Lokasi yang Berpotensi dalam Pengembangan Gambir berdasarkan

5.2 Lokasi yang Berpotensi dalam Pengembangan Gambir berdasarkan

Aspek Biofisik dan Ketersediaan Lahan di Kabupaten Limapuluh Kota Penentuan lokasi yang berpotensi dalam pengembangan gambir di Kabupaten Limapuluh Kota berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan yaitu dengan memadukan berbagai peta tematik dan menggunakan Sistem Informasi Geografi. Peta tematik yang digunakan yaitu peta RTRW Kabupaten Limapuluh Kota 2012-2032, peta penggunaan lahan sekarang land use existing, peta penunjukan kawasan hutan, peta administrasi dan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman gambir. Penentuan wilayah yang berpotensi berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan diawali dengan menentukan kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan perkebunan dalam arahan pola ruang atau tata guna lahan yang tertuang dalam RTRW Kabupaten, kemudian dipadukan dengan kawasan atau area penggunaan lain pada kawasan hutan. Perpaduan kedua peta tersebut menghasilkan luasan lahan yang tersedia untuk pengembangan gambir sebesar 5.665 ha. Wilayah yang tersedia untuk pengembangan gambir selanjutnya akan dipadukan dengan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman gambir, sehingga dapat diketahui apakah wilayah tersebut sesuai untuk pengembangan gambir secara biofisik. Peta kesesuaian lahan aktual dalam penelitian ini diperoleh dengan menganalisis peta satuan lahan land unit Kabupaten Limapuluh Kota yang dipadukan dengan kriteria persyaratan lahan untuk tanaman gambir. Peta satuan lahan land unit yang digunakan adalah Peta Satuan Lahan Lembar Padang 0715, Lembar Lubuk Sikaping 0716, Lembar Solok 0815 dan Lembar Pekanbaru 0816 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1990 dengan skala 1:250.000. Peta satuan lahan ini memberikan informasi mengenai kondisi morfologi dan litologi dari tiap satuan lahan di Kabupaten Limapuluh Kota. Kerangka dasar dari analisis kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut. Dasar pemikiran utama dalam prosedur analisis kesesuaian lahan adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Hasil analisis kesesuaian lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tata guna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Secara spasial wilayah yang berpotensi untuk pengembangan kebun gambir berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan beserta faktor pembatasnya disajikan pada Gambar 10. Gambar 10. Peta wilayah yang berpotensi untuk pengembangan gambir berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan Hasil analisis kesesuaian lahan dijelaskan bahwa luas lahan yang tersedia untuk budidaya tanaman gambir dalam kondisi cukup sesuai S2 sebesar 2.889,35 ha atau 78,61 persen, sedangkan lahan yang tidak sesuai N seluas 786,25 ha 21,39. Total luas keseluruhan lahan yang tersedia sebesar 3.675,60 ha. Untuk kelas kesesuaian lahan sangat sesuai S1 tidak ditemukan karena adanya faktor pembatas elevasi. Masing-masing kesesuaian lahan aktual dibatasi berbagai faktor pembatas, diantaranya curah hujan w, tingkat bahaya erosi e, ketinggian e. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui kelas kesesuaian lahan aktual S2 cukup sesuai dengan faktor pembatas ketersediaan air dan bahaya erosi S2ew merupakan yang paling dominan yaitu seluas 1.473,14 ha 50,99, dengan sebaran paling luas terdapat pada Kecamatan Pangkalan Koto Baru seluas 898,66 ha 31,10 disusul Kecamatan Kapua IX dengan luas 574,48 ha 19,88. Kesesuaian lahan aktual S2 cukup sesuai dengan faktor pembatas ketersediaan air merupakan yang paling kecil dengan luas 114,96 ha 3,98, dengan sebaran pada Kecamatan Kapua IX seluas 101,00 ha 3,50 dan Kecamatan Lareh Sago Halaban seluas 13,96 ha 0,48. Kesesuaian lahan aktual S2 cukup sesuai dengan faktor pembatas tingkat bahaya erosi memiliki luasan sebesar 1.301,20 ha, dimana kelas kesesuaian lahan ini terdapat pada Kecamatan Akabiluru dengan luasan lahan sebesar 520,46 ha, disusul oleh Kecamatan Payakumbuh dengan luas lahan 512,23 ha. Berikutnya kelas kesesuaian lahan ini terdapat pada Kecamatan Guguak dengan luasan lahan sebesar 254,29 ha, dan terakhir kelas kesesuaian lahan ini berada pada Kecamatan Suliki dengan luas lahan sebesar 14,22 ha. Selanjutnya untuk kelas kesesuaian lahan aktual N tidak sesuai terdapat pada 2 kecamatan yaitu Kecamatan Pangkalan Koto Baru seluas 707,78 ha 90,02 dan Kecamatan Kapua IX dengan luas 78,47 ha 9,98. Luas dan sebaran kelas kesesuaian lahan aktual pada masing-masing kecamatan menurut faktor pembatasnya tertera pada Tabel 10. Tabel 10. Luas dan sebaran ketersediaan lahan untuk mengembangkan gambir serta kelas kesesuaian lahan aktual pada masing-masing kecamatan menurut faktor pembatasnya. Kecamatan Kesesuaian Lahan Aktual ha S2w S2e S2ew Jumlah S2 N Payakumbuh - 512,23 - 512,23 - Akabiluru - 520,46 - 520,46 - Luak - - - - - Lareh Sago Halaban 13,96 - - 13,96 - Situjuh Limo Nagari - - - - - Harau - - - - - Guguak - 254,29 - 254,29 - Mungka - - - - - Suliki - 14,22 - 14,22 - Bukit Barisan - - - - - Gunung Omeh - - - - - Kapua IX 101,00 - 574,48 675,48 78,47 Pangkalan Koto Baru - - 898,66 898,66 707,78 Jumlah 114,96 1.301,20 1.473,14 2.889,35 786.25 Keterangan : S2w = faktor pembatas ketersediaan air; S2e = faktor pembatas tingkat bahaya erosi; S2ew = faktor pembatas bahaya erosi dan ketersediaan air. Faktor-faktor pembatas tersebut dapat diperbaiki dengan memberikan masukaninput yang diperlukan, sehingga lahan tersebut dapat ditingkatkan produktifitasnya. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonomisnya. Artinya, apabila lahan tersebut diatasi kendalanya, harus diperhitungkan apakah secara ekonomis masih dapat memberikan keuntungan terhadap pengusahaan kebun gambir tersebut.

5.3 Rantai, Margin Pemasaran dan Integrasi Pasar Komoditas Gambir di