Penetapan batasan waktu terjadinya penurunan fungsi ginjal secara akut, disepakati selama maksimal 48 jam. Nainggolan dan Robert, 2010
Tabel III. Klasifikasi Acute Kidney Injury AKI berdasarkan AKIN pada tahun
2005 dengan kriteria Cr serum dan UO
Nainggolan dan Robert, 2010.
F. Karbon Tetraklorida CCl
4
Karbon tetraklorida CCl
4
merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. CCl
4
dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 CYP2E1 menjadi radikal bebas triklorometil CCl
3
. Triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi yang
dapat menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Selanjutnya, triklorometiloperoksi
menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca
2+
, dan akhirnya menyebabkan kematian sel Panjaitan dkk., 2007.
Karbon tetraklorida menginduksi terjadinya stress oksidatif, hal ini memungkinkan karbon tetraklorida untuk digunakan sebagai nefrotoksin.
Terpapar karbon tetraklorida dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kerusakan hati, ginjal dan sistem saraf. Telah diketahui bahwa metabolisme karbon
tetraklorida melibatkan produksi radikal bebas yang dihasilkan oleh enzim
pemetabolisme yang terdapat pada retikulum endoplasma Moenim dan El- Khadragy, 2012.
Karbon tetraklorida merupakan nefrotoksin yang cukup kuat, yang menginduksi terjadinya stress oksidatif pada hewan uji di laboratorium. Mode
aksi dari karbon tetraklorida adalah propagasi radikal triklorometil CCl
3
, peroksidasi lipid dari sistem membran dan penipisan status antioksidan serta
kerusakan DNA pada ginjal tikus. Jaringan pada ginjal memiliki affinitas yang sangat baik terhadap karbon tetraklorida karena adanya keberadaan sitokrom P450
pada bagian korteksnya Moenim dan El-Khadragy, 2012. Senyawa hidrokarbon-halogen merupakan agen nefrotoksik. Contoh dari
senyawa hidrokarbon halogen seperti trikloroetilen, karbon tetraklorida dan kloroform. Gagal ginjal akut yang disebabkan karena senyawa hidrokarbon-
halogen dan glikol telah dilaporkan oleh Nielsen dan Larsen, 1965.
G. Ekstraksi
Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005.
Ekstraksi dengan metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil
diaduk Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010. Pada metode ini, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel
sehingga isi sel akan larut akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak
keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah melalui proses difusi pasif. Peristiwa tersebut terjadi secara berulang hingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selanjutnya, endapan dipisahkan dan filtrat dipekatkan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan Republik Indonesia, 1986.
H. Landasan Teori