5,4 kali lebih besar untuk menderita penyakit filariasis dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan seperti itu keluar rumah pada malam hari.
Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarigan dan Ramli 2008 di Kabupaten Muaro Jambi juga menyatakan ada hubungan yang bermakna antara
perilaku kebiasaan keluar malam dengan terjadinya penyakit filariasis. Kebiasaan responden kasus di Kabupaten Pidie banyak melakukan aktivitas
diluar rumah pada malam hari, 25,7 responden sering ke warung kopi, 60 responden mengikuti pengajian dan 8,6 bekerja pada malam hari. Intensitas keluar
setiap malam yang dilakukan oleh responden sebanyak 32,9 dan 68,6 responden saat keluar malam tidak menggunakan pelindung dari gigitan nyamuk.
5.2. Hubungan Sanitasi Rumah Responden terhadap Kejadian Filariasis
Pengukuran Sanitasi Rumah Responden terhadap kejadian filariasis diukur berdasarkan dinding rumah, pemakaian kawat kasa, gantungan baju di dalam rumah,
langit-langit rumah dan pemakaian kelambu.
5.2.1. Hubungan Dinding Rumah Responden terhadap Kejadian Filariasis
Kerapatan dinding adalah salah satu syarat dari rumah sehat menurut Mukono 1999 yang dikutip oleh Pulungan dkk 2012, menyatakan kontruksi
rumah dengan dinding yang tidak tertutup rapat memungkinkan terjadinya penular malaria dalam rumah. Walaupun dalam hasil penelitian ini belum dapat
membuktikan secara uji statistik yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kerapatan dinding dengan kejadian filariasis. Hal ini bukan berarti
Universitas Sumatera Utara
kerapatan dinding tidak mempunyai hubungan dengan kejadian filariasis, akan tetapi kemungkinan ini akan mempermudah masuknya nyamuk ke dalam rumah
lebih besar bila dibandingkan dengan kondisi dinding rumah yang rapat, kondisi tersebut menyebabkan penghuni rumah lebih potensial digigit nyamuk sehingga
akan memperbesar resiko terjadinya penularan penyakit filariasis. Hasil penelitian terhadap dinding rumah responden, didapatkan dinding rumah
pada kelompok kasus dapat berisiko masuknya nyamuk karena konstruksi dinding rumah terbuat dari material kayu yang tidak rapat, pelepah rumbia maupun dari
anyaman bambu sebesar 97,1, sedangkan dinding rumah pada kelompok kontrol berisiko sebesar 84,3. Analisis hubungan dinding rumah responden dengan kejadian
filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,006 p 0,25 dengan OR sebesar 6,339 95 CI= 1,350 – 29,761 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara dinding rumah responden dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki konstruksi dinding rumah terbuat dari
material kayu yang tidak rapat, pelepah rumbia maupun dari anyaman bambu memiliki risiko 6,339 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang
konstruksi dinding rumah terbuat dari material beton maupun dari papan atau triplek yang rapat dan rapi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulfana 2009 di Kabupaten Pekalongan, dimana hasil penelitiannya menyatakan bahwa
kerapatan dinding rumah berhubungan dengan kejadian filariasis.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi dinding rumah responden kasus di Kabupaten Pidie 97,1 dinding rumah responden berisiko masuknya nyamuk kedalam rumah, khususnya dinding
kamar tidur responden. Hasil pengamatan di lapangan, banyak dinding rumah responden terbuat dari pelepah rumbia maupun terbuat anyaman bambu yang tingkat
kerapatan dinding kurang rapat, sehingga berisiko masuknya nyamuk ke dalam rumah.
5.2.2. Hubungan Pemakaian Kawat Kasa di Rumah Responden terhadap Kejadian Filariasis