Pati Sagu Termodifikasi pada Pemanasan Suhu Pati 90

berupa kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Suhu awal gelatinisasi dan suhu puncak gelatinisasi dipengaruhi oleh konsentrasi pati, kadar air yang diberikan, suhu dan lamanya pemanasan yang diberikan. Gambar 24 Profil gelatinisasi pati sagu native dan termodifikasi HMT pada pemanasan suhu pati 90 o C dengan lama pemanasan mencapai 4 jam Pada parameter viskositas puncak pati sagu termodifikasi HMT juga mengalami penurunan dengan semakin lama pemanasan yang diberikan. Nilai viskositas puncak pati sagu termodifikasi HMT pada suhu pati 90 o C yaitu 255 – 160 BU. Stute 1992 menyatakan perlakuan hidrotermal seperti HMT dapat membuat granula pati lebih resisten terhadap deformasi sebagai akibat dari penguatan gaya ikatan intra granula. Oleh karena itu, pati cenderung mempunyai kemampuan penyerapan air yang rendah dan mengalami pengembangan yang 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 50 100 150 200 250 300 350 400 20 40 60 80 100 120 S uhu oC V isko si ta s B U Lama pemanasan menit Viskositas pati sagu native Sagu HMT 0.5 jam Sagu HMT 1 jam Sagu HMT 1.5 jam Sagu HMT 2 jam Sagu HMT 2.5 jam Sagu HMT 3 jam Sagu HMT 3.5 jam Sagu HMT 4 jam Suhu terbatas pada saat mengalami gelatinisasi. Viskositas pasta panas semakin menurun dengan lama pemanasan pada pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 90 o Pada viskositas breakdown yang merupakan parameter untuk menunjukkan kestabilan pati selama pemanasan dan pengadukan menghasilkan nilai viskositas breakdown yang semakin menurun dibandingkan pati sagu termodifikasi HMT pada suhu pati 70 dan 80 C. Nilai viskositas pasta panas yang dihasilkan yaitu dari 170 menjadi 120 BU. o C. Nilai viskositas breakdown nya yaitu 20 - 60 BU. Dengan masih terlihatnya viskositas breakdown pada pemanasan suhu pati 90 o C, menunjukkan bahwa masih perlu peningkatan pemanasan suhu pati. Viskositas pasta dingin pati sagu termodifikasi HMT juga mengalami penurunan dengan semakin lama proses modifikasi HMT dengan nilai viskositasnya 200 menjadi 135 BU. Nilai viskositas setback tidak mengalami peningkatan yang signifikan seperti viskositas setback pada pemanasan suhu pati 70 o C. Viskositas setback yang diperoleh memiliki profil seperti pati sagu nativenya dengan nilai 15 – 30 BU. Ini menunjukkan bahwa pati tidak mudah mengalami retrogradasi. Potensi Penggunaan Pati Sagu Termodifikasi HMT Berdasarkan Profil Gelatinisasi dan Sifat Fisik Berdasarkan analisis profil gelatinisasi dan sifat fisik pati sagu termodifikasi HMT dengan perlakuan suhu pati 70, 80 dan 90 serta lama pemanasan 0.5 – 4 jam pati berpotensi dalam berbagai pengembangan produk. Pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 70 o Pati sagu termodifikasi HMT 90 C dengan lama pemanasan 4 jam memiliki karakteristik pati dengan swelling volume yang tinggi, cenderung mengalami retrogradasi dan sineresis. Pati ini berpotensi dalam pembuatan produk yang membutuhkan tekstur yang keras di produk akhirnya. Rahmawansyah 2006 menyatakan dalam pembuatan cincau hitam diinginkan produk dengan tekstur yang keras kenyal. o C dengan lama pemanasan 0.5 jam memiliki karakteristik pati dengan viskositas puncak rendah, viskositas breakdown kecil yang mengindikasikan pati tahan pemanasan. Pati sagu termodifikasi HMT 90 o C berpotensi dalam pengolahan produk tahan panas. Suyanti 2000 menyatakan dalam pembuatan saos suhu yang digunakan untuk pemasakan sekitar 80-90 o C dan menggunakan pati maizena sebagai pengental. Pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 90 o Pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 80 C dengan lama pemanasan 4 jam memiliki karakteristik pati viskositas puncak rendah, memiliki kekuatan gel yang tinggi dan tanpa mengalami sineresis. Pati sagu ini berpotensi digunakan dalam pengolahan produk beku. Pranoto 2006 menyatakan produk beku seperti nugget dan sosis membutuhkan bahan pengikat yang memiliki kemampuan membentuk gel yang tinggi sebagai konsistensi dan stabilitas produk. o C lama pemanasan 3.5 dan 4 jam berpotensi sebagai bahan pembentuk gel. Pati sagu ini memiliki karakteristik dengan viskositas puncak yang rendah, kekuatan gel yang tinggi, tidak mengalami retrogradasi dan sineresis. Rutenberg and Solarek 1984 menyatakan pati yang mengandung amilosa tinggi bisa menghasilkan gel dengan kekuatan yang bagus dan sineresis yang stabil. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Interaksi antara suhu pati dan lama pemanasan dalam proses modifikasi pati sagu dengan HMT hanya terjadi antara suhu pati 80 dan 90 o C di parameter viskositas puncak, viskositas pasta panas, viskositas breakdown dan viskositas pasta dingin. Suhu awal gelatinisasi semakin meningkat dengan meningkatnya suhu pati dan lama pemanasan. Sedangkan, suhu puncak gelatinisasi tidak dipengaruhi oleh lama pemanasan hanya dipengaruhi dari suhu patinya. Berdasarkan analisa sifat fisiknya pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 70, 80 dan 90 o C belum mengalami gelatinisasi yang ditandai dengan masih terlihatnya sifat birefringence. Modifikasi HMT tidak merubah bentuk granula pati tetapi menambah ukuran granula pati menjadi lebih panjang. Ini terlihat jika dibandingkan antara suhu pati 70, 80 dan 90 o C pada lama pemanasan 4 jam. Pati sagu termodifikasi HMT 90 o Pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 70 C dengan lama pemanasan mencapai 4 jam memiliki kekuatan gel yang paling tinggi dan kemampuan swelling volume paling rendah dibandingkan pati sagu termodifikasi lainnya. o C dengan lama pemanasan 4 jam memiliki karakteristik pati dengan swelling volume yang tinggi, cenderung mengalami retrogradasi dan sineresis. Pati ini berpotensi dalam pembuatan produk yang membutuhkan tekstur yang keras di produk akhirnya. Pati sagu termodifikasi suhu pati HMT 90 o C dengan lama pemanasan 0.5 jam memiliki karakteristik pati dengan viskositas puncak rendah, viskositas breakdown kecil yang mengindikasikan pati tahan pemanasan. Pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 90 o C berpotensi dalam pengolahan produk tahan panas. Pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 90 o C dengan lama pemanasan 4 jam memiliki karakteristik pati viskositas puncak rendah, memiliki kekuatan gel yang tinggi dan tanpa mengalami sineresis. Pati sagu ini berpotensi digunakan dalam pengolahan produk beku. Pati sagu termodifikasi HMT suhu pati 80 o C lama pemanasan 3.5 dan 4 jam berpotensi sebagai bahan pembentuk gel. Pati sagu ini memiliki karakteristik dengan viskositas puncak yang rendah, kekuatan gel yang tinggi, tidak mengalami retrogradasi dan sineresis. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Perlakuan pemanasan suhu pati 70 o 2. Pada perlakuan pemanasan suhu pati 90 C perlu dilakukan penambahan lama pemanasan agar menghasilkan pati dengan tahan pemanasan. o C masih memiliki viskositas breakdown. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan pemanasan suhu pati. DAFTAR PUSTAKA Adebowale, K.O., B.I. Olu-Owolabi, O.O. Olayinka dan O.S. Lawal. 2005. Effect of Heat Moisture Treatment and Annealing on Physicochemical Properties of Red Sorgum Starch. African J of Biotech 4 9 : 928-933. Ahmad L. 2009. Tesis. Modifikasi fisik Pati Jagung dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ama KK. 2002. Pangan Lokal Papua sebagai Kearifan Budaya. Harian Kompas. http:air.bappenas.go.id. [3 februari 2006]. AOAC 1995. Official Method of Analysis of the Associated of Official Analytical Chemist. AOAC Inc. Arlington. Belitz HD dan Grosch W. 1999. Food Chemistry. Springer, Berlin. Biliaderis CG. 1998. Structure and Phase Transitions of Starch Polymer. In R. H. Walter Ed., Polysaccharide Association Structures in Foods pp. 57– 163. New York: Marcel Dekker. Chaplin M. 2006. Starch. http:www.Isbu.ac.id.ukwaterhysta.html. Februari 2009]. [10 Collado LS, and Corke H. 1999. Heat-Moisture Treatment Effects on Sweetpotato Starches Differing in Amylose Content. Food Chem. Vol 65 3: 339-346. Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, and Corke H. 2001. Bihon-type of Noodles from Heat-Moisture Treated Sweetpotato Starch. J Food Sci 664:604- 609. Colonna P. dan Buleon A. 1992. In Verwimp, T. 2007, Isolation, Characterization and Structural; Features of Rye Fluor Starch and Non-Starch Polysaccharide Constituents [Disertationes]. De Agricultura, Faculteit Bio- Ingenieurswetwnschappen, Katholieke Universiteit Leuven. Djoefrie, H. M. H. B. 1999. Pemberdayaan tanaman sagu sebagai penghasil bahan pangan alternatif dan Bahan baku agroindustri yang potensial dalam rangka ketahanan pangan nasional. Orasi Ilmiah. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. 11 Sepetember 1999. Eliasson AC, 2004. Starch in Food Structure, function and application. Woodhead Publishing Limited. Cambridge England. Emanuel, C. 2005. Pengaruh Fosforilasi dan Penambahan Asam Stearat Terhadap Karakteristik Film Edibel Pati Sagu. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Flach, M. 1997. “Sago Palm: Metroxylon Sagu Rottb”. Institut of Plant Genetics and Crops Plant Research Gatersleben and International Plant Genetic Resources Institut Rome, Italy. ______1980. The Sago Palm. Domectication Exploitation and Products. FAO, Rome. ______1983. The Sago Palm. Food and Agriculture Organization of United Nation. Rome. Gunaratne A and Corke H. 2007. Effect of Hydroxypropylation and Alkaline Treatments in Hydroxypropylation on some Structural and Physicochemical Properties of Heat-Moisture Treatment Treted Wheat, Potato and Waxy Maize Starch. Carbohydrate Polymers 68 : 305 – 313. Haryanto B dan Pangloli P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta. Hatorangan EF. 2007. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi NaCl, Kadar air dan Passing Terhadap Mutu Fisik Mi Basah Jagung yang Diproduksi dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Pemasak dan Pencetak. Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Herawati D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture Treatment HMT dan Aplikasinya dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hosseney RC. 1998. Principles of cereal Science and Technology. Second edition. American Associated of Cereal Chem. Inc, USA. Hoover R and Vasanthan T. 1994. The Effect of Heat Moisture Treatment on the Structure and Physicochemical Properties of Cereals, tuber, and legume starches. Carbohydrate Researches. 252; 33-53. Hoover R and Manuel H. 1995. A Comparative Study of the Physicochemical Properties of Starches from Two Lentil Cultivars. Food Chem, 53; 275- 284. Hoover R dan Manuel H. 1996. The Effect of Heat Moisture Treatment on The Structure and Physicochemical Properties of Normal Maize, Waxy Maize, Dull Waxy Maize and Amylomaize V Starches. J of Cereal Sci. 23:153- 162. Hormdok R. and Noomhorm A. 2006. Hydrotermal Treatments of Rice Starch for Improvement of Rice Noodle. Swiss Society of Food Science and Technology. Elsevier Ltd. Jane J-I 2006. Current understanding on starch granula stuctures. J Appl Glycoscie 53: 205-213. Kim YS, Wiesenborn DP, Lorenzen JH, and Berglund P. 1995. Suitable of Edible Bean and Potato Starches for Starch Noodles. Cereal Chem 733: 302- 308. Kusnandar F. 2006. Modifikasi Pati dan Aplikasinya pada Industri Pangan. Food Review. Vol.1. No.3. April 2006. Lachman A. 1969. Batter mixes. Snack and fried products. 172-176. England. Moyes Data Corporation. Lawal OS, Adebowale KO. 2005. An assessment of Changes in Thermal and Physico-chemical Parameters of Jack bean Canavalia ensiformis Starch Following Hydrothermal Modifications. J Food Tech 221: 631-638. Leach HW, McCowen LD, and Schoch TJ. 1955. Structure of the Starch Granule I. Swelling and Solubility Patterns of Various Starches. Cereal Chem 3:193. Lii C-Y and Chang SM. 1981. Charaterization of Red Bean Phaseolus radiates var. aurea Starch and its Noodle Quality. J Food Sci 46: 78 – 81 Limbongan J. 2007. Morfologi Beberapa Jenis Sagu Potensial di Papua. J Litbang Pertanian 26 1: 16 – 24. Liu H and Eskin M. 2000. Interaction of Native and Acetylated Pea Starch With Yellow Mustard Mucilage, Locust Bean Gum and Gelatin. Food Hydrocoll. 12: 37-41. Manuel HJ. 1996. The Effect of Heat-Moisture Treatment on The Structure Physicochemical Properties of Legum Starches. Thesis-Departement of Biochemestry Memorial University of Newfoundland, St. John’s Newfoundland, Canada. Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. McClatchey W, Manner HI, and Elevitch CR. 2006. Metroxylon amicarum, M. paulcoxii, M. sagu, M. salomonense, M. vitiense, and M. warburgii sago palm Spesies Profile for Pasific Island Agroforestry. www.traditionaltree.org Muhammad K, Husin F, Man YC, Ghazali HM and Kennedy JF. 2000. Effecst of pH on phosporylation of sago starch. Carbohydrate Polymers 42: 85-90. Miyazaki A. 2004. Studies on Differences in Photosynthetic Abilities Among Varieties and Related Characters in Sago Palm Metroxylon sagu Rottb. in Indonesia. Didalam Limbongan J. 2007. Morfologi Beberapa Jenis Sagu Potensial di Papua. J Litbang Pertanian 26 1: 16 – 24. Miyoshi E. 2001. Effect of heat moisture treatment and lipids on gelatinization and retrogradation of maize and potato starches. Cereal Chem 79 1 : 72- 77. Mulyandari SH. 1992. Kajian Perbandingan Sifat-Sifat Pati Umbi-umbian dan Pati Biji-bijian. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mukodiningsih S. 1991. Tesis. Pola Perubahan Komposisi Karbohidrat dari Pati Sagu Metroxylon sp selama Proses Dekstrinisasi Kering dengan Katalis HCl. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Noerdin M. 2008. Perancangan Proses Produksi Surfaktan Non Ionik Alkil Poliglikosida APG Berbasis Pati Sagu dan Dodekanol serta Karakteritisasinya pada Formulasi Herbisisda. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Oates C. and A. Hicks. 2002. Sago Starch Production in Asia and the Pacific- Problems and Prospects. New Frontiers of Sago Palm Studies. Universal Academic Press, Inc. Tokyo, Japan. p. 27 −36. Onsa GH, N. Saari, J. Selamat, and J. Bakar. 2002. Latent polyphenol oxydases from sago log Metroxylon sagu; partial purification, activation, and some properties. J Food Chem 48: 5.041-5.045. Papilaya CE. 2009. Sagu Untuk Pendidikan Anak Negeri. IPB Press. Parker R. 2003. Introduction to Food Science. Delmar, Thomson Learning Inc. New York. Pukkahuta C and S. Varavinit. 2007. Structural transformation of sago starch by heat-moisture and osmotic-pressure treatment. Starch-starke 59, Issue 12: 624-631. Pukkahuta C, Suwannawat B, Shobsngob S, and Varavinit S. 2008. Comparative study of pasting and thermal transition characteristics of osmotic pressure and heat-moisture treated corn starch. Carbohydrate Polymer 72: 527-536. Purwani EY, Widianingrum, Tahir R dan Muslich. 2006. Effect of heat moisture treatment of sago starch on Its noodle quality. Indonesian Journal of Agric Sci 7 1: 8-14. Rahmawansyah Y. 2006. Skripsi. Pengembangan Produk Minuman Cincau Hitam Mesona Palustris dalam Kemasan Cup Polipropilen di PT Fits Mandiri Bogor. Faklutas Teknologi Pertanian. Institut Peratanian Bogor. Bogor. Rutenberg MW and Solarek D. 1984. Starch Derivatives: Production and Uses. 312-366. Orlando. Academic Press Inc. Sajilata MG and Singhal RS. 2004. Specialty Starches for Snack Food. Carbohydrate polymers. 59: 131-151. Saripudin U. 2006. Skripsi. Rekayasa Proses Tepung Sagu Metroxylon sp dab Beberapa Karakternya. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Singh S, Raina CS, Bawa AS, and Saxena DC. 2005. Effect of Heat-Moisture Treatment and Acid Modification on Rheological, Textural, and Differential Scanning Calorimetry Characteristics of Sweetpotato Starch. J of Food Sci 70 6: 373 – 378. Singh J, Kaur L, and McCarthy OJ. 2007. Factors Influencing the Physico- chemical, Morphologycal, Thermal and Rheological Properties of Some Chemically Modified Starches for Food Applications- A Rev. Food Hidrocolloids. 21:1-22. Siregar H. 2009. RI Terjebak Impor Pangan. www.HarianKompas.com [24 Agustus 2009] Sung W-C and M. Stone, 2004. Characterization of Legume Starches and Their Noodle Quality. Marine Science and Technology. 12 1 25-32. Vermeylen RB, Goderis and Delcour JA. 2006. An X-ray study of hydrothermally treated potato starch. Carbohydrate Polymers 642: 364-375. Winarno FG. 1980. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pusaka Utama. Jakarta. Wattanachant S, Syarifah KSM, Dzulkidly MH, Russly AR. 2002. Effect of Crosslinked Reagent and Hydroxypropilation Levels on Dual-Modified Sago Starch Properties J. Sci. Tech. 243 : 431-438. Whistler RY and Daniel JR. 1985. Carbohydrates. Di dalam Fennema, O.R ed. 1985. Principles of Food Science-Part 1-Food Chemistry. Marcell Dekker Inc, Newyork and Bassel. Wurzburg MS. 1989. Modified Starches : Properties and Uses. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida. Yiu PH, Loh SL, Rajan A, Wong SC and Bong CFJ. 2008. Physiochemical properties of sago starch modified by acid treatment in alcohol. Am J of appl Sci 5 4: 307-311. Young AH. 1984. Fractionation of starch. Di dalam : Whistker RL, Bemiller JN, and Pascal EF. eds. Starch: Chemistry dan Technology. Academic Press, Inc. New York. Zobel HF, Young SN and Rocca LA. 1988. Starch gelatinization: An X-RAY diffraction study. Cereal Chem. 656: 443-446. Lampiran 1 Contoh perhitungan kesetimbangan massa 100 - KA 1 x BP 1 = 100 - KA 2 x BP 100 - 11.21 x 600 g = 100 - 28 x BP 2 88.79 X 600 g = 72 x BP 2 532.74 g = 72 x BP 2 BP 2 2 = 739.91 g Jumlah aquades = BP 2 – BP = 739.91 g - 600 g = 139.91 gr 1 Berdasarkan percobaan penambahan kadar air pada pati, jumlah tersebut jika ditambahkan dengan cara disemprot ke dalam pati kadar air tidak mencapai 28. Oleh karena itu, jumlah aquades ditambah sebanyak 50 dari jumlah aquades awal dengan perhitungan : = 50 x 139.91 gr = 69.955 gr Jadi total aquades yang ditambahkan = 139.91 gr + 69.955 gr = 209.865 gr Keterangan: KA 1 KA = Kadar air pati kondisi awal 2 BP = Kadar air pati yang diinginkan 1 BP = Bobot pati pada kondisi awal 2 = Bobot pati setelah mencapai KA 2 Lampiran 2 Hasil analisis pengaruh suhu pati dan lama pemanasan terhadap suhu awal gelatinisasi SAG dengan menggunakan general linear model univariate dan uji lanjut duncan pada program SPSS Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 219.891 a 23 9.560 27.194 .000 Intercept 302180.672 1 302180.672 8.595E5 .000 Suhu 206.883 2 103.441 294.233 .000 Lama 11.391 7 1.627 4.629 .002 Suhu Lama 1.617 14 .116 .329 .983 Error 8.438 24 .352 Total 302409.000 48 Corrected Total 228.328 47 F tabel 0.05 23;2 = 3.42 F tabel 0.05 23;7 = 2.45 F tabel 0.05 23;14 = 2.14

1. Variabel Suhu

 F hitung F tabel  Untuk mengetahui perbedaannya perlu dilakukan uji lanjut yaitu menggunakan uji lanjut Duncan. atau sig 0.05 maka Ho ditolak, artinya ketiga suhu pati yang diuji memberikan perbedaan yang signifikan terhadap SAG. Uji lanjut Duncan Suhu N Subset 1 2 3 70 o C 16 76.5938 80 o C 16 79.8281 90 o C 16 81.6094 Sig. 1.000 1.000 1.000

2. Variabel Lama Pemanasan

 F hitung F tabel  Untuk mengetahui perbedaannya perlu dilakukan uji lanjut yaitu menggunakan uji lanjut Duncan. atau sig 0.05 maka Ho ditolak, artinya lama pemanasan yang diuji memberikan perbedaan yang signifikan terhadap SAG. Uji lanjut Duncan Lama Pemanasan N Subset 1 2 3 0.5 6 78.8750 1 6 79.0000 1.5 6 79.0000 2 6 79.0000 2.5 6 79.1250 3 6 79.5000 79.5000 3.5 6 80.0000 80.0000 4 6 80.2500 Sig. .119 .157 .472 Interaksi suhu dan lama pemanasan  F hitung F tabel atau sig 0.05 maka Ho diterima, artinya interaksi antara suhu pati dan lama pemanasan yang diuji memberikan hasil yang tidak signifikan terhadap SAG.