Swelling volume dan Fraksi pati yang tidak membentuk gel

swelling volume yang paling rendah dibandingkan perlakuan pati sagu termodifikasi HMT lainnya. Lama pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap swelling volume serta tidak ada interaksi antara suhu pati dan lama pemanasan yang dilakukan P0.05. Pengaruh peningkatan pemanasan suhu pati terhadap swelling volume disajikan pada Gambar 19. Gambar 19 Swelling volume SV pati sagu termodifikasi HMT pada tiga tingkatan suhu pati Bila pati dipanaskan dalam air berlebih sampai melebihi suhu gelatinisasinya, struktur kristal terganggu karena pecahnya ikatan hidrogen, dan molekul air dihubungkan oleh ikatan hidrogen dengan kelompok hidroksil dari amilosa dan amilopektin sehingga menyebabkan peningkatan pada pengembangan granula dan kelarutan. Kekuatan pengembangan dan kelarutan memberikan bukti besarnya interaksi antara rantai pati dalam amorphous dan wilayah kristal. Sejauh ini diduga interaksi dipengaruhi oleh kandungan amilosa suatu pati, struktur amilosa dan amilopektin, derajat granulasi dan faktor lainnya. Seperti amilosa- lipid kompleks telah diperlihatkan membatasi pengembangan dan kelarutan. Ahmad 2009 menyatakan modifikasi HMT menyebabkan molekul granula pati tersusun menjadi lebih rapat sehingga kemampuan granula membengkak swelling volume menjadi terbatas atau mengalami penurunan. Pada Gambar 19 terlihat 17.31 c 13.56 b 11.34 a 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00 70 oC 80 oC 90 oC S w el ling vo lum e m l g Suhu pati Ket: Superscript yang berbeda pada garis yang sama berarti berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05 semakin tinggi pemanasan suhu pati yang dilakukan menghasilkan swelling volume yang semakin menurun. Pati sagu termodifikasi HMT pada pemanasan pati suhu 70 o C masih memiliki nilai swelling volume yang lebih besar dibandingkan pati suhu 80 dan 90 o Adebowale 2005 menyatakan C. bahwa penurunan swelling volume disebabkan oleh transformasi amilosa amorf menjadi bentuk heliks, peningkatan interaksi antara rantai amilosa, dan perubahan dalam interaksi antara kristalit dan matriks amorf selama HMT pada pati jack bean. Leach Mccowen et al 1995 melaporkan bahwa perubahan struktur dalam granula pati, setelah HMT kemungkinan bertanggung jawab untuk berkurangnya kapasitas pembengkakan. Begitupun dengan Hoover dan Manuel 1996 melaporkan hasil yang sama untuk pati jagung dan kentang. Penurunan kelarutan diduga bahwa interaksi tambahan bisa terjadi antara rantai amilosa-amilosa dan amilopektin-amilopektin selama modifikasi HMT. Penurunan swelling volume dilaporkan juga terjadi pada pati gandum, oat, lentil dan kentang. Pada fraksi pati tidak membentuk gel berdasarkan analisis statistiknya yang disajikan pada Lampiran 10 terlihat bahwa suhu pati, lama pemanasan dan interaksi antar perlakuan tidak berbeda nyata terhadap fraksi pati tidak membentuk gel P0.05. Herawati 2009 menyatakan perlakuan HMT dengan kondisi suhu 110 o Menurut Sung dan Stone 2004, pati termodifikasi HMT cenderung menghasilkan pola kelarutan menurun dengan semakin meningkatnya suhu dan lamanya pemanasan. Ini juga terjadi pada kelarutan pati kacang hijau dan kacang panjang dengan meningkatnya suhu, kelarutan menurun setelah suhu meningkat sampai 90 C, kadar air 26-27, waktu 4 jam menghasilkan fraksi pati tidak membentuk gel yang tidak berbeda nyata dengan pati native nya. o C. Kemungkinan alasan menurunnya kelarutan dengan peningkatan suhu pada pati kacang hijau dan kacang panjang adalah gelatinisasi pati mampu menghalangi peluruhan dari larutnya pati dalam air. Selain itu, dengan modifikasi HMT ini penurunan kelarutan juga terjadi pada pati kentang. Ini terjadi dikarenakan adanya konversi molekul amilosa yang semula berada pada bagian amorphous menjadi berada pada bagian yang lebih rapat kondisi yang sulit teratur. Adebowale et al. 2005, menyatakan peningkatan kelarutan terjadi pada sorgum merah termodifikasi HMT. Tingkat kelarutan pati sorgum merah termodifikasi HMT tergantung pada kadar air perlakuan HMT dan suhu pengujian kelarutan. Kelarutan semakin tinggi dengan semakin tingginya kadar air HMT dan suhu pengujian kelarutan.

c. Freeze-thaw stability FTS

Freeze thaw stability adalah analisa kemampuan suatu produk untuk mempertahankan komposisi dan integritas setelah pengulangan siklus antara pembekuan dan suhu ruang. Berdasarkan analisis statistik yang disajikan pada Lampiran 11 suhu pati berpengaruh nyata terhadap sineresis P0.05. Uji lanjut metode Duncan menunjukkan bahwa sineresis semakin berkurang dengan semakin meningkatnya suhu pati. Lama pemanasan juga berpengaruh nyata terhadap sineresis P0.05. Uji lanjut metode Duncan menunjukkan lama pemanasan 0.5, 2.5, 3, 3.5 dan 4 jam dapat menghasilkan pati sagu termodifikasi HMT dengan sineresis yang tidak berbeda nyata dengan kecenderungan pati tanpa mengalami sineresis. Interaksi antara suhu pati dan lama pemanasan menghasilkan interaksi yang signifikan terhadap sineresis P0.05. Uji lanjut metode Duncan menunjukkan pati suhu 90 Peningkatan viskositas selama pendinginan menggambarkan kemudahan pati untuk mengalami retrogradasi. Retrogradasi membentuk struktur kristal kembali melalui interaksi hidrogen antar sesamanya. Akibatnya, molekul air yang semula terperangkap di dalam matriks gel pati akan keluar. Pengeluaran molekul air dari matriks gel dinamakan dengan sineresis. Retrogradasi dan sineresis akan semakin cepat bila gel pati disimpan pada suhu rendah terutama suhu beku. Stabilitas gel pati terhadap retrogradasi dan sineresis dapat diketahui dengan mengukur jumlah air yang keluar dari gel pati yang telah mengalami proses pendinginan, pembekuan dan thawing Herawati, 2009. o C lama pemanasan 0.5, 2.5, 3, 3.5, 4 jam tidak berbeda dengan suhu pati 80 o C lama pemanasan 3, 3.5 dan 4 jam dengan menghasilkan pati sagu termodifikasi dengan kecenderungan tidak mengalami sineresis. Pati sagu termodifikasi HMT yang memiliki persentase sineresis yang tinggi terjadi antara interaksi suhu pati 70 o C lama pemanasan 2 dan 4 jam serta suhu pati 80 o C lama pemanasan 1.5 dan 2 jam. Herawati 2009 menyatakan pati yang mempunyai persentase sineresis yang tinggi akan lebih mudah mengalami retrogradasi. Adanya interaksi antara suhu pati dan lama pemanasan pada sineresis dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 Sineresis pati sagu termodifikasi HMT setiap peningkatan lama pemanasan pada tiga tingkatan suhu pati Suhu pati 70 o C mengalami sineresis yang cenderung meningkat dengan meningkatnya lama pemanasan. Nilai ini bermakna bahwa pati sagu modifikasi HMT pada suhu bahan 70 o C memiliki kestabilan yang rendah jika dilelehkan dithawing setelah proses pembekuan selama 3 siklus 72 jam. Pada saat dithawing selama 4 jam, sebagian komponen pati dalam hal ini amilosa akan mengalami leaching sehingga komponen amilosa akan keluar bersama air.

d. Kekuatan Gel

Analisa kekuatan gel pati sagu termodifikasi HMT menggunakan tekstur analyzer TC3 dengan jenis probe TA 41. Peningkatan kekuatan gel pati sagu termodifikasi HMT dapat dijelaskan dari peningkatan viskositas setback pasta pati pada saat mengalami pendinginan Herawati, 2009. Akan tetapi, untuk pati sagu 4.08 b 11.64 f 11.47 f 16.92 h 8.32 d 12.39 g 11.94 g 15.85 h 8.57 d 5.71 c 18.02 h 17.57 h 6.68 c 2.48 a a a 0.97 a 9.35 e 10.68 f 12.05 g 1.42 a 2.13 a 2.45 a a 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 S iner esi s Lama pemanasan Jam Suhu pati 70 oC Suhu pati 80 oC Suhu pati 90 oC Ket: Superscript yang berbeda pada garis yang sama berarti berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05