8 Alat Pemadam Kebakaran APAR, smoke detector, fire detector dan
lainnya. Untuk teknisi pun diberi kelengkapan keamanan seperti helm, safety shoes, wearpack dan lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis tentang Organizational Citizenship Behavior OCB yang dikaitkan
dengan Quality of Work Life QWL terhadap kinerja karyawan di dalam PT. Indomobil Trada Nasional Nissan-Cinere melalui penelitian skripsi.
Adapun judul dari penelitian skripsi ini adalah : “Pengaruh Organizational Citizenship Behavior OCB dan Quality of Work Life
QWL Terhadap Kinerja Karyawan” A.2 Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya
keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus.Selanjutnya masalah
yang menjadi obyek penelitian dibatasi hanya pada pengaruh Organizational Citizenship Behavior OCB dan Quality of Work Life
QWL terhadap kinerja karyawan.
B. Perumusan Masalah
Perusahaan dapat
bersaing dalam
dunia bisnis
dan mempertahankan keunggulan kompetitif yang dimiliki jika karyawan
dalam perusahaan tersebut dapat bekerja secara optimal. Akan tetapi hal ini tidak selamannya dapat terjadi pada tiap individu, karena ada beberapa
9 faktor yang mempengaruhi hal tersebut, antara lain Organizational
Citizenship Behavior OCB dan Quality of Work LifeQWL. Dengan demikian, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Organizational Citizenship Behavior OCB memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan?
2. Apakah Quality of Work Life QWL memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan?
3. Apakah Organizational Citizenship Behavior OCB dan Quality of Work LifeQWL memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja karyawan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
C.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengaruh Organizational Citizenship Behavior OCB terhadap kinerja karyawan.
b. Untuk mengetahui pengaruhQuality of Work LifeQWL terhadap kinerja karyawan.
c. Untuk mengetahui pengaruh Organizational Citizenship Behavior OCB dan Quality of Work Life QWL terhadap
kinerja karyawan
10
C.2 Manfaat Penelitian
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak- pihak yang berkaitan diantaranya para akademisi dan praktisi baik secara
teoritis dan empiris. 1. Kontribusi Teoritis
a. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah pengetahuan dalam ilmu pendidikan
khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia, selain itu sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
b. Bagi penulis penelitian ini merupakan suatu kesempatan untuk dapat menerapkan teori-teori dan literatur yang penulis peroleh
ketika perkuliahan. Selain itu sebagai wujud Darma Bakti kepada perguruan tinggi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2.
Konribusi Praktis Bagi perusahaan penelitian ini diharapkan dapat berguna dan
bermanfaat sebagai bahan informasi atau pertimbangan bagi kebijakan perusahaan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku Organisasi 2.1.1 Definisi Perilaku Organisasi
Dengan semakin berkembangnya dunia, permasalahan manusia semakin kompleks. Manusia pada dasarnya tidak dapat sendiri dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, dia akan membentuk suatu kelompok yang kemudian disebut organisasi, apa pun bentuk kelompok itu. Manusia adalah
pendukung utama setiap organisasi. Perilaku manusia yang berada dalam suatu kelompok atau organisasi adalah awal dari perilaku organisasi.
Menurut Rivai 2012: 172 perilaku organisasi adalah studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu kelompok
tertentu. Hal ini meliputi aspek yang ditimbukan oleh pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh
manusia terhadap organisasi. Menurut Robbins dan Judge 2011: 43 perilaku organisasi
merupakan suatu bidang studi yang menginvestigasi dampak dari perilaku individu, kelompok dan struktur dalam organisasi, dengan maksud
menerapkan pengetahuan untuk memperbaiki efektivitas organisasi. Sedangkan menurut Wibowo 2014: 2 pada hakikatnya perilaku organisasi
12 merupakan bidang studi lintas disiplin yang mempelajari tentang bagaimana
memperbaiki sikap dan perilaku individu dan kelompok dalam organisasi sehingga dapat memberikan kontribusi secara efektif dalam mencapai tujuan
organisasi.
2.1.2 Pentingnya Perilaku Organisasi
Terdapat sejumlah alasan diantara para pakar, mengapa perlu perilaku organisasi. Namun, dari semua pendapat yang ada menunjukan
bahwa terdapat peningkatan perhatian pada kepentingan SDM sebagai tenaga kerja dalam organisasi. Antara lain dikemukakan adanya tiga alasan
mengapa perlu mempelajari perilaku organisasi oleh Vecchio dalam Wibowo 2014: 3
1. Practial applications Dalam kenyataan riil organisasi, ada beberapa manfaat memahami
perilaku organisasi, antara lain berkenaan dengan pengembangan gaya kepeminpinan, pemilihan strategi dalam mengatasi persoalan, seleksi
pekerja yang tepat, peningkatan kinerja, dan sebagainya. 2. Personal growth
Dengan memahami perilaku organisasi dapat lebih memahami orang lain. Memahami orang lain akan memberikan pengetahuan diri dan
wawasan diri lebih besar. Dengan memahami orang lain, atasan dapat menilai apa yang diperlukan bawahan untuk mengembangkan diri
sehingga pada gilirannya meningkatkan kontribusinya pada organisasi.
13 3. Increased knowledge
Dengan perilaku organisasi dapat menggabungkan pengetahuan tentang manusia dalam pekerjaan. Studi perilaku organisasi dapat membantu
orang untuk berpikir tentang masalah yang berhubungan dengan pengalaman kerja. Kemampuan berpikir kritis dapat bermanfaat dalam
menganalisis baik masalah pekerja maupun sosial.
2.2. Manajmenen Sumber Daya Manusia MSDM 2.2.1 Definisi MSDM
Salah satu sumber daya organisasi yang memiliki peran penting dalam mencapai tujuannya adalah sumber daya manusia. Oleh karena
pentingnya sumber daya manusia dalam kompetisi baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam agenda bisnis, suatu organisasi harus
memiliki nilai lebih dibandingkan organisasi lainnya. Manajemen sumber daya manusia mempunyai definisi sebagai suatu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan,
kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan
pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu Sutrisno, 2011: 3.
Menurut Bangun 2012: 5 untuk mendefinisikan manajemen sumber daya manusia, perlu pemahaman pada dua fungsi, antara lain,
fungsi-fungsi manajerial dan operasional. Diantara fungsi-fungsi tersebut adalah
perencanaan planning,
pengorganisasian organizing,
14 penyusunan staf staffing, penggerakan actuating dan pengawasan
controlling.
2.2.2 Fungsi-fungsi MSDM
Fungsi operasional manajemen sumber daya manusia adalah pengadaan sumber daya manusia, pengembangan sumber daya manusia,
pemberian kompensasi, pengintegrasian, dan pemeliharaan sumber daya manusia Bangun, 2012: 7
a. Pengadaan Sumber Daya Manusia Fungsi ini merupakan aktivitas manajemen sumber daya
manusia dalam memperoleh tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan jumlah dan mutu untuk mencapai tujuan organisasi. Penentuan
sumber daya manusia yang dibutuhkan disesuaikan dengan tugas- tugas yang tertera pada analisis pekerjaan yang sudah ditentukan
sebelumnya. Pengadaan tenaga kerja mencakup analisis pekerjaan, perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen sumber daya manusia,
seleksi serta penempatan sumber daya manusia. b. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Merupakan proses
dalam melakukan
pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia, termasuk perencanaan dan pengembangan karir, pengembangan manajemen, pengembangan
organisasi, dan penilaian kinerja. Program pengembangan juga dapat
15 dilakukan kepada karyawan lama bukan hanya karyawan baru karena
alasan pemindahan pekerjaan, tetapi karena perkembangan teknologi. c. Pemberian Kompensasi
Kompensasi merupakan imbalan yang dibayarkan kepada karyawan atas jasa-jasa yang telah mereka sumbangkan kepada
perusahaan. Pembayaran kompensasi dilakukan secara langsung berupa gaji pokok base payment dan upah variabel dalam bentuk
bonus dan insentif tambahan. d. Pengintegrasian
Setelah melakukan aktivitas-aktivitas di atas, maka muncul masalah baru yang sangat penting diperhatikan yaitu pengintegrasian.
Integrasi berarti mencocokkan keinginan karyawan dengan kebutuhan organisasi. Oleh karena itu diperlukan perasaan dan sikap karyawan
dalam menetapkan kebijakan organisasi e. Pemeliharaan Sumber Daya Manusia
Pemeliharaan karyawan berarti mempertahankan karyawan untuk tetap berada pada organisasi sebagai anggota yang memiliki
loyalitas dan kesetiaan yang tinggi. Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi
terhadap perusahaan
akan bertanggung
jawab atas
pekerjaannya, biasanya memiliki kinerja yang baik. Kegiatan pemeliharaan SDM ini berhubungan dengan komunikasi dengan
karyawan serta kesehatan dan keselamatan kerja.
16
2.2.3 Tujuan MSDM
Tiap organisasi termasuk perusahaan menetapkan tujuan-tujuan tertentu yang ingin mereka capai dalam mengelola setiap sumber
dayanya termasuk sumber daya manusia. Tujuan MSDM secara tepat sangatlah sulit untuk dirumuskan karena sifatnya bervariasi dan
tergantung pada penahapan perkembangan yang terjadi pada masing- masing organisasi.
Menurut Cushway dalam Sutrisno 2011: 7-8, tujuan MSDM meliputi:
1. Memberi pertimbangan manajamen dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa organisasi
memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi
perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal. 2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan
prosedur MSDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannya.
3. Membantu dalam
pengembangan arah
keseluruhan organisasi dan strategi, khususnya yang berkaitan dengan
implikasi SDM. 4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu
manajer lini mencapai tujuannya.
17 5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan
antar pekerja untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam mencapai tujuannya.
6. Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi.
7. Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen SDM.
2.3. Organizational Citizenship Behavior OCB
2.3.1. Definisi Organizational Citizenship Behavior OCB
Perilaku kewarganegaraan dalam organisasi atauOrganizational Citizenship Behavior OCB merupakan suatu konsep yang baru dalam hal
analisis kinerja. Konsep ini menjelaskan bahwa perilaku OCB dilakukan oleh seorang individu dengan penuh kebebasan sekehendak hati dalam
menentukan sesuatu dan saling pengertian dengan tanpa adanya permintaan imbalan atau ganjaran formal lainnya terhadap organisasi, sehingga perilaku
ini sangat membantu dan menguntungkan organisasi. Konsep perilaku ini pertama kali diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980-an oleh Dennis
Organ dan terus berkembang meluas. Pemberian definisi perilaku OCB yang dilakukan oleh para peneliti
terdahulu tidaklah terdapat banyak perbedaan dalam konteks konten dan latar belakangnya, hanya terdapat beberapa sikap konsisten yang ditemukan
dalam tata cara interpretasinya. Menurut Tambe dan Shanker 2014: 68
18 dalam jurnalnya OCB bukanlah perilaku yang dituntut secara paksa.
Karyawan tidak bisa dipaksa untuk melakukan atau menunjukkan OCB. Demikian pula, karyawan tidak dapat atau tidak mengharapkan apapun dari
imbalan resmi untuk menunjukkan OCB.Menurut Jacqueline dalam Bukhari 2008 mengatakan bahwaperilaku OCB adalah suatu perilaku extra role,
yakni suatu perilaku yang tidak dibutuhkan dalam organisasi dan lebih mengandalkan praktek semata terhadap kesediaan seorang karyawan
sebagai konsekuensinya dalam lingkungan organisasi. Menurut Spitzmuller, Van Dyne dan Ilies dalam Gunawan, dkk
2013: 121 OCB adalah suatu perilaku individu yang tidak diatur oleh organisasi, dan yang tidak diperhitungkan sistem reward secara formal,
namun perilaku ini akan mendorong efektifitas dan efisiensi fungsi organisasi secara keseluruhan. Adapun hal terpenting yang terdapat dalam
perilaku OCB adalah adanya suatu pengaruh yang besar dalam hal keuntungan profit namun tidak pada kepuasan pelanggan Koys dalam
Bukhari:2008. Menurut Organ dalam Podsakoff 2009: 122, “Organizational
citizenship behavior is individual behavior that is discreationary, not directly or explicitly recognized by the formal reward system, and in the
aggregate promotes the efficeient and effective functioning of the organization. Singkatnya, perilaku OCB adalah suatu perilaku individu
yang dilakukan secara sukarela sekehendak hati yang tidak berkaitan
19 secara langsung atau eksplisit terhadap sistem ganjaran reward formal dan
perilaku ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam organisasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa Organizational Citizenship Behavior OCB adalah suatu perilaku yang dilakukan oleh individu atau karyawan secara sukarela sekehendak
hati yang bukanlah suatu kewajiban kerjanya job description dan dengan tanpa meminta imbalan apapun sehingga mampu meningkatkan efisiensi
dan efektivitas dalam organisasi.
2.3.2. Dimensi dan Indikator Organizational Citizenship Behavior
OCB
Terdapat lima
dimensi yang
memiliki kontribusi
dalam Organizational Citizenship Behavior OCB, yakni conscientiousness,
alturism, civic virtue , sportmanship, dan courtesy. Berikut ini adalah penjelasan secara terperinci dari dimensi-dimensi yang terdapat dalam
Organizational Citizenship Behavior OCB menurut Organ dalam Tambe dan Shanker 2014: 67, yakni:
1. Conscientiousness, yaitu karyawan yang mempunyai perilaku in-role yang memenuhi tingkat diatas standar minimum yang disyaratkan
perusahaan Friastuti, 2013: 106. Sedangkan menurut Gunawan et al 2013: 122 hal ini merupakan perilaku yang ditunjukan dengan
berusaha melebihi dari apa yang diharapkan perusahaan.
20 Dalam hal ini indikator yang digunakan menurut Gunawan et
al 2013: 124 diantaranya adalah: a. Kemampuan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan
sebelum batas waktu. b. Mematuhi peraturan perusahaan meskipun tidak ada yang
mengawasi. c. Kesadaran untuk berlaku jujur dalam bekerja.
2. Altruism, yaitu perilaku membantu anggota lain dari organisasi dalam tugas-tugas mereka Tambe dan Shanker, 2014: 69. Menurut
Gunawan et al 2013: 121 perilaku ini merupakan kesediaan karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan
dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas-tugasnya dalam organisasi.
Menurut Gunawan et al 2013:124 hal ini dapat dilihat dari indikator berikut:
a. Kesediaan karyawan untuk membantu pegawai baru yang menghadapi kesulitan dalam masa orientasi
b. Kesediaan karyawan untuk menggantikan tugas karyawan lain manakala yang bersangkutan tidak dapat menjalankan
tugas. c. Kesediaan karyawan untuk memberikan bantuan kepada
orang yang berada disekitarnya.
21 3. Civic Virtue, yaitu perilaku yang mengacu pada keterlibatan
konstruktif dalam proses kebijakan organisasi dan kontribusi dalam perilaku ini dapat dilakukan dengan bebas untuk kelangsungan hidup
dan kemajuan organisasi Tambe dan Shanker, 2014: 70. Menurut Friastuti.2013 perilaku civic virtue karyawan selalu mencari
informasi-informasi terbaru yang mendukung kemajuan organisasi. Dalam hal ini indikator yang digunakan menurut Gunawan et
al 2013: 125 diantaranya adalah: a. Berperan aktif dalam hal perbaikan dan pembenahan
organisasi. b. Ikut hadir dalam setiap pertemuan-pertemuan meskipun
bukan hal yang penting, namun dapat mengangkat image organisasi.
c. Selalu mengikuti perubahan-perubahan yang ada. 4. Sportmanship, yaitu perilaku yang lebih menekankan pada aspek-
aspek positif
organisasi daripada
aspek-aspek negatif,
mengindikasikan perilaku tidak senang, tidak mengeluh dan tidak membesar-besarkan
masalah kecil
Friastuti, 2013:
107. Sportmanship misalnya menghindari keluhan atau ketidaknyamanan
secara personal yang bersifat ringan dan sementara, tanpa keluhan, banding, tuduhan, atau protes Tambe dan Shanker, 2014: 69.
Menurut Gunawan et al 2013:124 hal ini dapat dilihat dari indikator berikut:
22 a. Tidak suka mengeluh dalam bekerja.
b. Tidak menghabiskan banyak waktu untuk mengadu tentang masalah-masalah yang tidak penting atau sepele.
c. Perilaku tidak ber-negative thingking dalam melihat suatu permasalahan.
5. Courtesy, yaitu perilaku dalam menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah-masalah antara karyawan, sehingga
orang yang memiliki courtesy adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain Gunawan et al, 2013: 122. Menurut
Friastuti 2013: 107 perilaku Courtesy adalah berbuat baik dan hormat kepada oran lain, termasuk perilaku seperti mencegah
terjadinya suatu permasalahan atau membuat langkah-langkah untuk mengurangi berkembangnya suatu masalah.
Dalam hal ini indikator yang digunakan menurut Gunawan et al 2013: 125 diantaranya adalah:
a. Kesadaran karyawan untuk selalu menjaga hubungan agar terhindar dari masalah-masalah interpersonal dengan rekan
kerja dan juga atasan. b. Kesadaran karyawan dalam mengingatkan rekan kerja atas
tindakannya dalam menvegah timbulnya masalah. c. Kesadaran karyawan untuk tidak menyalahgunakan atau
mengganggu hak-hak karyawan lain.
23
2.3.3. Faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior
OCB
Menurut Berber dan Rofcanin dalam jurnalnya 2012: 196 ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi OCB. Berikut ini penjelasan
dari faktor-faktor tersebut: Kepuasan kerja
Sikap yang paling terkemuka setelah dipelajari secara luas dalam kaitannya dengan OCB adalah kepuasan kerja. Menurut Organ
dalam Berber dan Rofcanin 2012: 196 hubungan kepuasan kerja dengan OCB berakar pada hipotesis “kepuasan menyebabkan kinerja”
terutama terkonsentrasi pada sikap karyawan. Ketika karyawan termotivasi dari pemuas dalam dan luar diri mereka, mereka akan
membalas bahkan melampaui persyaratan formal tugas mereka. Kesan karyawan
Para ahli berpendapat bahwa karyawan dapat membantu orang lain dan membutuhkan tanggung jawab atas tugas tambahan untuk
mendorong citra yang baik dirinya dalam organisasi. Ketika karyawan terlibat dalam OCB yang sedang diamati supervisor, maka supervisor
dapat memberikan penghargaan kepada karyawan. Beberapa penulis juga menyatakan bahwa OCB dan manajemen kesan saling bergantung
Berber dan Rofcanin, 2012: 197.
24 Kepribadian karyawan
Menurut Organ dalam Berber dan Rofcanin 2012: 198 seperti gagasan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan OCB,
gagasan bahwa kepribadian dan karakteristik menjelaskan OCB dalam situasi dimana tidak ada intensif yang kuat, tekanan atau ancaman
untuk dapat berprilaku dengan cara tertentu telah mendapat perhatian oleh para ahli selama beberapa dekade. Ciri-ciri kepribadian telah
berhubungan dengan OCB. Bagi orang yang menilai tinggi pada dimensi keramahan, penelitian menunjukan bahwa mereka mempunyai
kecenderungan untuk membantu orang lain, berpikir positif dari rekan- rekan mereka dan untuk mengantisipasi kebutuhan orang lain.
Kepemimpinan
Menurut Berber dan Rofcanin dalam jurnalnya 2012: 198 banyak para ahli yang berpendapat bahwa perilaku pemimpin
mendukung dalam membentuk perilaku OCB, hal ini dikarenakan perilaku pimpinan yang baik kepada karyawan secara langsung atau
tidak akan membantu karyawan dalam menyelesaikan persoalan dan sebagai imbalannya, karyawan akan merasa berkewajiban untuk
membalas perilaku baik itu. Selain itu dalam jurnal yang sama Podsakoff juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang
transformasional dalam rangka memperoleh perilaku OCB. Pemimpin transformasional akan mendapatkan bawahan mereka melebihi
25 ekspetasi kinerja dengan membentuk visi, memberikan model peran
yang tepat, mendorong penerimaan tujuan kelompok memberi dukungan individual dan tujuan kinerja tinggi.
Karakteristik tugas
Dalam jurnalnya
Berber dan Rofcanin 2012: 199 mengungkapkan bahwa karakteristik tugas memiliki hubungan yang
konsisten dengan perilaku kewarganegaraanOCB. Mereka telah mengidentifikasi beberapa karakteristik tugas secara intrinsik yang
memotivasi karyawan dalam mengerjakan tugas. Karakteristik tugas yang paling jelas termasuk kemandirian dalam mengerjakan tugas,
rutinitas, dan tugas yang saling ketergantungan dalam tujuan. Kelompok dan organisasi
Kekompakan kelompok, kualitas hubungan antara anggota kelompok, potensi kelompok dan dukungan kelompok yang dirasakan
adalah beberapa hal yang terkemuka yang ditemuka oleh para ahli dengan kaitannya dengan OCB. Selain karakteristik kelompok,
organisasi pun berperan dalam membentuk signifikansi OCB karyawan. Luasnya formalisasi organisasi, dukungan organisasi yang
dirasakan, jarak ditempatkan antara karyawan dan orang lain dalam organisasi merupakan beberapa variabel yang dianalisi sebagai
prediktor OCB karyawan Berber dan Rofcanin, 2012: 199
26
2.3.4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior OCB
Menurut Podsakoff dalam Mariman 2015:16 manfaat OCB dalam peningkatan kinerja organisasi sangat vital. Adapun penjelasan manfaat-
manfaat tersebut sebagai berikut : Meningkatkan produktivitas rekan kerja
Karyawan yang membantu dan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya dapat menjadi seorang karyawan yang lebih
produktif. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukan pegawai akan membantu menyebarkan best practice
contog yang baik keseluruh unit kerja kelompok Mariman, 2015:16.
Meningkatkan produktivitas manajer
Karyawan yang menampilkan perilakucivic virtue, akan membantu seorang manajer menerima saran dan umpan balik yang
berharga dari pegawai untuk peningkatan efektivitas unit kerja. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan
rekan kerja akan membantu manajer agar terhindar dari krisis manajemen Mariman, 2015:17.
Menghemat sumber daya untuk tujuan yang lebih produktif
Karyawan yang saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah pekerjaan, maka tidak perlu melibatkan manajer dan
27 konsekuensinya adalah manajer dapat memakai waktunya untuk
melaksanakan tugas lain. Karyawan yang menampilkan sikap conscentiousness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minim
dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, dengan begitu banyak waktu yang
bisa digunakan untuk tugas yang lebih penting Mariman, 2015:17. Membantu menghemat sumber daya yang langka untuk memelihara
fungsi kelompok Suatu hal yang alami dengan menghasilkan perilaku menolong
adalah bahwa hal tersebut dapat mempertinggi semangat tim, moral, dan kepaduan, kemudian mengurangi kebutuhan anggota kelompok
untuk menghabiskan energi dan fungsi waktu pemeliharaan dalam kelompok. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap
reka kerjanya dan bersikap sportif dengan mengurangi konflik antar kelompok, dengan demikian dapat mengurangi waktu yang terbuang
Mariman, 2015:17. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan
mempertahankan karyawan terbaik Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan
serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi
menarik dan mempertahankan karyawan yang baik. Memberi contoh
28 pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship
misalnya, tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan kecil akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen organisasi Mariman,
2015:17. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja dan yang memiliki beban kerja yang cukup berat dapat meningkatkan
stabilitas dalam unit kerja. Karyawan yang memiliki sifat consientiousness cenderung mempertahankan tingkat kinerjanya secara
konsisten Mariman, 2015:18.
2.4. Quality of Work Life QWL
2.4.1. Definisi Quality of Work Life QWL
Quailty of Work Life Kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu pendekatan sistem manajemen untuk mengkoordinasikan dan
menghubungkan potensi Sumber Daya Manusia, dimana kualitas kehidupan kerja dalam organisasi sebagai suatu upaya pimpinan untuk
memenuhi kebutuhan anggota maupun organisasi secara simultan dan berkesinambungan. Menurut Dubrin 1994:376 “Quality Of Work Life is
related to the degree to which the full range of human needs is met”. Kualitas kehidupan kerja dapat diartikan sebagai derajat pemenuhan
kebutuhan manusia human needs dalam suatu lingkungan kerja. Sedangkan menurut Nawawi 2008:23 mengungkapkan bahwa Quality of
29 Work Life QWL yaitu perusahaan harus menciptakan rasa aman dan
kepuasan dalam bekerja demi mewujudkan tujuan perusahaan. Senada dengan hal tersebut Porkiani, et al. 2011: 688 dalam jurnalnya
menyatakan QWL bisa didefinisikan sebagai strategi perusahaan, proses dan pembentukan lingkungan yang merangsang kepuasan karyawan.
Pengertian QWL yang banyak digunakan adalah pengertian yang berasaldari Cascio 2010:24 yakni:
There are two ways of looking at what quality of work life mean one way equates QWL with a set of objective organizational
conditions and practices e.g promotion-from-within policies, democratic supervision, employee involvement, safe working
condition. An excample of this approach is ahown the other way equates QWL with employees perception that they are safe,
relatively well satisfied, they have reasonable work-life balance, and they are able to grow and develop as human beings. The
second view QWL in terms of employees perceptions of their physical and mental well-being at work”.
Hal tersebut dikarenakan Cascio dipandang sebagai pelopor dari perkembangan QWL itu sendiri. Menurut Cascio QWL dapat diartikan
menjadi dua pandangan, pandangan pertama menyebutkan bahwa QWLmerupakan sekumpulan sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan
organisasi seperti: kondisi kerja yang aman, kebijakan promosi dari dalam,
30 keterlibatan kerja, kompensasi yang adil dan lain-lain. Sementara
pandangan kedua mengartikan QWL sebagai persepsi-persepsi karyawan seperti bahwa karyawan merasa aman dalam bekerja, secara relatif merasa
puas serta mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia Cascio,2006: 24.
2.4.2. Syarat Quality of Work Life QWL
Cascio 2010:25 menyebutkan bahwa untuk merealisasikan QWL secara berhasil diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut :
3. Manajer seharusnya dapat menjadi seorang pemimpin yang baik serta dapat menjadi pembimbing karyawannya, bukan
sebagai ” Bos” dan diktator. 4. Keterbukaan dan kepercayaan, kedua
faktor tersebut merupakan persyaratan utama dalam penerapan konsep QWL
dalam manajemen. 5. Informasi yang berkaitan dengan kegiatan dan manajemen
harus diinformasikan kepada karyawan dan saran-saran dari para karyawan harus diperhatikan secara serius.
6. QWL harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses pemecahan masalah yang dihadapi oleh manajemen dan para
karyawan hingga sampai membentuk mitra kerja diantara mereka.
31 7. QWL tidak dapat dilaksanakan secara sepihak oleh manajemen
saja, melainkan peran serta seluruh karyawan perlu ditingkatkan.
2.4.3. Faktor-faktor Quality of Work Life QWL
Menurut Sonny Sumarsono dalam Yuliati 2010:14 mengatakan faktor kualitas kehidupan kerja meliputi: a Partisipasi dalam pengambilan
keputusan, b Advancement kesempatan untuk berkembang, c Rasa bangga pendapatan yang layak, d Pendidikan yang memiliki kayawan.
a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan Partisipasi
dalam pengambilan
keputusan merupakan
keterlibatan karyawan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan organisasi, terutama dalam hal pengambilan kebijakan yang akan
dipilih. Kegiatan dalam pengambilan kebijakan biasanya dilakukan melalui meeting dalam rangka membahas seputar permasalahan-
permasalahan organisasi. Di dalam kegitana ini nantinya karyawan dapat memberikan ide, saran dan kritikan bagi organisasi sehingga
dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. b. Advancement kesempatan untuk berkembang
Hasibuhan dalam Yuliati 2010:15 mengatakan bahwa pengembangan merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan
teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan melalui pendidikan dan training latihan.
32 Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa, pengembangan
dapat meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral bagi karyawan hal ini dilakukan melaui pendidikan.
Selanjutnya, training dilaksanakan guna meningkatkan ketrampilan teknis pekerjaan.
c. Pendapatan yang layak atau sesuai harapan Undang-undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1974
Tentang Pokok-pokok Kepegawaian menjelaskan bahwa gaji merupakan balasan dari jasa atau wujud penghargaan atas hasil
kerja seseorang. Oleh sebab itu, gaji yang diberikan kepada karyawan haruslah layak sesuai dengan hasil kerja yang telah
dilakukan. Sehingga karyawan mampu memiliki kepuasan dan kenyamana dalam tempat kerjanya.
d. Latar belakang pendidikan karyawan Undang-undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan nasional adalah tahap pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik tujuan yang akan
dipakai, dan kemapuan yang dikembangkan. Oleh sebab itu, tingkat pendidikan karyawan hal yang penting dalam menentukan
kualitas kehidupan kerjanya, untuk mencapai perkembangan terhadap kemampuan diri sebagai karyawan dan organisasi serta
tujuan organisasi.
33
2.4.4. Dimensi dan Indikator Quality of Work Life QWL
Porkiani, et al. 2011: 691 menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja terdiri dari beberapa dimensi, yakni: job security keamanan kerja,
justice and equality keadilan dan kesetaraan, received material salary and benefits pendapatan gaji yang diterima dan tunjangan, skills
improvement field and opportunity Peningkatan keterampilan dan kesempatan, employees participation in decision making partisipasi
karyawan dalam pengambilan keputusan. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai dimensi dan indikator QWL secara terperinci sebagai
berikut: 1. Keamanan kerja, menurut Borg dan Elizur dalam Widodo
2010: 25 merupakan harapan-harapan karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaannya. Keamanan kerja mencangkup
hal-hal seperti ada atau tidaknya kesempatan promosi, kondisi pekerjaan umumnya dan kesempatan karir jangka panjang.
Dalam hal ini indikator yang digunakan menurut Porkiani et al 2011: 691 diantaranya adalah:
a. Besarnya jaminan tetap dipekerjakan di perusahaan untuk masa mendatang.
b. Besarnya jaminan dari keberadaan pada pekerjaan yang saat ini dijabat
c. Kecenderungan untuk tetap menjabat pada jabatan saat ini.
34 2. Keadilan dan kesetaraan, menurut Mathis dan Jackson 2009:
153 yakni merupakan sebuah konsep luas yang menganggap bahwa individu harus mendapatkan perlakuan yang setara
dalam semua tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan. Dalam hal pemenuhan keadilan dan kesetaraan pemberi kerja
harus memenuhi berbagai macam peraturan dan garis pedoman Mathis dan Jackson, 2009: 161.
Dalam hal ini indikator yang digunakan menurut Porkiani et al 2011: 691 diantaranya adalah:
a. Keadilan pembayaran imbalan sebagai pemenuhan tanggung jawab oleh perusahaan
b. Besarnya peluang promosi berdasarkan prestasi kerja c. Besarnya dorongan atasan untuik menyemangati
bawahan agar bekerja lebih baik 3. Pendapatan gaji dan tunjangan, kedua hal ini merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang memilih untuk bekerja disebuah organisasi dari
pada organisasi yang lain. Pendapaan gaji merupakan kompensasi dasar yang diterima seorang karyawan, biasanya
upah atau gaji, sedangkan tunjangan merupakan sebuah penghargaan tidak langsung yang diberikan untuk seseorang
karyawan atau sekelompok karyawan sebagai bagian
35 keanggotaan organisasional Mathis dan Jackson, 2009: 419-
420. Dalam hal ini indikator yang digunakan menurut Porkiani
et al 2011: 691 diantaranya adalah: a. Kesesuaian gaji dengan tanggung jawab perusahaan
b. Kesesuaian tunjangan dengan pengalaman kerja c. Kesesuaian gaji dengan tingkat kesulitan dari pekerjaan
4. Peningkatan keterampilan dan kesempatan, menurut Mathis dan Jackson 2009: 301 hal ini merupakan proses di mana
seseorang mendapatkan
peluang untuk
meningkatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan organisasional.
Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar diadakannya peningkatan keterampilan dan kesempatan bagi karyawan
meliputi kemampuan dan motivasi peserta untuk belajar dan konsep pembelajaran orang dewasa.
Dalam hal ini indikator yang digunakan menurut Porkiani et al 2011: 691 diantaranya adalah:
a. Besarnya kesempatan mempelajari keterampilan baru. b. Besarnya kesempatan mengembangkan kemampuan.
c. Besarnya peluang
dalam mengaplikasikan
katerampilan. 5. Partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan, menurut
Boone dan Kurtz bentuk pemberdayaan karyawan seperti ini
36 merupakan salah satu komponen penting dari manajemen. Hal
ini merupakan pemberian kewenangan dan tanggung jawab kepada karyawan untuk mengambil keputusan tentang
pekerjaan mereka tanpa harus melewati persetujuan dan pengawasan manajerial sebagaimana biasanya Boone dan
Kurtz, 2007: 3 Dalam hal ini indikator yang digunakan menurut Porkiani
et al 2011: 691 diantaranya adalah: a. Besarnya kesempatan karyawan untuk mengikuti
pertemuan dengan atasan. b. Besarnya kesempatan karyawan dalam menyampaikan
pendapat dalam jam kerja.
2.5. Kinerja 2.5.1 Pengertian Kinerja
Menururt Wibowo 2007:7Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai
hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk
bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Pengertian kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui
perencanaan strategis suatu organisasi. Menurut Mathis dan Jackson
37 2009:378 kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh karyawan. Sedangkan menurut Simanjuntak 2011:1 kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Menurut Armstrong dan Baron dalam Wibowo 2007:7 kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi kepada ekonomi. Informasi tentang kinerja organisasimerupakan suatu hal
yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan
yangdiharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang yang tidak
mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Oleh karena itu diperlukan manajemen kinerja yang baik, menurut Dessler 2006:322
yakni merupakan proses mengkonsolidasi penetapan tujuan, penilaian dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang
bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan.
Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas, kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan
dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu
organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
38
2.5.2 Penilaian Kinerja
Menurut Mondy 2008:257 penilaian kinerja merupakan sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau tim.
Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor penting untuk suksesnya manajemen kinerja. Meskipun penilaian kinerja hanyalah salah satu unsur
manajemen kinerja, sistem tersebut penting karena mencerminkan secara langsung rencana strategik organisasi. Terlepas dari penekanan tersebut,
sistem penilaian yang efektif akan mengevaluasi prestasi dan menginisiasi rencana-rencana untuk pengembangan, tujuan dan sasaran.
Mathis dan Jackson 2009:382 mengemukakan bahwan penilaian kinerja adalah suatu proses mengevaluasi seberapa baik karyawan
melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
karyawan. Organisasi biasanya menggunakan penilaian kinerja dalam dua peran yang memiliki potensi konflik. Peran pertama untuk mengukur
kinerja dalam memberikan imbalan kerja atau keputusan administratif lainnya mengenai karyawan. Peran kedua berfokus pengembangan
individu. Dalam peran ini, manajer berperan lebih sebagai seorang penasihat dibandingkan seorang hakim, yang akan merubah atmosfer
hubungan. Penilaian kinerja mengevaluasi kinerja karyawan saat ini danatau
di masa lalu relatif terhadap standar prestasinya Dessler, 2006:322. Penilaian kinerja juga selalu mengasumsikan bahwa karyawan memahami
39 apa standar kinerja mereka, dan penyelia juga memberikan mereka umpan
balik, pengembangan dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik atau
melanjutkan kinerja
2.5.3 Penggunaan dalam Penilaian Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson 2009:382, ada beberapa manfaat pengunaan-penggunaan dalam penilaian kinerja yaitu:
1. Penggunaan Administratif Sistem penilaian sering kali menjadi penghubung antara
penghargaan yang diinginkan karyawan dan produktifitas mereka. Hubungan tersebut dapat diperkirakan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Hubungan Penilaian Kinerja Dengan Penghargaan Sumber : Mathis dan Jackson 2009: 382
Kompensasi yang berbasis kinerja menegaskan ide bahwa kenaikan gaji seharusnya diberikan untuk pencapaian kinerja daripada
untuk senioritas. Dalam sistem ini, manajer secara historis telah menjadi pengevaluasi dari kinerja bawahan dan juga yang membuat rekomendasi
kompensasi untuk karyawan. Jika ada bagian dari proses penilaian kinerja yang gagal, para karyawan yang berkinerja baik tidak menerima kenaikan
Penghargaan Penilaian Kinerja
Produktivitas
40 gaji yang lebih besar, yang menyebabkan adanya ketidakadilan dalam
kompensasi yang dirasakan karyawan. 2. Penggunaan Pengembangan
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber utama informasi dan umpan balik untuk karyawan, yang sering kali merupakan kunci
perkembangan dimasa depan. Dalam proses pengidentifikasian kekuatan, kelemahan, potensi, dan kebutuhan pelatihan karyawan melalui umpan
balik penilaian kinerja. Tujuan dari umpan balik pengembangan adalah lebih kepada mengubah atau menguatkan perilaku individu, daripada
untuk membandingkan
antarindividu seperti
kasus penggunaan
administratif dalam penilaian kinerja. Fungsi pengembangan dari penilaian kinerja juga dapat mengidentifikasi bidang-bidang di mana karyawan ingin
berkembang. Tabel 2.1. Penggunaan Penilaian Kinerja
Sumber : Mathis dan Jackson 2009: 383 Penilaian Kinerja
Penggunaan Pengembangan
Mengidentifikasi kekuatan Mengidentifikasi
bidang- bidang untuk pertumbuhan
Perencanaan pengembangan Pelatihan dan perencanaan
karier
Penggunaan Administratif
Kompensasi Promosi
Pemecatan Perampingan
Pemberhentian sementara
41
2.5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja yang baik tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang mempekerjakan karyawan, sebab kinerja
karyawan ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Mathis dan Jackson 2009:113, tiga faktor utama yang memengaruhi bagaimana individu yang ada bekerja adalah: 1
kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, 2 tingkat usaha yang dicurahkan, dan 3 dukungan organisasi. Hubungan ketiga
faktor ini diakui secara luas dalam literatur manajemen sebagai berikut:
Kinerja Performance—P = Kemampuan Ability—A x Usaha Effort—E x Dukungan Support—S
42 Kinerja
individual termasuk
kualitas dan kuantitas
Kemampuan individual 1. Bakat
2. Minat 3. Faktor kepribadian
Usaha yang dicurahkan 1. Motivasi
2. Etika Kerja 3. Kehadiran
4. Rancangan Tugas Dukungan organisasional
1. Pelatihan dan pengembangan
2. Peralatan dan teknologi 3. Standar kinerja
4. Manajemen dan rekan kerja Gambar 2.2. Faktor dalam Kinerja
Sumber : Mathis dan Jackson 2009:113
Gambar 2.3. Faktor dalam Kinerja Individual Sumber : Mathis dan Jackson 2009:114
Individual dapat ditingkatkan dengan adanya ketiga faktor dalam diri karyawan, akan tetapi kinerja berkurang jika salah satu faktor
dikurangi atau tidak ada.
2.6. Hubungan Antara Variabel
1 Organizational Citizenship Behavior OCB terhadap kinerja karyawan Friastuti 2013: 111 dalam jurnalnya menyatakan bahwa OCB
berpengaruh positif terhadap kinerja. Aktivitas menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya dan pada gilirannya
meningkatkan produktivitas kinerja rekan tersebut. Serupa dengan hal
43 tersebut, Ticoalu 2013: 789 dalam jurnalnya menyatakan bahwa OCB
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Artinya karyawan yang memiliki OCB, yang di dalamnya terdapat ketaatan, loyalitas, dan
partisipasi sangat berpengaruh terhadap kinerjanya. Mathis dan Jackson 2009: 113 menyatakan bahwa tiga faktor
utama yang mempengaruhi kinerja yakni: 1 kemampuan, 2 usaha, 3 dukungan. Dalam hal ini faktor usaha merupakan bentuk dari perilaku
OCB, dimana aktivitas dalam hal usaha yang dicurahkan karyawan dapat seperti motivasi, etika kerja, kehadiran, dan rancangan tugas.
2 Quality of Work Life QWL terhadap kinerja karyawan Menurut Husnawati 2006: 84 dalam tesisnya menunjukan bahwa
ada pengaruh yang searah antara kualitas kehidupan kerja dengan kinerja karyawan. Hal ini merujuk pada pemikiran bahwa kualitas kehidupan kerja
dipandang mampu untuk meningkatkan peran serta dan sumbangan para anggota atau karyawan terhadap organisasi.
Jofreh et al dalam Handayani 2013 menyatakan bahwa organisasi menbutuhkan strategi yang tepat untuk memonitoring kegiatan karyawan
serta menyediakan lingkungan kerja yang kondusif untuk meningkatkan kinerja karyawan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah
membuat program QWL. Program QWL akan meningkatkan kinerja karyawan karena karyawan merasa bahwa kebutuhannya terpenuhi, serta
merasa dipedulikan oleh atasan Jofreh et al, 2012: 2514.
44 Mathis dan Jackson 2009: 113 menyatakan bahwa tiga faktor
utama yang mempengaruhi kinerja yakni: 1 kemampuan, 2 usaha, 3 dukungan. Dalam hal ini faktor dukungan organisasional merupakan
bentuk dari QWL, dimana aktivitas di dalamnya dapat seperti pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi.
2.7. Penelitian Terdahulu
Adapun hasil penelitian terdahulu yang menunjukan hubungan antara Organizational Citizenship Behavior OCB dan Quality of Work Life QWL
terhadap kinerja: Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu
No Peneliti
Judul Metode
Analisis Persamaan
Perbedaan Hasil Penelitian
1. Porkiani,
Yadollahi, Sardini,
Ghayoomi 2011
Relationship between
the Quality of Work
Life and
Employees Aggression
Kendal’s Tau
b Test,
Spearman Correlatio
n Test and linier
logarithm Variabel
QWL yang digunakan
dalam penelitian
Tidak terdapat
variabel Employees
Aggression dan
menggunak an metode
analisis yang
berbeda Dari penelitian
yang telah
dilakukan diperoleh
dukungan yang signifikan
bahwa QWL
berpengaruh terhadap
Employees Aggression
2. Noor
Arifin 2012
Analisis Kualitas
Kehidupan Kerja, Kinerja,
Analisis Structural
Equation Modeling
Variabel kualitas
kehidupan kerja
dan Tidak
ada variabel
kepuasan dan metode
Hasil dari
penelitian ini
menunjukan bahwa semakin
45 Dan
Kepuasan Kerja Pada CV.
Duta Senenan
Jepara SEM
kinerja analisis
menggunak an SEM
baik kualitas
kehidupan kerja karyawan
CV. Duta
Senenan Jepara
sangat berpengaruh
terhadap kinerjanya.
3. Gunawan,
Solang, dan
Kartika 2013
Organizational Citizenship
Behavior OCB Yang
Berpengaruh Pada
Kinerja Karyawan Dan
Kepuasan Konsumen
Di Hotel Sheraton
Surabaya Analisis
Partial Least
Square PLS
Variabel OCB
dan kinerja
karyawan Tidak
ada variabel
kepuasan konsumen
dan metode analisis
yang digunakan
PLS Pada penelitian
ini dapat dikatan bahwa
Organizational Citizenship
Behavior OCB berpengaruh
terhadap kinerja karyawan
dan kepuasan
konsumen Hoten Sheraton
Surabaya 4.
Handayani 2013
Etika Lembaga Dan
Kinerja Perawat Rumah
Sakit Umum
Dengan Quality Of Work Life
Sebagai Variabel
Intervening Analisis
Deskriptif Variabel
QWL dan
kinerja yang digunakan
dalam penelitian
Tidak ada
variabel etika
lembaga. Selain
itu metode
analisisnya bebeda
Berdasarkan hasil penelitian
ini disimpulkan bahwa
etika lembaga
akan meningkatkan
Quality of Work Life
QWL.. QWL
dapat
46 meningkatkan
kinerja perawat. 5.
Linda Kartini
Ticoalu 2013
Organizational Citizen Behavior
OCB dan
Komitmen Organisasi
Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Karyawan
Regresi Linier
Berganda Variabel
OCB terhadap
Kinerja Karyawan
dan metode analisis
dengan regresi
berganda Tidak
terdapat variabel
komitmen organisasi
Secara simultan terdapat
pengaruh signifikan antara
OCB dan
komitmen organisasi
terhadap kinerja karyawan.
Selain itu,
secara parsial
OCB mempunyai
pengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan.
6. Triana
Fitriastuti 2013
Pengaruh Kecerdasan
Emosional, Komitmen
Organisasional Dan
Organizational Citizenship
Behavior Terhadap
Kinerja Regresi
Linier Berganda
Variabel OCB
terhadap kinerja
karyawan. Metode
analisis dengan
regresi linier
berganda Tidak
terdapat variabel
kecerdasan emosional
dan komitmen
organisasi Sementara OCB
secara tidak
langsung berpengaruh
pada pencapaian tujuan
perusahaan, karena perilaku
OCB menunjukan
karyawan akan
47 Karyawan
berkontribusi meningkatkan
kinerjanya.
2.8. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penilitian ini adalah:
H
1
: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Organizational Citizenship Behavior OCB terhadap kinerja karyawan.
H
2
: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Quality of Work Life QWL terhadap kinerja karyawan.
H
3
: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Organizational Citizenship Behavior OCB dan Quality of Work Life QWL
terhadap kinerja karyawan.
2.9. Kerangka Berpikir
Menurut Usman 2009: 34 kerangka berpikir merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan kita. Kerangka
berpikir disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan. Menurut Sulistyaningsih 2012: 50 kerangka ini merupakan bagan
atau skema yang menerangkan tentang hubungan antar konsep-konsep yang berhubungan dengan variabel yang diteliti. Kerangka ini dibuat untuk
48 menyempitkan bidang pandang dan menyederhanakan permasalahan
penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini,
maka dikembangkan model sebagai kerangka berpikir dari penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
Organizational Citizenship Behavior
X1
Quality of Work Life X2
Kinerja Karyawan Y
H1
H2 H3
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencangkup dalam ruang lingkup sumber daya manusia yang membahas mengenai pengaruh Organizational Citizenship Behavior
OCB dan Quality of Work Life QWL terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan hal ini maka dibutuhkan perusahaan yang telah terbukti dengan
berbagai keunggulannya guna membuktikan bahwa OCB dan QWL mempengaruhi kinerja karyawan yang secara keseluruhan ikut mempengaruhi
kinerja perusahaan. Oleh karena itu penulis memilih Nissan sebagi objek penelitian. Hal ini karena dalam event skala internasional Gaikindo Indonesia
International Auto Show GIIAS menurut data Thegaspol.com Nissan berhasil meraih Wow Product dari Mark Plus, selain itu menurut data
AutonetMagz.com pada semester pertama tahun 2015 Nissan berhasil meraih merek mobil terbesar di Inggris dan disemua negara di Eropa Nissan berhasil
menaikkan penjual dengan rata-rata kenaikan 4,2. Oleh karena hal tersebutlah maka menurut peneliti perusahaan ini sangatlah tepat jika
digunakan sebagai objek dalam penelitian ini. Lokasi penelitian ini berada di PT. Indomobil Trada Nasional Nissan-Cinere di Jalan Limo Raya Kav 95,
Limo, Jawa Barat 16515 nissan.co.id. Waktu penelitian dilakukan pada bulan 01 Oktober – 10 November 2015.
50
B. Variabel Penelitian