Rantai dan Margin Pemasaran serta Integrasi Pasar

dimanapun keberadaannya merupakan komponen lingkungan hidup yang secara mutlak harus dilindungi atau dihindarkan dari dampak yang merugikan, maka konservasi tanah menjadi suatu keharusan bagi membuat lingkungan hidup terhunikan. Pokok dari evaluasi lahan adalah penentuan jenis penggunaan lahan jenis tanaman dan tingkat pengelolaannya yang akan diterapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhannya, dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan lahan pertumbuhan tanaman tersebut dengan kualitas lahan, sehingga didapat kelas kesesuaian lahannya secara fisik. Dalam evaluasi lahan ekonomi kuantitatif, dilanjutkan dengan analisa ekonomi serta sosial dan lingkungan sehingga didapatkan penggunaan lahan yang optimal dan berkelanjutan Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Klasifikasi kelas kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi yang dikembangkan oleh FAO 1976. Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia Sitorus, 1985. Hasil penelitian kesesuaian lahan dapat berupa kelas kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, kelas kesesuaian lahan aktual menyatakan kesesuaian lahan berdasarkan data dari hasil survei tanah atau sumberdaya lahan, belum mempertimbangkan masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas yang berupa sifat lingkungan fisik termasuk sifat-sifat tanah dalam hubungannya dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha perbaikan. Usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonominya. Artinya, lahan tersebut dibatasi kendala-kendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan-lahan dengan kesesuaian lahan S1 memerlukan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan lahan dengan kelas S2 dan S3. Prioritas satu diarahkan pada lahan yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu lahan semak, padang rumput, tegalan dan alang-alang. Prioritas dua merupakan lahan yang telah digunakan masyarakat yaitu penggunaan lahan kebun rakyat. Lahan arahan dimasukkan dalam prioritas satu karena lahan ini merupakan lahan yang akan diusahakan masyarakat untuk pengembangan tanaman gambir.

2.7 Rantai dan Margin Pemasaran serta Integrasi Pasar

Menurut Adi 2011, penjualan gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah kombinasi antara pedagang mendatangi petani ataupun petani mendatangi pedagang. Penjualan gambir juga dilakukan di pasar, terutama pasar pengumpul. Kebanyakan petani telah memiliki pedagang pengumpul langganan tempat mereka menjual gambirnya. Bahkan, ada petani yang terikat untuk menjual produknya kepada pedagang pengumpul tertentu karena petani memiliki pinjaman kepada pedagang tersebut. Selanjutnya, pengumpul akan mengirimkan gambirnya kepada pedagang pengumpul lain atau kepada eksportir. Dalam prakteknya, rantai perdagangan tersebut mungkin lebih panjang karena berpindah dari satu pedagang ke pedagang lain hingga sampai ke eksportir. Dari Kabupaten Lima Puluh Kota, sebagian gambir dikirimkan kepada eksportir di Padang atau Medan dan sebagian lain dikirimkan kepada pedagang lain di Pekanbaru. Panjangnya rantai perdagangan gambir menyebabkan tidak efisiennya kegiatan transportasi. Efisiensi sistem pemasaran suatu usaha diukur dengan pendekatan margin tataniaga dan keterpaduan pasar. Margin tataniaga memiliki dua pengertian. Pertama, margin tataniaga tersebut adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima petani. Kedua, margin tataniaga merupakan imbalan yang diberikan konsumen kepada lembaga tataniaga. Komponen tataniaga terdiri dari biaya tataniaga atau biaya fungsional functional cost yaitu biaya-biaya yang diperlukan lembaga tataniaga untuk melakukan fungsi tataniaga dan keuntungan profit lembaga tataniaga. Soekartawi 2002 menjelaskan bahwa besarnya biaya pemasaran berbeda-beda tergantung kepada beberapa faktor, yaitu: macam komoditas, lokasi pengusahaan, macam dan peranan lembaga pemasaran dan efektifitas pemasaran. Semakin pendek rantai tataniaga, maka biaya tataniaga semakin rendah, margin tataniaga juga semakin rendah dan harga yang harus dibayar konsumen juga rendah serta harga yang diterima produsen tinggi. Analisis keterpaduan pasar adalah analisis yang digunakan untuk mengevaluasi seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga tataniaga dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk melihat fenomena ini. Salah satunya adalah metode Autoregressive Distributed Lag yang dikembangkan oleh Ravallion 1986 dan Heytens 1986.

2.8 Peranan Stakeholders didalam Pembangunan Pertanian