Analisis Bivariat Kriteria Kasus dan Kontrol

Tabel 4.4 Lanjutan No Lingkungan Rumah Responden Kasus Kontrol N n 3 Kandang Ternak Berisiko 60 85,7 49 70 Tidak Berisiko 10 14,3 21 30 Total 70 100,0 70 100,0 Hasil penelitian terhadap habitat tempat berkembangbiak vektor, rumah pada kelompok kasus dapat berisiko karena tempat berkembangbiak vektor seperti lagun, sawah, kolam dan saluran air yang lokasinya berada pada jarak 100 meter sebesar 92,9, sedangkan pada kelompok kontrol juga berisiko sebesar 78,6. Ditinjau dari kebersihan lingkungan, rumah pada kelompok kasus dapat berisiko karena lingkungan sekitar rumah terdapat banyak genangan air dipekarangan rumah, sampah yang berserekan dan sampah yang menumpuk seperti kaleng maupun wadah yang dapat menampung air tempat berkembangbiak vektor sebesar 85,7, sedangkan pada kelompok kontrol juga memiliki risiko sebesar 98,6. Berdasarkan keberadaan kandang ternak yang lokasinya berdekatan dengan tempat tinggal responden, didapatkan pada kelompok kasus memiliki risiko karena kandang ternak berada dekat dengan tempat tinggal yang jaraknya 100 m sebesar 85,7, sedangkan pada kelompok kontrol berisiko sebesar 70.

4.4. Analisis Bivariat

Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan Universitas Sumatera Utara der ajat kepercayaan 95 α = 5 dan untuk mengetahui kekuatan antara faktor risiko dengan kejadian Filariasis digunakan perhitungan Odds Ratio OR. Analisis bivariat dilakukan dengan membuat tabel silang crosstab 2 x 2. Berdasarkan hasil uji statistik akan diperoleh nilai p, dimana nilai p 0,25 berarti terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil analisis bivariat lingkungan rumah responden dengan kejadian filariasis di Kabupaten Pidie pada tahun 2013 seperti terlihat pada Tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Hubungan Karakteristik Responden dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Pidie Tahun 2013 No Variabel Kejadian Filariasis Kasus Kontrol Nilai p OR 95 CI N n I. Karakteristik Responden 1 Umur Dewasa 55 78,6 31 44,3 0,000 4,613 Tua 15 21,4 39 55,7 2,200 – 9,673 Total 70 100,0 70 100,0 2 Pendidikan Dasar SD SLTP 68 97,1 64 91,4 0,137 3,187 Menengah SLTA 2 2,9 6 8,6 0,621 – 16,371 Total 70 100,0 70 100,0 3 Kebiasaan Berisiko 18 25,7 2 2,9 0,000 11,769 Tidak Berisiko 52 74,3 68 97,1 2,613 – 53,001 Total 70 100,0 70 100,0 II. Sanitasi Rumah Responden 4 Dinding Rumah Berisiko 68 97,1 59 84,3 0,006 6,339 Tidak Berisiko 2 2,9 11 15,7 1,350 – 29,761 Total 70 100,0 70 100,0 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Lanjutan No Variabel Kejadian Filariasis Kasus Kontrol Nilai p OR 95 CI N n 5 Pemakaian Kawat Kasa Berisiko 69 98,6 58 82,9 0,001 14,276 Tidak Berisiko 1 1,4 12 17,1 1,802 – 113,095 Total 70 100,0 70 100,0 6 Gantungan Baju Berisiko 65 92,9 53 75,7 0,004 4,170 Tidak Berisiko 5 7,1 17 24,3 1,443 – 12,048 Total 70 100,0 70 100,0 7 Langit-langit Rumah Berisiko 66 94,3 53 75,7 0,001 5,292 Tidak Berisiko 4 5,7 17 24,3 1,680 – 16,675 Total 70 100,0 70 100,0 8 Pemakaian Kelambu Berisiko 65 92,9 54 77,1 0,008 3,852 Tidak Berisiko 5 7,1 16 22,9 1,325 – 11,197 Total 70 100,0 70 100,0 III. Lingkungan Rumah Responden 9 Habitat lagun, sawah, kolam dan saluran air Berisiko 65 92,9 55 78,6 0,014 3,545 Tidak Berisiko 5 7,1 15 21,4 1,211 – 10,377 Total 70 100,0 70 100,0 10 Kebersihan Lingkungan Berisiko 60 85,7 69 98,6 0,002 0,087 Tidak Berisiko 10 14,3 1 1,4 0,011 – 0,699 Total 70 100,0 70 100,0 11 Kandang Ternak Berisiko 60 85,7 49 70 0,024 2,571 Tidak Berisiko 10 14,3 21 30 1,108 – 5,970 Total 70 100,0 70 100,0 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis hubungan umur responden dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,000 p 0,25 dengan OR sebesar 4,613 95 CI= 2,200 – 9,673 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur responden dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang berumur dewasa memiliki risiko 4,613 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang berumur tua. Ditinjau dari hasil analisis hubungan pendidikan responden dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,137 p 0,25 dengan OR sebesar 3,187 95 CI= 0,621 – 16,371 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan responden dengan kejadian filariasis. Kemudian ditinjau dari analisis hubungan kebiasaan responden dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,000 p 0,25 dengan OR sebesar 11,769 95 CI= 2,613 – 53,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan responden dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasan melakukan aktivitas diluar rumah dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam seminggu memiliki risiko 11,769 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang aktivitas diluar rumah dengan frekwensi kurang dari 3 kali dalam seminggu. Analisis hubungan dinding rumah responden dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,006 p 0,25 dengan OR sebesar 6,339 95 CI= 1,350 – 29,761 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara dinding rumah responden dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan Universitas Sumatera Utara bahwa responden yang memiliki konstruksi dinding rumah terbuat dari material kayu yang tidak rapat, pelepah rumbia maupun dari anyaman bambu memiliki risiko 6,339 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang konstruksi dinding rumah terbuat dari material beton maupun dari papan atau triplek yang rapat dan rapi. Hasil analisis hubungan pemakaian kawat kasa pada ventilasi rumah responden dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,001 p 0,25 dengan OR sebesar 14,276 95 CI= 1,802 – 113,095 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi rumah responden dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang ventilasi rumah tidak menggunakan kawat kasa sejenisnya memiliki risiko 14,276 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang ventilasi rumah ada menggunakan kawat kasa sejenisnya. Selanjutnya hasil analisis hubungan gantungan baju didalam rumah responden dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,004 p 0,25 dengan OR sebesar 4,170 95 CI= 1,443 – 12,048 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara gantungan baju didalam rumah responden dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang bajunya bergantungan dalam waktu lama di dalam kamar tidur maupun ruangan lainnya memiliki risiko 4,170 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang bajunya bergantungan dalam waktu tidak lama di dalam kamar tidur maupun ruangan lainnya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil analisis hubungan langit-langit didalam rumah responden dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,001 p 0,25 dengan OR sebesar 5,292 95 CI= 1,680 – 16,675 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara langit-langit didalam rumah responden dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang rumah tidak memiliki langit-langit plafon yang dapat masuk nyamuk memiliki risiko 5,292 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden rumah memiliki langit-langit plafon yang tidak dapat masuk nyamuk. Selanjutnya untuk hasil analisis hubungan pemakaian kelambu oleh responden dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi- square diperoleh nilai p = 0,008 p 0,25 dengan OR sebesar 3,852 95 CI= 1,325 – 11,197 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara langit-langit didalam rumah responden dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang tidak menggunakan kelambu pada saat tidur malam hari memiliki risiko 3,852 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang menggunakan kelambu pada saat tidur malam hari. Menurut hasil analisis hubungan habitat dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,014 p 0,25 dengan OR sebesar 3,545 95 CI= 1,211 – 10,377 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara habitat dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang rumahnya ditemukan salah satu tempat berkembangbiak vektor seperti lagun, sawah, kolam dan saluran air yang lokasinya berada pada jarak 100 meter memiliki risiko 3,545 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang rumahnya tidak ditemukan tempat berkembangbiak vektor. Kemudian hasil analisis hubungan kebersihan lingkungan dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square Universitas Sumatera Utara diperoleh nilai p = 0,002 p 0,25 dengan OR sebesar 0,087 95 CI= 0,011 – 0,699 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebersihan lingkungan dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang lingkungan sekitar rumah terdapat banyak genangan air dipekarangan rumah, sampah yang berserekan dan sampah yang menumpuk seperti kaleng maupun wadah yang dapat menampung air tempat berkembangbiak vektor memiliki risiko 0,087 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang lingkungan sekitar rumah dalam kondisi bersih yang tidak bisa dijadikan tempat berkembangbiak vektor. Hasil analisis hubungan keberadaan kandang ternak dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,024 p 0,25 dengan OR sebesar 2,571 95 CI= 1,108 – 5,970 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara keberadaan kandang ternak dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang kandang ternak berada dekat dengan tempat tinggal yang jaraknya 100 m memiliki risiko 2,571 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang kandang ternak berada ≥ 100 m dengan tempat tinggal.

4.5. Analisis Multivariat

Dokumen yang terkait

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

5 87 152

Hubungan Sanitasi Lingkungan Perumahan Dan Perilaku Masyarakat Dengan Kejadian Filariasis di Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2012

1 56 140

Hubungan Sanitasi Lingkungan Perumahan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Penyakit Filariasis di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005

0 35 181

Hubungan Karakteristik Penderita, Lingkungan Fisik Rumah Dan Wilayah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009

1 37 101

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN RUMAH DAN Hubungan antara Lingkungan Rumah dan Sanitasi akanan dengan Keberadaan Tikus di Kabupaten Boyolali.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN RUMAH DAN Hubungan antara Lingkungan Rumah dan Sanitasi akanan dengan Keberadaan Tikus di Kabupaten Boyolali.

0 2 20

PENDAHULUAN Hubungan antara Lingkungan Rumah dan Sanitasi akanan dengan Keberadaan Tikus di Kabupaten Boyolali.

0 2 4

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 13

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI INDONESIA Physical Environtment Faktor Relation with Filariasis in Indonesia

0 0 9

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN TAHUN 2012

0 0 14