terhadap produksi gambir Kabupaten Limapuluh Kota. Sedangkan pemilihan Kecamatan Lareh Sago Halaban didasarkan pada pertimbangan karena merupakan
daerah pertama penghasil gambir di Kabupaten Limapuluh Kota dan sampai sekarang masih menghasilkan gambir dengan mutu kualitas A yang dikenal
dengan nama Gambir Halaban I. Pemilihan kenagarian ditentukan secara sengaja pada kedua kecamatan tersebut. Jumlah petani gambir menurut hasil Sensus
Pertanian tahun 2003, di Kabupaten Limapuluh Kota terdapat 9.056 rumahtangga petani. Rumahtangga petani gambir untuk kedua kecamatan terpilih sebanyak
3.316 rumahtangga dengan perincian masing-masing: 3.201 rumahtangga petani di Kecamatan Kapua IX, lalu sebanyak 115 rumahtangga petani di Kecamatan
Lareh Sago Halaban. Sampel berukuran 1 persen dari jumlah rumahtangga petani yang ada di daerah tersebut. Banyaknya sampel yang diambil yaitu sebanyak
32 orang untuk Kecamatan Kapua IX dan 25 orang untuk Kecamatan Lareh Sago Halaban. Sampel di Kecamatan Lareh Sago Halaban melebihi angka 1 persen agar
didapat jumlah responden yang mewakili dari rumahtangga yang ada di wilayah tersebut jika dibandingkan dengan hanya menggunakan responden sebanyak 2
orang dari jumlah rumahtangga petani yang ada di kecamatan tersebut.
Arahan pengembangan komoditas gambir dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Limapuluh Kota disusun dengan mensintesiskan
hasil olahan dari empat tujuan penelitian sebelumnya. Pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan kebun gambir diantaranya menyangkut aspek
biofisik, lingkungan dan ketersediaan lahan, kelayakan usahatani pengusahaan kebun gambir, pemasaran gambir serta pendapat stakeholders. Arahan
pengembangan kebun gambir secara biofisik dibuat kedalam tiga prioritas utama yang sesuai.
3.3 Teknik Analisis Data
3.3.1 Penentuan Kebun Gambir Eksisting
Penentuan kebun eksisting menggunakan analisis spasial dengan metode sistem informasi geografis SIG. Peta merupakan gabungan titik koordinat yang
dihasilkan dari penunjukan posisi kebun gambir pada peralatan GPS. Selanjutnya koordinat tersebut diplot ke peta penggunaan lahan yang berasal dari RTRW
Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2012 -2032.
Analisis selanjutnya dengan memisahkan penggunaan lahan untuk hutan primer, hutan sekunder, kolam air tawar, kebun rakyat, sawah beririgasi, sawah
tadah hujan, tanah terbuka, tegalanladang serta yang terakhir pemukimanlahan terbangun.
3.3.2 Penentuan Lokasi yang Berpotensi untuk Pengembangan Kebun
Gambir Berdasarkan Aspek Biofisik dan Ketersediaan Lahan
Untuk menentukan lokasi yang berpotensi berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan, teknik analisisnya juga menggunakan analisis spasial dengan
metode sistem informasi geografis SIG. Analisis diawali dengan menentukan wilayah yang tersedia untuk pengembangan kebun gambir dengan cara
menumpangtindihkan overlay peta penggunaan lahan eksisting, peta penunjukan kawasan hutan, peta RTRW dan peta administrasi, maka diperoleh wilayah yang
tersedia untuk pengembangan kebun gambir. Wilayah yang tersedia belum tentu berpotensi atau sesuai untuk pengembangan kebun gambir. Langkah selanjutnya,
peta wilayah yang tersedia di-overlay dengan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman gambir, sehingga diperoleh wilayah yang berpotensi sesuai dan tersedia
untuk pengembangan kebun gambir.
Penentuan kesesuaian lahan aktual tanaman gambir dengan menggunakan peta satuan lahan land unit dan karakteristiknya dipadukan dengan kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman gambir. Peta kesesuaian lahan aktual tanaman umumnya merujuk pada analisis kesesuaian lahan menurut metode FAO 1976.
Sistem ini dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Dalam analisis wilayah
yang berpotensi pada penelitian ini, digunakan kriteria kesesuaian lahan gambir yang merujuk pada kriteria yang disusun oleh Djaenudin et al. 2011 dan
dipublikasikan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada tiap satuan lahan
di Kabupaten Limapuluh Kota.
Kelas kesesuaian lahan terdiri atas kelas Sesuai S1, S2 dan S3 dan kelas Tidak Sesuai N1 dan N2. Menurut Sitorus 2004 dan Hardjowigeno dan
Widiatmaka 2007, sistem ini menjabarkan kelas kesesuaian lahan sebagai: Tingkat Ordo Order. Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan
yang tergolong Sesuai S dan Tidak Sesuai N. Pada tingkat kelas, lima tingkat kelas tersebut dimodifikasi oleh Djaenudin et al. 2011 menjadi empat kelas dan
digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
Kelas S1 : Sangat Sesuai Highly suitable Lahan ini tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap
penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktifitas lahan secara nyata.
Kelas S2 : Cukup Sesuai Moderately suitable
Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan masukan input. Pembatas
tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
Kelas S3 : Sesuai Marginal Marginally suitable
Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan masukan yang
lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada kelas ini memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya
bantuan atau campurtangan pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N : Tidak Sesuai Not suitable
Lahan yang tidak sesuai N karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat danatau sulit diatasi.
Dalam evaluasi kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Bagan alir penelitian Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data
yang ada dan belum mempertimbangkan usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada. Kesesuaian lahan
potensial adalah keadaan lahan yang dicapai setelah adanya usaha-usaha
• Peta administrasi Kab. Limapuluh Kota
• Peta penunjukan kawasan hutan
• Peta RTRW Kab. Limapuluh Kota
Peta wilayah yang tersedia untuk pengembangan gambir
Overlay •
Peta wilayah yang berpotensi pengembangan gambir sesuai dan tersedia
• Peta lokasi arahan pengembangan kebun gambir
Arahan pengembangan komoditas gambir dalam rangka pengembangan ekonomi
wilayah di Kab. Limapuluh Kota Peta kelas kesesuaian lahan
aktual tanaman gambir
Analisis usahatani gambir Analisis pendapat stakeholders melalui
teknik Analytical Hierarchy Process AHP
Analisis rantai dan margin pemasaran serta integrasi pasar
Peta penggunaan lahan land use eksisting
Overlay
Peta satuan lahan land unit Kabupaten Limapuluh Kota
Kriteria kesesuaian lahan gambir
perbaikan. Usaha perbaikan haruslah sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang akan dilakukan. Penentuan prioritas lokasi arahan akan dibahas lanjut
pada sub metode selanjutnya pada penelitian ini. 3.3.3
Analisis Rantai dan Margin Pemasaran serta Integrasi Pasar Komoditas Gambir
3.3.3.1
Analisis Rantai dan Margin Pemasaran
Margin tataniaga digunakan untuk mengetahui dimana letak keuntungan terbesar dari rantai pemasaran gambir di Kabupaten Limapuluh Kota. Semakin
besar bagian harga yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari semua rantai pemasaran yang
terbentuk di masyarakat, dengan adanya analisis margin pemasaran maka rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut merupakan hal yang
terpenting dalam pengembangan kebun gambir di Kabupaten Limapuluh Kota. Secara matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut :
M = ∑ M
i m
j=1
- ∑ ∑ C
ij n
i=1
+ ∑ P
j m
j=1 m
j=1
................................................................. 1 Dimana :
M = Margin tataniaga Rpkg
M
j
= Margin tataniaga Rpkg lembaga tataniaga ke-j j=1,2,...,m dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat
C
ij
= Biaya tataniaga ke-i Rpkg pada lembaga tataniaga ke-j j=1,2,...,n dan n
adalah jumlah jenis pembiayaan P
j
= Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j Rpkg
3.3.3.2 Analisis Integrasi Pasar Komoditas Gambir
Analisis keterpaduan pasar pada penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ravallion 1986 dan Heytens 1986. Harga pasar setempat
diidentifikasi sebagai harga gambir yang dihasilkan petani P
f
, sedangkan harga pasar acuan harga gambir yang berlaku di tingkat eksportir P
e
, hubungan kedua harga tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
�P
ft
- P
ft-1
� = b
1
�P
ft-1
- P
et-1
� + b
2
�P
et
- P
et-1
� + b
3
P
et-1
+ b
4
X+ µ
t
................2 Dan dapat disusun kembali menjadi persamaan :
P
ft
= 1+b
1
P
ft-1
+ b
2
�P
et
- P
et-1
� + b
3
- b
1
P
et-1
+ b
4
X+ µ
t
............................ 3 Dimana :
P
ft
= Harga gambir tingkat petani pada bulan t
P
ft-1
= Harga gambir tingkat petani pada bulan sebelumnya P
et
= Harga gambir tingkat pedagang pada bulan t P
et-1
= Harga gambir tingkat pedagang pada bulan sebelumnya X
= Vektor musiman peubah lain yang relevan di pasar setempat waktu t t
= Periode waktu µ
t
= Galat Koefisien b
2
pada persamaan 2 diatas menunjukkan seberapa jauh perubahan harga di tingkat eksportir ditransmisikan ke tingkat petani. Koefisien
b
2
disebut juga sebagai parameter keterpaduan jangka pendek antara pasar yang diamati. Keterpaduan pasar yang pendek tercapai bila koefisen b
2
= 1. Apabila nilai parameter dugaan koefisien b
2
bernilai 1, maka perubahan harga 1 persen pada suatu tingkat pasar akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar
yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu, semakin dekat nilai parameter b
2
dengan 1, maka akan semakin baik keterpaduan pasarnya. Koefisien 1 + b
1
dan b
3
- b
1
masing-masing mencerminkan seberapa jauh perubahan harga di tingkat eksportir ditransmisikan ke tingkat petani. Rasio
antara kedua koefisien tersebut menunjukkan indeks hubungan pasar Index of Market Connection
yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
IMC=
1+ b
1
b
3
- b
1
........................................................................................................ 4 Dimana :
IMC = Indeks hubungan pasar Index of Market Connection b
1
= Koefisien harga di tingkat petani b
3
= Koefisien harga di tingkat eksportir Nilai IMC semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar
jangka panjang yang cukup kuat antara harga pasar di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir.
3.3.4
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Komoditas Gambir menurut Pendapat
Stakeholders dan Analisis Usahatani Komoditas Gambir
3.3.4.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan
Komoditas Gambir menurut Pendapat Stakeholders
Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kebun gambir menurut pendapat stakeholders dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik Analysis Hierarchy Process AHP. AHP merupakan suatu analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem
dimana analisis ini dapat digunakan untuk memahami suatu sistem dan membantu dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Menurut Marimin 2008,
prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam
suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberikan nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif
dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut, kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas
tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
Pendapat stakeholders sangat menentukan arahan terkait pengembangan kebun gambir di Kabupaten Limapuluh Kota, maka perlu diketahui faktor apa saja
yang mempengaruhi pengembangan kebun gambir menurut stakeholders di Kabupaten Limapuluh Kota. Menurut Saaty 1980, langkah-langkah yang
dilakukan dalam metode AHP sebagai berikut : 1.
Mengidentifikasi atau menetapkan masalah-masalah yang muncul 2.
Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai 3.
Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan
4. Menetapkan struktur hirarki
5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang
diharapkan, pelakuobyek yang berkaitan dengan masalah dan nilai masing- masing faktor
6. Membandingkan alternatif-alternatif comparative judgement
7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas
8. Menentukan urutan alternatif dengan memperhatikan logical consistency.
Menurut Marimin 2008, beberapa prinsip dasar kerja AHP dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Penyusunan Hirarki
Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, dan setiap unsur kemudian diuraikan menjadi beberapa kriteria dari unsur yang
bersangkutan untuk selanjutnya menjadi struktur hirarki. 2.
Penilaian Kriteria Kiteria dinilai melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan
tingkat kepentingan bobot dari elemen keputusan, penilaian pendapat judgement dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi
dengan intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen
dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan kepentingan elemen dalam pendapat yang bersifat kualitatif.
Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka kuantitatif. Hasil
penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty
1980, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala
perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process AHP Nilai
Keterangan 1
Kedua elemen sama pentingnya 3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain 5
Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain 7
Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9
Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain 2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan
sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik. 3.
Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Jika penilaian tidak konsisten, maka proses harus diulang untuk memperoleh nilai yang lebih tepat.
Adapun faktor-faktor yang disajikan dalam kuesioner penelitian ini merupakan hasil penggalian kuesioner pendahuluan yang diperkuat dengan
referensi tertulis mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan kebun gambir. Berbagai faktor-faktor yang terjaring dari pendapat responden pada
kuesioner pendahuluan kemudian diranking berdasarkan jumlahfrekuensi faktor yang terbanyak dipilih oleh responden. Kemudian dipilih 4 empat faktor
tertinggi yang disesuaikan dengan referensi tertulis mengenai pengembangan tanaman gambir. Dengan menggunakan teknik AHP, dapat diketahui kriteria yang
paling berpengaruh dari masing-masing faktor yang ditentukan.
Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui pendapat responden terkait pengembangan kebun gambir di Kabupaten Limapuluh Kota, jawaban dari
kuesioner tersebut diolah menggunakan program Microsoft Excel. Dengan pengolahan data dari kuesioner tersebut, maka dapat diketahui pendapat
keseluruhan responden mengenai bobot dan prioritas kepentingan dari tiap faktor yang mempengaruhi pengembangan kebun gambir di Kabupaten Limapuluh Kota.
3.3.4.2 Analisis Usahatani
Untuk mengevaluasi kelayakan pengusahaan kebun gambir rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan yang ada, maka dilakukan analisis usahatani komoditas
gambir. Persamaan yang digunakan yaitu :
Y = PH – B
T
– BD
Pt
....................................................................................5 dimana :
Y = Pendapatan Rp.
P = Jumlah produksi gambir per tahun kgth
H = Harga gambir Rp.kg
B
T
= Biaya tunai Rp. BD
Pt
= Biaya yang diperhitungkan Rp. Dalam analisis, pendapatan usahatani gambir ini dibedakan antara
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan petani yang benar-benar dikeluarkan petani secara
tunai kontan. Pendapatan biaya total adalah pendapatan petani yang diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan seluruh biaya petani yang diperhitungkan.
Dasar pembedaan dalam perhitungan pendapatan karena petani pada umumnya hanya memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai.
3.3.5 Penyusunan Arahan Pengembangan Komoditas Gambir dalam rangka
Pengembangan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Limapuluh Kota Menyusun arahan pengembangan komoditas gambir dalam rangka
pengembangan ekonomi wilayah menurut potensi yang ada mempertimbangkan aspek biofisik, sosial dan ekonomi. Pertimbangan yang tercakup dalam aspek
biofisik yaitu pola ruang pada RTRW Kabupaten Limapuluh Kota, penunjukan kawasan hutan, penggunaan lahan saat ini dan kesesuaian lahan untuk tanaman
gambir. Disamping itu, lahan yang menjadi arahan diasumsikan lahan yang diprioritaskan untuk kebun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Limapuluh Kota.
Lokasi yang dijadikan arahan dalam RTRW Kabupaten Limapuluh Kota adalah wilayah yang ditetapkan menjadi Kawasan Kebun KP. Pada penunjukan
kawasan hutan adalah areal penggunaan lain APL, sedangkan hutan lindung dan hutan konservasi dan pelestarian alam HL, KSAAPL tidak diarahkan untuk
pengembangan gambir. Penentuan kawasan hutan di Kabupaten Limapuluh Kota berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan No. 304 tahun 2011. Lokasi yang
dijadikan arahan pada penggunaan lahan adalah lahan berupa alang-alang, semakbelukar, tanah kosong, kebun rakyat dan hutan diluar penunjukan kawasan
hutan.
Arahan pengembangan tanaman gambir secara aspek biofisik dibagi menjadi tiga prioritas. Adapun prioritas penentuan lahan yang menjadi arahan
tersebut sebagai berikut : 1. Prioritas 1, berupa lahan yang belum termanfaatkan semakbelukar, alang-
alang, padang rumput, tanah kosong.
2. Prioritas 2, berupa lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi belum memberikan manfaat yang optimal kebun campuran dan kebun gambir rakyat di
Kabupaten Limapuluh Kota yang sudah tidak produktif lagi. 3. Prioritas 3, berupa lahan yang belum termanfaatkan yang membutuhkan biaya
yang cukup besar untuk pengolahan menjadi kebun gambir hutan belukar. Prioritas 1 dan 3 adalah salah satu kegiatan pemerintah daerah dalam
membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja yang menganggur di Kabupaten Limapuluh Kota ekstensifikasi, sedangkan prioritas 2 ditujukan untuk
peningkatan produktifitas kebun gambir saat ini intensifikasi. Penggunaan lahan basah tidak diarahkan untuk pengembangan tanaman gambir karena lahan basah
diprioritaskan untuk mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Limapuluh Kota. Lahan basah ditanami padi dan tanaman pangan lain seperti jagung, kedelai,
dan tanaman sayur-sayuran. Arahan pengembangan komoditas gambir dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Limapuluh Kota disusun
dengan cara mensintesiskan hasil olahan dari empat tujuan penelitian sebelumnya. Pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan komoditas gambir
diantaranya menyangkut aspek biofisik, kelayakan pengusahaan kebun gambir secara finansial, pemasaran gambir, potensi pengusahaan gambir, pendapat
stakeholders
masing-masing daerah penelitian. Kriteria penentuan arahan pengembangan kebun gambir secara aspek biofisik dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Penentuan arahan pengembangan kebun gambir di Kabupaten Limapuluh Kota secara aspek biofisik
RTRW SK Menhut No.
304Menhut2011 Penggunaan lahan
sekarang Kelas
kesesuaian lahan
Kategori
KP Area Penggunaan
Lain APL Kebun gambir rakyat tua
dan tidak produktif, alang-alang, semak
belukar, kebun campuran, tanah
kosong, hutan S2, S3
Arahan N
Bukan arahan Pertanian lahan basah
sawah, areal terbangun pemukiman
Bukan arahan Diluar
KP KSA KPA HL
Apapun jenis penggunaan
Bukan arahan
Ket : KP HL = Kawasan Perkebunan Hutan Lindung, KSA = Kawasan Suaka Alam, KPA = Kawasan Pelestarian Alam
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1
Kondisi Fisik Daerah
Kabupaten Limapuluh Kota dengan luas wilayah sekitar 3.354,30 Km
2
dengan ibukota Sarilamak. Luas ini setara dengan 7,94 persen dari luas daratan Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan Kapua IX merupakan wilayah paling luas,
yakni 723,36 Km
2
, dan Kecamatan Luak memiliki luas terkecil, yakni 61,68 Km
2
. Ketinggian wilayah bervariasi yang berada pada range ketinggian antara
200 meter sampai dengan 800 meter di atas permukaan laut. Pembahasan mengenai kondisi fisik daerah penelitian seperti letak geografis, topografi, iklim,
hidrologi, suhu dan curah hujan, geologi, jenis tanah, fisiografi dan penggunaan lahan, masing-masingnya akan diuraikan secara terperinci di bawah ini.
4.1.1 Letak Geografis