Penggunaan Lahan Kebun Gambir Eksisting di Kabupaten Limapuluh

Kabupaten Limapuluh Kota menyumbang produksi gambir sebesar 54,45 persen provinsi Sumatera Barat. Pengusahaan kebun gambir ini telah dimulai berpuluh tahun yang lalu khususnya oleh masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota. Pengusahaan dan kepemilikan kebun ini oleh masyarakat bersifat turun temurun. Pada tahun 90-an, sentra penghasil gambir di Kabupaten Limapuluh Kota merupakan daerah penyumbang pendapatan masyarakat yang sangat tinggi. Karena harga gambir pada saat itu mencapai Rp. 6.300,-kg dengan perbandingan nilai tukar mata uang dollar Rp. 2.955USDollar. Produksi dan luas areal kebun gambir di Kabupaten Limapuluh Kota seiring dengan waktu mengalami penurunan. Pada tahun 2008 dengan luas produksi mencapai 13.336 ha, Kabupaten Limapuluh Kota mampu menghasilkan gambir sebesar 9.699 ton. Produksi mengalami penurunan dengan produksi 7.833 ton, namun untuk luas areal tanam mengalami kenaikan menjadi 15.308 ha pada tahun 2012. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penggunaan Lahan Kebun Gambir Eksisting di Kabupaten Limapuluh

Kota Analisis untuk mengetahui penggunaan lahan kebun gambir eksisting Kabupaten Limapuluh Kota dalam penelitian ini dilakukan di 2 kecamatan terpilih yaitu Kecamatan Kapua IX dan Kecamatan Lareh Sago Halaban dilakukan dengan metode Sistem Informasi Geografis. Penentuan penggunaan lahan berdasarkan peta tematik yang termaktub didalam RTRW Kabupaten Limapuluh Kota 2012-2032 yaitu peta penggunaan lahan sekarang land use existing. Penentuan areal kebun gambir eksisting yaitu berdasarkan koordinat lahan kebun gambir yang didapat dari penunjukan GPS pada masing-masing lahan. Kemudian koordinat yang telah tercatat tersebut diplot pada peta penggunaan lahan sekarang land use existing sebagai bagian dari penggunaan lahan di Kabupaten Limapuluh Kota. Selanjutnya peta tersebut dikonversikan ke koordinat geografis. Dari penelitian didapatkan areal kebun gambir existing pada Kecamatan Kapua IX memiliki luasan sebesar 5.610 ha, di Kecamatan Lareh Sago Halaban sebesar 136 ha. Jumlah rumahtangga petani di Kecamatan Kapua IX sebanyak 3201 rumahtangga petani, sedangkan untuk Kecamatan Lareh Sago Halaban memiliki 115 rumahtangga petani BPS, 2003. Rata-rata kepemilikan lahan gambir di Kecamatan Kapua IX sebesar 1,75 harumahtangga petani. Untuk Kecamatan Lareh Sago Halaban rata-rata kepemilikan lahan gambir sebesar 1,18 harumahtangga petani. Lahan kebun gambir eksisting di kecamatan terpilih ini sebarannya bersifat memencar tidak beraturan, sebagian besar pengusahaan lahan mengikuti aliran sungai-sungai kecil. Lokasi pengusahaan kebun gambir eksisting tidak berupa suatu hamparan yang luas layaknya lokasi pengusahaan lahan persawahan atau kelapa sawit. Namun, beberapa lahan di kedua kecamatan ada yang berada di wilayah hutan lindung. Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar kawasan kebun yang ada di kecamatan Kapua IX telah dipergunakan oleh masyarakat untuk ditanami tanaman pangan dan lahan persawahan. Pada umumnya petani gambir tidak mengkhususkan diri hanya melakukan penanaman gambir saja. Disamping itu mereka juga memilikimenggarap lahan persawahan dan atau tanaman kebun lainnya karet, cengkeh dll. Untuk petani di Kecamatan Lareh Sago Halaban, perlakuan dari gambir ini hampir sama dengan perlakuan dengan petani yang berada di Kecamatan Kapua IX. Panen gambir di Kabupaten Limapuluh Kota rata-rata hanya terjadi 2 kali dalam satu tahun. Sehingga kegiatan budidaya dan pemanenan gambir intensif dilakukan pada masa-masa menjelang panen serta beberapa waktu setelah panen. Setelah itu, petani tidak melakukan proses budidaya tanaman pemupukan, penyiangan, penyemprotan hama lagi sampai dengan masa panen berikutnya tiba. Peta kebun gambir eksisting dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Peta kebun gambir eksisting pada lokasi penelitian di Kabupaten Limapuluh Kota

5.2 Lokasi yang Berpotensi dalam Pengembangan Gambir berdasarkan