Secara geografis, terletak pada 0
o
25’28,71” LU – 0
o
22’14,52” LS dan 100
o
50’44,10” BT - 100
o
50’47,80” BT dengan luas wilayah 3.354,30 Km
2
yang berarti 7,94 dari luas daratan Provinsi Sumatera Barat yang luasnya
42.229,64 Km
2
. Secara administratif, Kabupaten Limapuluh Kota sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar Provinsi Riau,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sijunjung, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten
Pasaman, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kampar Provinsi Riau dan sebelah tengah berbatasan dengan Kota Payakumbuh.
Setelah dilakukan pemilihan lokasi penelitian pada tingkat kabupaten dan kecamatan, selanjutnya dilakukan penentuan lokasi penelitian pada tingkat
kenagarian. Kenagarian atau nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah sendiri dan merupakan ciri khas pemerintahan
daerah Sumatera Barat, yang setingkat dengan desa. Jumlah kenagarian di Kecamatan Kapua IX sebanyak 7 nagari dan Kecamatan Lareh Sago Halaban
sebanyak 8 nagari.
Pemilihan kenagarian ditentukan secara sengaja di dua kecamatan tersebut dan yang terpilih di Kecamatan Kapua IX adalah Kenagarian Koto Lamo, Durian
Tinggi, Sialang, Galugua dan Lubuak Alai. Lalu kenagarian Halaban di Kecamatan Lareh Sago Halaban. Penelitian dilakukan selama 5 bulan dari bulan
Juni 2014 sampai Oktober 2014. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 6.
3.2 Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan
kuesioner dan wawancara. Data sekunder diperoleh dari instansi yang berkaitan dengan komoditas ini. Penentuan lokasi kebun eksisting berdasarkan survei
lapangan yang dilakukan oleh peneliti.
Penentuan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan kebun gambir, didasarkan pada aspek biofisik dan ketersediaan lahan menggunakan peta
penggunaan lahan eksisting, satuan peta lahan land unit, peta RTRW, peta penunjukan kawasan hutan, peta administrasi, kriteria kesesuaian lahan tanaman
gambir. Data diperoleh dari Bappeda Kabupaten Limapuluh Kota, Distanhorbun Kabupaten Limapuluh Kota, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian
BBSDLP Bogor.
Analisis rantai, margin tataniaga serta integrasi pasar dalam rantai pemasaran gambir menggunakan data harga di tingkat petani, harga gambir di tiap
simpul rantai pemasaran. Hubungan tujuan penelitian, jenis dan sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan dalam penelitian ini tertera pada
Tabel 4.
Gambar 6. Peta lokasi penelitian Tabel 4. Tujuan, jenis dan sumber data, teknik analisis dan output yang diharapkan
No. Tujuan
Jenis Data Sumber Data
Teknik Analisis Output
yang diharapkan
1. Mengetahui penggunaan lahan
kebun gambir eksisting
Peta kebun gambir eksisting •
Kelompok tani •
Distanhorbun Kabupaten Limapuluh Kota
• Bappeda Kabupaten Limapuluh Kota
Analisis spasial dengan metode
Sistem Informasi Geografis SIG
Diketahuinya wilayah dan luas eksisting
dari kebun gambir
2. Menentukan lokasi yang
berpotensi untuk pengembangan kebun gambir berdasarkan aspek
biofisik dan ketersediaan lahan
Peta penggunaan lahan land use eksisting
Peta satuan lahan land unit
Peta administrasi
Peta kawasan hutan
Kriteria kesesuaian lahan gambir
Peta RTRW
• Balai Besar Sumberdaya Lahan
Pertanian BBSDLP •
Distanhorbun Kabupaten Limapuluh Kota
• Bappeda Kabupaten Limapuluh Kota
Analisis spasial dengan metode
Sistem Informasi Geografis SIG
Diketahuinya wilayah yang berpotensi untuk pengembangan
kebun gambir berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan
3. Menganalisis rantai, margin
pemasaran dan integrasi pasar komoditas gambir di Kabupaten
Limapuluh Kota Harga gambir di tingkat petani,
harga gambir di tiap simpul rantai pemasaran gambir
• Distanhorbun Kabupaten Limapuluh
Kota •
Kuesioner serta wawancara dengan petani dan pedagang pengumpul di
tiap simpul rantai pemasaran gambir •
Direktorat Tanaman Semusim Departemen Pertanian RI
• BPS Kabupaten Limapuluh Kota
Analisis rantai, margin pemasaran
dan analisis integrasi pasar
Diketahuinya tingkat efisiensi margin tataniaga, keterpaduan
pasar komoditas gambir di Kabupaten Limapuluh Kota
4. Mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi pengembangan komoditas gambir
menurut pendapat stakeholders dan analisa usahatani komoditas
gambir di Kabupaten Limapuluh Kota
Hasil wawancara dan kuesioner
Usaha tani kebun gambir harga
dan jumlah bibit, upah dan jumlah tenaga kerja, harga dan jumlah
sarana produksi, harga jual gambir •
Stakeholders •
Kuesioner serta wawancara dengan petani
• Analytical
Hierarchy Process AHP
• Analisis Usahatani
Diketahuinya pendapat stakeholders
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pengembangan komoditas gambir dan diketahuinya analisa usahatani
komoditas gambir di Kabupaten Limapuluh Kota
5. Menyusun arahan pengembangan
komoditas gambir dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah
di Kabupaten Limapuluh Kota Hasil olahan empat tujuan
sebelumnya Hasil olahan data wilayah yang
berpotensi secara biofisik, lingkungan dan ketersediaan lahan, analisis
usahatani, margin tataniaga dan persepsi stakeholders
Sintesis Arahan pengembangan komoditas
gambir dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah
di Kabupaten Limapuluh Kota
Pedagang yang dijadikan sampel meliputi pedagang pengumpul 4 orang, pedagang besar 2 orang, pedagang besar luar provinsi Sumbar 2 orang dan
2 orang eksportir lokal. Penentuan pedagang yang dijadikan responden dilakukan secara purposive sampling dengan tujuan untuk menghindari pengambilan sampel
yang tidak tepat. Pedagang gambir yang dijadikan sampel merupakan pedagang yang melakukan pembelian gambir petani yang berada pada kedua kecamatan
terpilih.
Menjaring pendapat stakeholders untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan gambir dilakukan dengan teknik AHP melalui
wawancara dan pengisian kuesioner pendahuluan dengan pendekatan purposive sampling
. Pengambilan sampel pihak terkait dengan budidaya tanaman gambir yaitu dari Sekretariat Daerah Kabupaten Limapuluh Kota, Distanhorbun
Kabupaten Limapuluh Kota, Bappeda Kabupaten Limapuluh Kota, Anggota DPRD Kabupaten Limapuluh Kota, Badan Penyuluhan Pertanian Peternakan
Kehutanan yang ada di kecamatan terpilih, Diskoperindag Kabupaten Limapuluh Kota, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Solok, Dosen Universitas
Andalas dan Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Jumlah responden sebanyak 12 orang tersebut dipilih secara sengaja purposive. Kuesioner tahap pertama
dipadukan dengan referensi yang terkait dengan pengembangan kebun gambir, yang nantinya akan menjadi dasar pertanyaan pada kuesioner utama untuk analisis
AHP. Kuesioner utama digunakan untuk menjaring pendapat responden guna mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan kebun gambir
di Kabupaten Limapuluh Kota, wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan dengan pendekatan purposive sampling dan responden ditentukan berdasarkan
pertimbangan penelitian.
Dalam penyusunan kebun gambir menurut potensi, dihitung analisis usahatani pengusahaan kebun gambir. Data yang digunakan untuk analisis adalah
biaya bibit gambir, upah dan pemakaian tenaga kerja, sarana produksi, harga jual gambir serta produksi gambir dalam satuan hektar. Data diperoleh melalui
wawancara dan kuesioner dengan petani. Pengambilan petani sampel dilakukan secara purposive. Petani sampel adalah petani yang memiliki curahan kerja utama
pada usahatani gambir dan kebun mereka tersebut telah berproduksi.
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja purposive yang menjadi sentra produksi gambir yaitu Kecamatan Kapua IX dan Kecamatan Lareh Sago Halaban.
Penentuan lokasi tersebut dengan pertimbangan: 1 merupakan sentra produksi gambir; 2 untuk melihat keragaman serta keragaan usahatani dan pemasaran
gambir di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota; 3 supaya tidak terjadi pengelompokan pada wilayah tertentu sehingga memungkinkan lokasi penelitian
tersebar. Namun pemilihan kedua kecamatan tersebut tidak dimaksudkan untuk dilakukan perbandingan.
Kecamatan Kapua IX dipilih berdasarkan kontribusi tinggi dalam luas areal tanam dan produksi gambir, masing-masing 38,45 persen dan 45,57 persen
terhadap produksi gambir Kabupaten Limapuluh Kota. Sedangkan pemilihan Kecamatan Lareh Sago Halaban didasarkan pada pertimbangan karena merupakan
daerah pertama penghasil gambir di Kabupaten Limapuluh Kota dan sampai sekarang masih menghasilkan gambir dengan mutu kualitas A yang dikenal
dengan nama Gambir Halaban I. Pemilihan kenagarian ditentukan secara sengaja pada kedua kecamatan tersebut. Jumlah petani gambir menurut hasil Sensus
Pertanian tahun 2003, di Kabupaten Limapuluh Kota terdapat 9.056 rumahtangga petani. Rumahtangga petani gambir untuk kedua kecamatan terpilih sebanyak
3.316 rumahtangga dengan perincian masing-masing: 3.201 rumahtangga petani di Kecamatan Kapua IX, lalu sebanyak 115 rumahtangga petani di Kecamatan
Lareh Sago Halaban. Sampel berukuran 1 persen dari jumlah rumahtangga petani yang ada di daerah tersebut. Banyaknya sampel yang diambil yaitu sebanyak
32 orang untuk Kecamatan Kapua IX dan 25 orang untuk Kecamatan Lareh Sago Halaban. Sampel di Kecamatan Lareh Sago Halaban melebihi angka 1 persen agar
didapat jumlah responden yang mewakili dari rumahtangga yang ada di wilayah tersebut jika dibandingkan dengan hanya menggunakan responden sebanyak 2
orang dari jumlah rumahtangga petani yang ada di kecamatan tersebut.
Arahan pengembangan komoditas gambir dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Limapuluh Kota disusun dengan mensintesiskan
hasil olahan dari empat tujuan penelitian sebelumnya. Pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan kebun gambir diantaranya menyangkut aspek
biofisik, lingkungan dan ketersediaan lahan, kelayakan usahatani pengusahaan kebun gambir, pemasaran gambir serta pendapat stakeholders. Arahan
pengembangan kebun gambir secara biofisik dibuat kedalam tiga prioritas utama yang sesuai.
3.3 Teknik Analisis Data