yang menguji kemampuan ekstrak metanol-air 70 : 30 yang terbukti dapat bermanfaat sebagai antioksidan. Dengan kemampuannya sebagai antioksidan
tersebut diduga ekstrak metanol-air 70 : 30 dari biji Persea americana Mill. juga memiliki kemampuan sebagai nefroprotektif sehingga dipilih penyari metanol-air
70 : 30 pada penelitian ini. Parameter standarisasi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.
dilihat dari bobot pengeringan tetap. Tujuannya untuk menghitung sisa zat dengan bobot tetap setelah dilakukan pengeringan pada temperatur 70
C – 75
C. Pengeringan dilakukan dengan cara menimbang ekstrak dalam cawan porselen
setiap satu jam hingga bobot konstan pada penelitian ini selisih bobot penimbangan dengan penimbangan sebelumnya adalah 0. Dengan selisih bobot
sebesar 0 dapat dipastikan pelarut penyari ekstrak metanol sudah tidak ada. Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 10,0 g serbuk kering biji Persea americana
Mill. menghasilkan kurang lebih 2,0 g ekstrak metanol-air. Keseluruhan pembuatan ekstrak metanol-air menggunakan 200,0 g serbuk kering biji Persea
americana Mill. yang menghasilkan 53,1 g ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. Dengan rata-rata setiap cawan 2,78 g ekstrak kental dengan
rendemen sebesar 26,55 .
B. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida
Penelitian ini menggunakan karbon tetraklorida sebagai nefrotoksin. Penentuan dosis karbon tetraklorida ini bertujuan untuk mengetahui dosis karbon
tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal pada tikus yang
ditunjukkan dengan peningkatan kadar kreatinin serum yang berbeda bermakna dari kadar kreatinin serum tikus normal sebelum perlakuan pemberian karbon
tetraklorida. Dosis yang dipilih untuk penelitian ini memberikan peningkatan kreatinin serum hingga 1,5 kali dibandingkan dengan sebelum diberi perlakuan.
Penentuan dosis karbon tetraklorida berdasarkan hasil orientasi. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa karbon tetraklorida dosis 2
mlkgBB dapat menaikkan kreatinin serum hingga 2,0 kali dari kondisi tanpa pemejanan karbon tetraklorida. Hal ini berdasarkan adanya kriteria yang
menyatakan bahwa dengan adanya peningkatan kreatinin serum menjadi ≥ 1,5 kali dari keadaan normal saja dapat menjadi indikasi terjadinya gagal ginjal akut
Nainggolan dan Robert, 2010.
2. Penentuan waktu pencuplikan darah
Penentuan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui waktu dimana karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB dapat memberikan efek nefrotoksik
optimal yang ditunjukkan dengan kadar kreatinin serum tertinggi dan berbeda bermakna dengan nilai kadar kreatinin serum pada jam ke-0 sebelum pemejanan
karbon tetraklorida 2 mLkgBB. Karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB diujikan pada tikus dengan selang waktu pengambilan cuplikan darah, yaitu 0 jam sebelum
pemejanan karbon tetraklorida, 24, 48 dan 72 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida.
Data kenaikan kreatinin serum pada selang waktu 0 jam sebelum pemejanan karbon tetraklorida dan setelah pemejanan karbon tetraklorida dosis 2
mLkgBB pada selang waktu 24, 48 dan 72 jam tersaji pada tabel IV serta gambar
7. Purata data yang diperoleh disajikan dengan menggunakan nilai SE standar error of mean dan gambar diagram batang menggunakan nilai SD Gambar 7.
Tabel IV. Rata-rata kadar kreatinin serum tikus setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 72 jam n = 4
Gambar 7. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin serum tikus sebelum dan
setelah pemejanan karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 48 jam
Data kreatinin serum di uji normalitasnya dengan menggunakan Kolmogorov-sminov dan menunjukkan signifikansi diatas 0,05 yang menyatakan
Selang Waktu jam
Purata aktivitas kreatinin serum mgdL + SE
0,35 ± 0,030 24
0,53 ± 0,048 48
1,00 ± 0,070 72
0,45 ± 0,029
bahwa data berdistribusi normal. Kemudian dilakukan analisis homogenitas variansi dengan Levene test. Dari hasil analisis diketahui tidak ada variansi antar
kelompok data, signifikansi lebih dari 0,05. Karena distribusi data yang normal dan variansi antar kelompok sama maka selanjutnya data dianalisis dengan
analisis variansi satu arah One Way Anova dan menunjukkan nilai signifikansi 0,000 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa antara keempat kelompok terdapat
perbedaan bermakna. Selanjutnya, untuk mengetahui antar kelompok manakah terdapat perbedaan yang bermakna digunakan uji Scheffe. Hasil analisis dari uji
Scheffe dapat dilihat pada tabel V.
Tabel V. Hasil uji Scheffe kadar kreatinin serum tikus sebelum dan setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 72 jam
Selang waktu jam 24
48 72
-
BTB BB
BTB 24
BTB -
BB BTB
48 BB
BB -
BB 72
BTB BTB
BB -
Keterangan : BB = Berbeda bermakna p 0,05 BTB = Berbeda tidak bermakna p 0,05
Nilai normal kreatinin serum pada tikus adalah 0,2 - 0,8 mgdL sedangkan dari data pada tabel IV terlihat kenaikan kreatinin serum yang paling
tinggi pada adalah pada jam ke 48, yakni 1,00 ± 0,07 yang memberikan peningkatan kreatinin secara signifikan dan berbeda bermakna dibandingkan
dengan kreatinin serum pada jam ke 0, 24 dan 72 Tabel IV. Dari data diketahui terjadi penurunan pada jam ke-72 0,45 ± 0,029 mgdL, pada jam ke-72 tersebut
kadar kreatinin serum sudah berbeda tidak bermakna dengan kadar kreatinin serum jam ke-0 yaitu sebelum dilakukan pemejanan karbon tetraklorida 2
mLkgBB. Sedangkan pada jam ke-24 belum terjadi kenaikan kreatinin serum yang signifikan 0,53 ± 0,048 yang ditunjukkan dari hasil statistik yang
menunjukkan perbedaan tidak bermakna antara kelompok jam ke-0 dan jam ke- 24.
Berdasarkan hasil analisis statistik yang diperoleh maka diketahui waktu pencuplikan darah yang optimal setelah induksi atau pemejanan karbon
tetraklorida adalah pada jam ke-48 pada karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB. Sehingga jam ke-48 tersebut digunakan sebagai waktu pencuplikan darah pada
penelitian ini.
3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air biji Persea americana