Pendidikan Karakter dan Implikasinya terhadap Pembelajaran IPS-Ekonomi

15 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Slamet 2009 mengungkapkan bahwa karakter itu sebagai jati diri daya qolbu yang merupakan saripati kualitas batiniah atau rohaniah manusia yang penampakannya berupa budi pekerti sikap dan perbuatan lahiriah. Suyanto 2006 mempertegas bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan beker- jasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih lanjut, Puskur Balitbang 2010 menggariskan bahwa pendidikan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Dalam konteks watak atau jati diri bangsa, pendidikan karakter diarahkan, pada upaya: 1 mengembangkan potensi kalbunuraniafektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 2 Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3 menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4 mengem- bangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan ke- bangsaan; dan 5 mengembangkan lingkungan ke- hidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan dignity Puskur Balitbang, 2010. Lebih lanjut dijelaskan secara spesifik, nilai atau jati diri bangsa yang harus dikembangkan antara lain: nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabatkomunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, dan perilaku lainnya. Terhadap tuntutan tersebut, maka ada beberapa implikasinya terhadap pembelajaran IPS-Ekonomi di SMP, yaitu: Pertama, pada aspek tujuan tujuan pen- didikan IPS-ekonomi. Tujuan pendidikan IPS- ekonomi tentu tidak hanya menghasilkan lulusan yang melek secara ekonomi melainkan juga memi- liki karakter. Memperkuat tujuan IPS-Ekonomi sebagaimana disajikan Sardiman 2011 dan Massialas dan Allen 1996 di awal tulisan ini, beberapa ahli juga mempertegas tujuan IPS- ekonomi yang tidak hanya sebatas penguasaan konsep tetapi juga mengarah pada pembentukan karakter anak. Zamroni 2004 secara spesifik menyebutkan tujuan mata pelajaran IPS ekonomi, yaitu untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki tiga karakteristik, yaitu berkpribadian, ber- kependidikan, dan bermasyarakat. Tujuan tersebut tercapai manakala anak didik dirahkan melalui pro- ses berfikir secara kritis, sosial, dan moral Zamroni, 2004; Saidihardjo 1997; Somantri 1999; Bowell Kemp, 2002. Menurut Bowell Kemp 2002, dengan critical thinking peserta didik dapat menjadi pemikir bebas, kreatif dan secara bertanggung jawab dapat memberikan kritik atas berbagai kondisi yang ada di masyarakat khususnya kebijakan pemerintah. Kedua, Materi IPS-Ekonomi. Sejalan de- ngan tujuan tersebut, maka materi IPS-ekonomi jenjang pendidikan dasar tentu tidak lepas dari upaya pencapaian tujuan di atas. Materi atau kajian yang dibahas bersumber dari filsafat ekonomi In- donesia yang mengedepankan moralistik, demokratik, dan mandiri. Mubyarto dan Daniel W, Bromley 2002, secara tegas menyatakan ekonomi yang dipelajari adalah ekonomi tentang kehidupan nyata living economics atau real– life economics bukan ekonomi abstrak yang 16 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen berpusat pada analisis homo ekonomikus. Manusia dalam ilmu ekonomi Indonesia yang baru bukan saja homo-ekonomikus, tetapi harus lebih menon- jol sebagai homo socius dan homo ethicus. Materi tersebut dibahas dalam bentuk konsep atau tema serta proses yang berkaitan dengan issue personal, sosiokultural, spiritual, dan intelektual Sardiman, 2010. Ketiga, Prosedur Pembelajaran IPS- ekonomi. Sebagai konsekuensi pencapaian ma- nusia yang melek secara ekonomi dan berkarakter, perlu pembelajaran IPS-ekonomi diorientasikan dari pendekatan tunggal menjadi multi pendekatan kognitif, humanistik, konstruktivistik. Pemikiran kognitif lebih mengandalkan pikiran dan konsep dasar yang dimiliki pembelajar daripada pengalaman Uno, dkk, 2004; Yulaelawati, 2004. Humanistik menekankan bahwa proses belajar berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri Uno, dkk, 2004. Proses belajar terjadi karena komunikasi personal. Selanjutnya dalam pemikiran teori konstruktivistik, seseorang melakukan kegiatan belajar untuk membangun pengetahuan melalui interaksi dan interpretasi lingkungannya. Konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa penge- tahuan adalah konstruksi kita sendiri Suparno, 1997. Landasan teoritis tersebut juga sejalan landasan hukum yang menyebutkan bahwa Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diseleng- garakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk ber- partisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik Pasal 19 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan. Dengan demikian, maka konse- kuensinya adalah proses pembelajaran desaian pembelajaran dalam konteks ini menghendaki reorientasi pembelajaran dari model Teaching ke model Learning yang berpusat pada peserta didik Student Centered Learning. Model ini menem- patkan siswa sebagai subyek pembelajaran yang harus aktif mengembangkan dirinya Zamroni, 2004. Keempat, Evaluasi Pembelajaran IPS- ekonomi. Penyesuaian terhadap tujuan, materi, dan prosedur pembelajaran membawa konse- kuensi pada aspek evaluasi. Evaluasi yang digu- nakan mengacu pada evaluasi secara menyeluruh dan terpadu, bukan sistem evaluasi yang hanya menekankan isi bahan pelajaran secara kognitif. Salah satu evaluasi yang mendasari paradigma ini adalah penilaian otentik authentic assessment Supranata Hatta, 2005; Yancy, 1992; dan Mardapi, 2006. Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assessment adalah proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa meng- alami proses pembelajaran dengan benar Nurhadi, dkk., 2004. Beberapa alat penilaian yang dapat digunakan antara lain: hasil karya product, penugasan project, unjuk kerja per- formance, tes tertulis paper and pencil test, dan kumpulan hasil karya portofolio.

C. Konsep dan Tahapan Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue DD

Konsep ini bermula dari hakikat dialog yakni kegiatan percakapan antar orang dalam masya- rakatkelompok yang bertujuan bertukar ide, informasi dan pengalaman. Deep dialogue dia- log mendalam, dapat diartikan bahwa percakapan antara orang-orang tadi dialog harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan GDI, 2001. Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam DD ini antara lain adalah adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan, dan keberadaban serta empatisitas yang tinggi. 17 PROSIDING Seminar Nasional dan Call For Papers Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen Sebagai model pembelajaran, pada dasar- nya DD bukanlah sebuah pendekatan yang baru sama sekali, akan tetapi telah diadaptasikan dari berbagai metode yang telah ada sebelumnya GDI, 2001. Oleh karena itu, DD bisa menggunakan semua metode pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya seperti belajar aktif lainnya. Dengan demikian, filosofi DD melakukan penajaman- penajaman terhadap seluruh metode pembelajaran yang telah ada khususnya yang bersifat inovatif. Fokus kajian DD dalam pembelajaran dikon- sentrasikan dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis, tidak saja menekankan keaktifan peserta didik pada aspek fisik, akan tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental, emosional dan spiritual. Untuk keperluan pembelajaraan, GDI 2001 mengindentifikasi ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan DD, yaitu: 1 peserta didik dan guru nampak aktif; 2 mengoptimalisasikan potensi intelligensi peserta didik; 3 berfokus pada mental, emosional dan spiritual; 4 menggunakan pendekatan dialog mendalam dan berpikir kritis; 5 peserta didik dan dosen dapat menjadi pendengar, pembicara, dan pemikir yang baik; 6 dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari; 7 lebih menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian. Dalam tataran praksis, pembelajaran ber- basis DD ini juga sejalan dengan pembelajaran yang dikembangkan yang mengarah pada Student Centered Learning SCL yakni pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar peserta didik. Ciri SCL Dirjen Dikti, 2005 sebagai berikut: a peserta didik belajar baik secara individual maupun berkelompok untuk membangun pengetahuan de- ngan cara mencari dan menggali sendiri informasi dan teknologi yang dibutuhkannya secara aktif. 2 Guru lebih berperan sebagai FEE facilitating, empowering, enabling dalam membantu peserta didik untuk menemukan solusi terhadap perma- salahan nyata sehari-hari. 3 Peserta didik tidak hanya menguasai isi mata pelajaran tetapi mereka juga belajar tentang bagaimana belajar. 4 belajar menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh guru yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada peserta didik; e belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat learning throughout of life suatu ketrampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja; f belajar termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia, baik berfungsi sebagai informasi pembelajaran maupun sebagai alat untuk memberdayakan peserta didik dalam mencapai keterampilan utuh yang dibutuhkan. Pengembangan pembelajaran berbasis DD yang diimplementasikan dalam proses belajar mengajar dijalankan secara tahap demi tahap sebagaimana proses belajar mengajar pada umumnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana 1997 yakni: 1 Tahap pra instruksional. Tahap pra instruksional merupakan tahap awal yang ditempuh pada saat memulai proses pem- belajaran, antara lain melalui kegiatan: Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai dari pelajaran yang sudah dibelajarkan; Mengajukan pertanyaan pada peserta didik mengenai bahan yang telah dibelajarkan; dan Mengulang secara singkat semua aspek yang telah dibelajarkan. 2 Tahap instruk- sional. Tahap instruksional merupakan tahap pem- berian atau pelaksanaan kegiatan pembelajaran yakni: Materi, tugas dan contoh-contoh; Peng- gunaan alat bantu untuk memperjelas perolehan belajar; dan Serta menyimpulkan hasil pem- belajaran. 3 Tahap evaluasi. Tahap evaluasi dan tindak lanjut adalah tahap untuk mengatahui keberhasilan tahap instruksional.

D. Sandaran Teoritis Pembelajaran Berbasis Deep Dialogue DD

Paling tidak ada tiga teori yang menjadi sandaran pembelajaran iovatif berbasis DD ini, yaitu konstruktivistis, humanistik, dan iovasi dari Rogers.