Konsep dan Tahapan Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue DD

17 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen Sebagai model pembelajaran, pada dasar- nya DD bukanlah sebuah pendekatan yang baru sama sekali, akan tetapi telah diadaptasikan dari berbagai metode yang telah ada sebelumnya GDI, 2001. Oleh karena itu, DD bisa menggunakan semua metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya seperti belajar aktif lainnya. Dengan demikian, filosofi DD melakukan penajaman- penajaman terhadap seluruh metode pembelajaran yang telah ada khususnya yang bersifat inovatif. Fokus kajian DD dalam pembelajaran dikon- sentrasikan dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis, tidak saja menekankan keaktifan peserta didik pada aspek fisik, akan tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual. Untuk keperluan pembelajaraan, GDI 2001 mengindentifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan DD, yaitu: 1 peserta didik dan guru nampak aktif; 2 mengoptimalisasikan potensi intelligensi peserta didik; 3 berfokus pada mental, emosional dan spiritual; 4 menggunakan pendekatan dialog mendalam dan berpikir kritis; 5 peserta didik dan dosen dapat menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik; 6 dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari; 7 lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian. Dalam tataran praksis, pembelajaran ber- basis DD ini juga sejalan dengan pembelajaran yang dikembangkan yang mengarah pada Student Centered Learning SCL yakni pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar peserta didik. Ciri SCL Dirjen Dikti, 2005 sebagai berikut: a peserta didik belajar baik secara individual maupun berkelompok untuk membangun pengetahuan de- ngan cara mencari dan menggali sendiri informasi dan teknologi yang dibutuhkannya secara aktif. 2 Guru lebih berperan sebagai FEE facilitating, empowering, enabling dalam membantu peserta didik untuk menemukan solusi terhadap perma- salahan nyata sehari-hari. 3 Peserta didik tidak hanya menguasai isi mata pelajaran tetapi mereka juga belajar tentang bagaimana belajar. 4 belajar menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh guru yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada peserta didik; e belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat learning throughout of life suatu ketrampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja; f belajar termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia, baik berfungsi sebagai informasi pembelajaran maupun sebagai alat untuk memberdayakan peserta didik dalam mencapai keterampilan utuh yang dibutuhkan. Pengembangan pembelajaran berbasis DD yang diimplementasikan dalam proses belajar mengajar dijalankan secara tahap demi tahap sebagaimana proses belajar mengajar pada umumnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana 1997 yakni: 1 Tahap pra instruksional. Tahap pra instruksional merupakan tahap awal yang ditempuh pada saat memulai proses pem- belajaran, antara lain melalui kegiatan: Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai dari pelajaran yang sudah dibelajarkan; Mengajukan pertanyaan pada peserta didik mengenai bahan yang telah dibelajarkan; dan Mengulang secara singkat semua aspek yang telah dibelajarkan. 2 Tahap instruk- sional. Tahap instruksional merupakan tahap pem- berian atau pelaksanaan kegiatan pembelajaran yakni: Materi, tugas dan contoh-contoh; Peng- gunaan alat bantu untuk memperjelas perolehan belajar; dan Serta menyimpulkan hasil pem- belajaran. 3 Tahap evaluasi. Tahap evaluasi dan tindak lanjut adalah tahap untuk mengatahui keberhasilan tahap instruksional.

D. Sandaran Teoritis Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue DD

Paling tidak ada tiga teori yang menjadi sandaran pembelajaran iovatif berbasis DD ini, yaitu konstruktivistis, humanistik, dan iovasi dari Rogers. 18 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen Pertama, Konstruktivistik. Pembelajaran berbasis DD mengakses paham konstruktivis de- ngan menekankan adanya dialog mendalam. Pan- dangan konstruktivis dalam pembelajaran adalah bahwa anak-anak diberi kesempatan agar meng- gunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi Slavin, 1994; Abruscato, 1999; Suparno, 1997. Paling tidak ada 2 dua teori yang melandasi pendekatan konstruktivisme modern yaitu “Teori Perkem- bangan Kognitif Piaget dan Teori Perkembangan Mental Vygotsky”. a Teori Perkembangan Kog- nitif Piaget. Piaget menyatakan bahwa anak mem- bangun sendiri skemanya serta membangun kon- sep-konsep melalui pengalaman-pengalamannya Abruscato, 1999; Wolfolk, 1993. b Teori Per- kembangan Fungsi Mental Vygotsky. Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga berpendapat bahwa anak membentuk pengetahuan sebagai hasil pikiran dan kegiatan anak sendiri Suderadjat, 2004. Baik Piaget dan Vigotsky Suderadjat, 2004 berpan- dangan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi bila konsep-konsep yang difahami sebelumnya, di- olah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi baru Merril, 1991. Selain itu, Dewey Khilmiyah, dkk. 2005 mengata- kan bahwa learning by doing artinya pengalaman diperoleh sesorang melalui bekerja yang meru- pakan hasil belajar yang tidak mudah dilupakan “I see I forget, Ihear I remember, I do I under- stand”. Kedua, teori belajar humanistik. Teori ini menekankan pada isi dan proses yang berorientasi pada peserta didik sebagai subyek belajar. Humanistik menekankan bahwa proses belajar berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri Uno, dkk, 2004. Proses belajar terjadi karena komunikasi personal. Teori ini bertujuan untuk me- manusiakan manusia agar mampu mengaktuali- sasikan diri dalam kehidupan. Teoris humanistik Kolb Uno, dkk, 2004, membagi belajar ke da- lam empat tahap, yaitu: a tahap pengalaman kon- kret; yaitu perserta didik dalam belajarnya hanya sekedar ikut mengalami suatu peristiwa; b tahap pengamatan kreatif dan reflektif, yaitu secara lambat laun peserta didik mampu mengdakan pengamatan secara aktif terhadap suatu peristiwa dan mulai memikirkan untuk memahaminya; c tahap konseptualisasi, yaitu peserta didik mampu membuat abstraksi dan generalisasi berdasarkan contoh-contoh peristiwa yang diamati; dan d tahap eksperimentasi aktif, peserta didik mampu menerapkan suatu aturan umum pada situasi baru. Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam DD berdasarkan teori ini antara lain: adanya prinsip komunikasi multi arah, prinsip pengenalan diri untuk mengenal dunia orang lain, prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan, prinsip saling memberadabkan dan memberdayakan, prinsip keterbukaan dan keju- juran serta prinsip empatisitas yang tinggi Al- Hakim, 2002. Ketiga, Teori Inovasi dari Rogers. Rogers 1983, memerinci adanya lima aspek inovasi yang dapat diterima oleh adopter, adalah sebagai berikut: a Keuntungan relatif, adalah tindakan dimana suatu ide baru dianggap lebih baik dari pada ide- ide yang ada sebelumnya; b Kompatibilitas, ada- lah sejauh mana suatu inovasi pendidikan dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima inovasi; c Kompleksiti, adalah tingkat dimana suatu inovasi pendidikan dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan diterapkan oleh pelaksana pendidikan. Ino- vasi-inovasi tertentu begitu mudah dipahami oleh beberapa guru, sedangkan guru lainnya tidak. Kerumitan inovasi pendidikan berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya; d Trialibility, ada- lah suatu tingkat dimana sebuah inovasi dapat di- cobakan dalam skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada ino- vasi yang tak dapat dicoba lebih dulu; e Obser- vability, adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil-hasil ino- vasi tertentu mudah diamati dan dikomunikasikan kepada orang lain, sedangkan beberapa lainnya tidak. Observabilitas suatu inovasi pendidikan ber-