kembali izinnya dengan menyatakan “saya mencabut kembali izin saya sebelum barang itu dijual”. Di pihak lain, penggadai
menyatakan “kau mencabut izinmu setelah barang ini terjual”. Maka menurut qaul asahyang dibenarkan adalah pengakuan
penerima gadai. h. Jika penggadai mengingkari sama sekali pencabutan kembali oleh
penerima gadai, maka yang dibenarkan adalah pihak penggadai. i.
Barang siapa mempunyai tanggungan 2 utang, salah satu utang tersebut berstatus gadaian, lalu ia membayar salah satu utangnya
dengan mengatakan ”saya membayar kepada pihak yang berpiutang untuk utang saya yang berstatus gadaian”. Menurut
qaulsahih ucapan orang tersebut dibenarkan dengan bersumpah terlebih dahulu, sebab dia sendiri yang lebih tahu tentang niatnya.
33
15. Pembatalan Akad Gadai
Penarikan kembalipembatalan akad gadai bisadilakukan dengan ucapan ataupuntindakan. Tindakan yang menyebabkan batalnya akad
gadai adalah menggunakan barang gadaidalam bentuk perbuatan yang dapat menghilangkan status kepemilikan, seperti memerdekakan budak
gadaian, menjual barang gadai, menjadikannya sebagai maskawin atau upah kerja, meggadaikannya lagi kepada pihak lain atau menghibahkannya
kepada pihak lain.
34
33
Imam Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifâyatul Akhyâr Fii Halli Ghâyatil Ikhtishâr, h. 66.
34
Ibid., h.61.
16. Berakhirnya Akad Gadai
Akad gadai selesaiberakhir karena beberapa hal berikut ini: a. Diserahkannya barang gadai kepada penggadai.
b. Terlunasinya seluruh utang yang ada. c. Penjualan barang gadai secara paksa yang dilakukan oleh
penggadai atas perintah hakim atau yang dilakukan oleh hakim ketika penggadai menolak untuk menjual barang gadai.
d. Terbebaskannya penggadai dari utang dengan cara apapun, misalnya dengan akad hiwalah, dimana penggadai sebagai muhil
dan penerima gadai sebagai muhal. e. Pembatalan akad gadai dari pihak penerima gadai atau dengan kata
lain, penerima gadai membatalkan akad gadai yang ada, walaupun pembatalan tersebut hanya sepihak.
f. Menurut ulama Malikiyyah, akad gadaibatal apabila sebelum
terjadi al-qabd, penggadai meninggal dunia atau jatuh pailit, atau para pihak yang berpiutang lainnya selain penerima gadai menagih
penggadai. g. Hancurnya barang gadai.
h. Para pihak melakukan pentasarufan terhadap barang gadai dengan meminjamkannya, menghibahkanya atau mensedekahkannya.
35
35
Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 231.