Hubungan Habitat terhadap Kejadian Filariasis

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Juriastuti, dkk 2010 di Kelurahan Jati Sampurna, menyatakan bahwa keberadaan kelambu merupakan faktor yang berisiko terjadinya filariasis. Berdasarkan pemakaian kelambu pada responden kasus di Kabupaten Pidie, ternyata dari hasil penelitian didapatkan 88,6 responden tidak menggunakan kelambu pada saat tidur malam hari dan 71,4 reponden tidak menggunakan obat anti nyamuk. Peneliti berasumsi, hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan responden yang disebabkan tingkat pendidikan responden yang hanya berpendidikan dasar SD dan SMP sebanyak 97,1. Di samping itu masih ada responden yang tidak bisa tidur bila menggunakan kelambu karena merasa risih, padahal Dinas Kesehatan Pidie maupun bantuan dari lembaga lainnya telah membagikan kelambu ke repondnen.

5.3. Hubungan Lingkungan Rumah Responden terhadap Kejadian Filariasis

Pengukuran lingkungan rumah responden terhadap kejadian malaria diukur berdasarkan habitat tempat berkembang biak, kebersihan lingkungan dan kandang ternak.

5.3.1. Hubungan Habitat terhadap Kejadian Filariasis

Menurut Anies 2005 tempat perindukan nyamuk ini bermacam-macam tergantung jenis nyamuknya, ada yang hidup di pantai, rawa-rawa, persawahan, tambak ikan maupun air bersih di pegunungan. Prinsipnya sedapat mungkin Universitas Sumatera Utara meniadakan tempat perindukan nyamuk tersebut dengan menjaga kebersihan lingkungan. Hasil penelitian terhadap habitat tempat berkembangbiak vektor, rumah pada kelompok kasus dapat berisiko karena tempat berkembangbiak vektor seperti lagun, sawah, kolam dan saluran air yang lokasinya berada pada jarak kurang 100 meter sebesar 92,9, sedangkan pada kelompok kontrol juga berisiko sebesar 78,6. Menurut hasil analisis hubungan habitat dengan kejadian filariasis menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,014 p 0,25 dengan OR sebesar 3,545 95 CI= 1,211 – 10,377 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara habitat dengan kejadian filariasis. Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang rumahnya ditemukan salah satu tempat berkembangbiak vektor seperti lagun, sawah, kolam dan saluran air yang lokasinya berada pada jarak 100 meter memiliki risiko 3,545 kali lebih besar untuk terjadinya filariasis dari responden yang rumahnya tidak ditemukan tempat berkembangbiak vektor. Menurut Handayani 2008, habitat nyamuk adalah suatu daerah dimana tersedia tempat beristirahat, setiap nyamuk pada waktu aktivitasnya akan melakukan orientasi terhadap habitatnya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yaitu hinggap istirahat selama 24 jam – 48 jam lalu kawin dan sesudah itu menuju hospes setelah cukup memperoleh darah dari hospes nyamuk kembali ke tempat istirahat untuk menunggu waktu bertelur begitulah terus menerus proses ini berkelajutan yang disebut siklus Gonotropik: yaitu dimulai dari Tempat berkembang biak kemudian ke Universitas Sumatera Utara tempat hospes makan selanjutnya ke tempat istirahat begitu terus menerus berlangsung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan buruk rawa sebagai tempat perindukan nyamuk penular dengan jarak terbang nyamuk yang kurang dari 200 m akan sangat memberikan peluang besar terjadinya filariasis di daerah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan teori bahwa nyamuk pada umumnya mempunyai daya terbang sejauh 50-100 meter. Dilaporkan pula beberapa jenis nyamuk antara lain nyamuk Aedes mampu terbang sampai 320 m Sudjadi FA, 1996. Keadaan lingkungan, seperti daerah hutan, persawahan, rawa-rawa yang sering ditumbuhi tumbuhan air dan saluran air limbah dan parit adalah salah satu habitat yang baik untuk pertumbuhan nyamuk spesies tertentu Sumarni S, 1998. Hasil penelitian Saniambara 2005 yang dikutip oleh Reyke Uloli dkk 2008 di Kecamatan Rote Timur dikatakan ada hubungan keadaan lingkungan sekitar pemukiman terhadap infeksi filariasis r = 0,1563, p = 0,0024. Faktor lainnya yang mendukung terjadinya penularan adalah kondisi rumah yang ditempati dan letak sumber air yang digunakan. Kondisi habitat di lokasi tempat tinggal responden kasus di Kabupaten Pidie, didapatkan 92,9 berisiko karena tempat berkembangbiak vektor seperti lagun, sawah, kolam dan saluran air yang lokasinya berada pada jarak kurang 100 meter. Kondisi tersebut diakibatkan banyak pemukiman penduduk yang berada didaerah rawa-rawa dan berdekatan dengan pesisir pantai yang banyak area tambak ikan Universitas Sumatera Utara

5.3.2. Hubungan Kebersihan Lingkungan terhadap Kejadian Filariasis

Dokumen yang terkait

Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian penyakit Cacing Pita (Taenia Solium) Pada Siswa SD Negeri 173545 di Desa Tambunan Kecamatan Balige Tahun 2014

5 87 152

Hubungan Sanitasi Lingkungan Perumahan Dan Perilaku Masyarakat Dengan Kejadian Filariasis di Kecamatan Kampung Rakyat Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2012

1 56 140

Hubungan Sanitasi Lingkungan Perumahan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Penyakit Filariasis di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005

0 35 181

Hubungan Karakteristik Penderita, Lingkungan Fisik Rumah Dan Wilayah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009

1 37 101

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN RUMAH DAN Hubungan antara Lingkungan Rumah dan Sanitasi akanan dengan Keberadaan Tikus di Kabupaten Boyolali.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN RUMAH DAN Hubungan antara Lingkungan Rumah dan Sanitasi akanan dengan Keberadaan Tikus di Kabupaten Boyolali.

0 2 20

PENDAHULUAN Hubungan antara Lingkungan Rumah dan Sanitasi akanan dengan Keberadaan Tikus di Kabupaten Boyolali.

0 2 4

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA PULOSARI KEBAKKRAMAT KECAMATAN Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Pulosari Kebakkramat Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar.

0 1 13

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI INDONESIA Physical Environtment Faktor Relation with Filariasis in Indonesia

0 0 9

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN PERUMAHAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KECAMATAN KAMPUNG RAKYAT KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN TAHUN 2012

0 0 14