1
+ 0,096P
et-1
Nilai koefisien sebesar 0,0538 pada persamaan regresi di atas menunjukkan nilai b
2
yang merupakan nilai elastisitas transmisi harga yaitu seberapa jauh
perubahan harga di tingkat eksportir ditransmisikan ke tingkat petani. Semakin dekat nilai parameter b
2
dengan 1, maka akan semakin baik keterpaduan pasar. Nilai dugaan parameter b
2
dari hasil analisis diatas, berarti jika terjadi perubahan harga sebesar 10 satuan harga rupiah di tingkat eksportir, maka perubahan harga
yang akan diteruskan sampai ke tingkat petani hanya sebesar 0,53 rupiah saja, ceteris paribus
. Hal ini mencerminkan tidak simetrisnya transmisi harga oleh pihak eksportir atau dengan perkataan lain, terjadinya perubahan harga di tingkat
eksportir tidak ditransmisikan secara sempurna ke tingkat petani. Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa kontribusi harga pada periode
sebelumnya, baik di tingkat petani maupun di tingkat eksportir, terhadap harga yang berlaku sekarang di tingkat petani memiliki nilai kurang dari satu. ini
menunjukkan bahwa pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani pada periode sebelumnya lebih besar terhadap pembentukan harga di tingkat petani yang
berlaku saat ini, dibandingkan dengan pengaruh harga di tingkat eksportir pada periode sebelumnya. Pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani pada periode
sebelumnya terhadap pembentukan harga pasar di tingkat petani saat ini adalah sebesar 0,9441. Pengaruh perubahan harga yang berlaku di tingkat eksportir pada
periode sebelumnya terhadap pembentukan harga di tingkat petani yang berlaku saat ini juga kurang dari satu, hanya saja pengaruhnya jauh lebih kecil yakni
sebesar 0,0096. Hal ini mengindikasikan bahwa ada stok tertentu yang disimpan di gudang oleh pedagang sampai pada tingkatan jumlah tertentu sebelum gambir
dijual lagi ke pedagang yang berada diatasnya sesuai dengan besarnya kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Hasil analisis memperlihatkan nilai IMC pasar komoditas gambir tinggi yaitu 9,83, artinya pasar di tingkat petani dan eksportir belum terintegrasi dengan
baik. Ini memperlihatkan bahwa integrasi pasar yang terjadi sangat lemah. Pasar dalam kondisi persaingan tidak sempurna dan sistem pemasaran gambir tidak
efisien. Ini juga berarti dalam praktek penentuan harga komoditas gambir, perubahan harga hanya sedikit yang diteruskan oleh eksportir sampai ke tingkat
petani. Perubahan harga pada tingkat eksportir tidak ditransmisikan secara sempurna kepada petani.
Implikasi lain dari besaran nilai IMC yaitu faktor yang menjadi penentu bagi pembentukan harga gambir yang berlaku saat ini di tingkat petani merupakan
harga gambir yang berlaku pada periode sebelumnya pada tingkat petani. Kondisi ini sejalan dengan praktek pembentukan harga gambir di lokasi penelitian, dimana
harga gambir saat ini biasanya mengacu pada harga gambir saat panen sebelumnya. Eksportir atau pedagang besar yang menentukan harga. Harga
gambir relatif stagnan dari tahun ke tahun. Hal ini salah satunya diduga karena eksportir sudah mengadakan perjanjiankontrak terlebih dahulu dengan pembeli
atau importir dari luar negeri, maka harga yang ditentukan eksportir cenderung mengacu pada harga gambir sebelumnya dan akan tetap selama jumlah kontrak
belum terpenuhi. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna dimana rantai
pemasaran gambir dikuasai oleh sedikit pedagang besar akan memungkinkan terjadinya praktek kolusi dalam penentuan harga dalam transaksi jual beli gambir.
Posisi tawar petani dalam pembentukan harga sangat lemah. Petani hanya bertindak sebagai penerima harga dari pedagang. Penyebab kondisi diatas adalah:
1 kondisi pasar gambir tidak bersaing, struktur yang terbentuk di pasar gambir Limapuluh Kota adalah pasar oligopsoni, dalam kondisi tersebut tidak akan ada
harga terbaik bagi petani karena daya tawar petani sangat rendah dalam menghadapi pedagang, 2 kondisi fisik lokasi sentra produksi usahatani gambir
yang banyak berada di daerah pedesaan yang relatif terpencil dan reltif terbatas infrastrukturnya sehingga terjadi kesenjangan informasi dan teknologi di tingkat
petani, yang membuat eksportir bisa mengendalikan, menentukan dan menetapkan harga dalam transaksi jual beli gambir, 3 secara kelembagaan, petani di lokasi
penelitian belum terorganisasi dengan baik, hanya 23,96 persen petani yang tergabung dalam kelompok tani dan semua responden tidak ada yang menjadi
anggota koperasi, walaupun di Kecamatan Kapua IX sebagai lokasi penelitian memiliki koperasi khusus petani gambir. Kelompok tani yang ada pun aktifitasnya
terbatas pada kegiatan arisan, sosial kemasyarakatan dan gotong royong di lahan anggota secara bergiliran, sehingga keberadaan kelompok tani menjadi tidak
terberdayakan, petani tidak lebih dari individu bukan kesatuan individu pemasok bahan baku dari pedagang.
5.4 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan