Teori Fungus Konten Tipologi Sistem Pendidikan “Entrepreneurship”

157 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen bangan diri siswa dan juga bagi perkembangan kearifan lokal yang ada. Dengan adanya teori ini, siswa diharapkan dapat bertindak dan berpikir berdasarkan pengetahuan global yang relevan.

6. Teori Amoeba

Teori ini beranggapan bahwa pengembangan kearifan lokal dilakukan dengan sepenuhnya menggunakan pengetahuan global dalam konteks lokal. Berdasarkan teori ini, kuriku- lum didesain dengan cara memasukkan perspektif dan pengetahuan global dalam skala besar. Dengan adanya teori ini, siswa diharap- kan dapat menjadi pribadi yang fleksibel, terbuka, dan tanpa identitas lokal yang melekat pada dirinya Keenam teori tersebut dipilih berdasarkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu negara. Di Indonesia, pendidikan tidak hanya berorientasi pada kearifan lokal saja, tetapi juga tetap memperhatikan pengetahuan global yang terjadi di lingkungan internasional. Misalnya, pendidikan berbasis kearifan lokal sedang marak dilakukan di berbagai negara, maka Indonesia juga melakukan hal yang sama dengan cara meng- adaptasinya dengan konten kearifan lokal yang dimiliki. Namun, apabila ada model pembelajaran yang sedang diterapkan secara massal di berbagai negara tapi tidak sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal, maka Indonesia perlu menolak atau mendesain model pembelajaran tersebut agar sesuai dengan konteks ke-Indonesia-an. Pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 tentang ketentuan umum berbunyi: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Berdasarkan bunyi pasal tersebut, pendidik- an nasional di Indonesia tergolong menerapkan dua teori sekaligus, yaitu tree theory dan birdcage theory karena ada usaha memproteksi budaya lokal, menyaring budaya luar yang masuk ke dalam negeri, sekaligus bercita-cita mampu menghadapi perubahan zaman globalisasi. Selain kedua teori tersebut, teori DNA, teori fungus, dan teori kristal juga berpotensi digunakan dalam pendidikan di Indonesia karena ketiga teori tersebut tetap beru- paya untuk mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal dengan memanfaatkan pengetahuan global yang bermanfaat bagi pengembangan kearifan lokal. Sementara itu, teori amoeba tidak dapat dilaksanakan di Indonesia karena teori tersebut menghilangkan identitas lokal yang melekat dalam diri siswa, sehingga teori ini berpotensi mengikis kesadaran dan kecintaan terhadap kearifan lokal Nusantara. Faktor yang Perlu Diperhatikan Untuk mencapai keberhasilan pembentukan jati diri pendidikan Nusantara yang berlandaskan kearifan lokal, terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum, selama, dan sesudah meran- cang dan melaksanakan usaha-usaha internalisasi kearifan lokal yang dilakukan. Faktor yang perlu diperhatikan adalah fakta tentang sejauh mana kearifan lokal diinternalisasikan dalam pendidikan. Kearifan lokal telah dimasukkan dalam UU Sisdiknas bahwa pengelolaan pendidikan jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dilakukan dengan memanfaatkan keunggulan lokal. Hal itu menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pentingnya pelestarian dan pemertahanan kearifan lokal dalam pendidikan. Selain itu, pendi- dikan karakter yang masuk dalam kurikulum juga membuka peluang bagi kearifan lokal untuk lebih ditanamkan dalam dunia pendidikan. Salah satu nilai karakter yang dikembangkan adalah cinta tanah air. Nilai karakter tersebut ditanamkan dengan cara meningkatkan kesadaran dan kecinta- 158 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen an siswa terhadap tanah air Indonesia yang terdiri atas berbagai suku dengan berbagai kearifan lokal Indonesia yang terhimpun dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Potensi Kearifan Lokal Faktor yang perlu diperhatikan adalah kearifan lokal apa saja berpotensi diinternalisasikan dalam pendidikan. Hal itu merujuk pada jenis atau bentuk kearifan lokal yang dapat dimanfaatkan. Identifikasi potensi kearifan lokal dapat dilakukan dengan studi pustaka dan studi empiris tentang kearifan lokal yang berpotensi dimasukkan dalam pendidikan, kemudian dipetakan kearifan lokal mana saja yang sangat berpotensi, berpotensi, cukup berpotensi, kurang berpotensi, dan tidak berpotensi diinternalisasikan dalam pendidikan. Penentuan tingkat potensi itu didasarkan pada muatan nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut, apakah nilai kearifan lokal tersebut sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan psikologis, sosial, dan ekologis siswa. Berdasarkan pertimbangan psikologis, kearifan lokal yang diinternalisasikan dalam diri siswa disesuaikan dengan perkembangan kejiwaan siswa, sehingga kerifan lokal yang dikembangkan di setiap jenjang akan berbeda. Semakin tingi jenjang pendidikannya, maka semakin kompleks dan mendalam kearifan lokal yang diinternal- isasikan. Pada jenjang sekolah dasar, kearifan lokal yang dikembangkan adalah yang bersifat konkret, observable, dan sederhana, seperti sistem pertanian, sistem kekeluargaan, dan seba- gainya. Pada jenjang sekolah menengah pertama, kearifan lokal yang dikembangkan adalah yang abstrak dan kompleks, misalnya kearifan lokal di bidang ekonomi, hukum, dan budaya. Pada jen- jang sekolah menengah atas, kearifan lokal yang dikembangkan adalah yang lebih abstrak dan lebih kompleks, misalnya kearifan lokal di bidang hukum, politik, dan sebagainya. Berdasarkan pertimbangan sosial, kearif- an lokal yang diinternalisasikan dalam diri siswa disesuaikan dengan ruang lingkup sosialisasi yang dilakukan siswa pada setiap jenjang pendidikan. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka semakin luas ruang lingkup sosial kearifan lokal yang diinternalisasikan. Pada jenjang sekolah dasar, ruang lingkup sosial mencakup keluarga, tempat bermain, dan lingkungan sekolah. Pada jenjang sekolah menengah, ruang lingkup sosial mencakup keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat tempat siswa tinggal. Pada jenjang sekolah menengah atas, ruang lingkup sosial mencakup keluarga, lingkungan sekolah, masya- rakat tempat siswa tinggal, dan lingkup berbangsa dan bernegara. Berdasarkan pertimbangan ekologis, kearifan lokal yang diinternalisasikan berhubungan dengan potensi ekologis yang ada di sekitar siswa. Hal itu dilakukan sebagai bentuk penyadaran terhadap diri siswa untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar sebagai wujud rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Wagiran 2011: 85 mencontohkan budaya “sasi” di Maluku, “tara bandu” di Papua atau yang dike- nal di Jawa sebagai “pranata mangsa” tidak hanya berperan dalam pelestarian lingkungan, tetapi lebih jauh mampu mempertahankan keselarasan hubungan manusia dengan alam, keselarasan hidup dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lebih arif. Hambatan yang Berpotensi Muncul Faktor lain yang juga perlu diperhatikan adalah hambatan yang berpotensi muncul dalam proses internalisasi kearifan lokal. Analisis hambatan dibutuhkan untuk memprediksi kesulitan apa yang berpotensi muncul dalam proses internalisasi kearifan lokal. Analisis hambatan ini berfungsi dalam pemersiapan solusi apa yang dapat dilakukan jika hambatan itu muncul. Berdasarkan