3 Penggadai berhak menerima sisa dari hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya
lainnya. d. Kewajiban penggadai :
1 Penggadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimannya dalam waktu yang telah ditentukan.
2 Penggadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam waktu yang telah ditentukan penggadai
tidak dapat melunasinya.
20
6. Penambahan Utang dan Penambahan Barang Gadai
a. Penambahan Utang Penambahan utang berartipenggadai meminjam uang lagi kepada
penerima gadai dengan jaminan yang sama. Ada 2 pendapat tentang hal ini, pertama, menurut Imam Abu Hanifah, Muhammad, Ulama
Hanabilah dan salah satu versi pendapat Imam Syafiʻ i adalah tidak boleh karena tambahan tersebut merupakan akad gadai baru, atau
karena hal ini berarti menggadaikan barang yang telah digadaikan, padahal menggadaikan barang yang telah digadaikan hukumnya tidak
boleh, karena barang yang telah digadaikan keseluruhannya telah terikat dengan utang yang pertama.Kedua, pendapat Imam Malik, Abu
Yusuf, Abu
Tsaur, al-Muzani
dan Ibnul
Mundzir yang
menyatakanboleh. Karena seandainya penggadai memberi tambahan
20
Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, cet. IBandung: Alfabeta, 2009 h. 33-34.
jaminan lagi, maka itu boleh, begitu juga jika penggadai meminta tambahan utang lagi, makaboleh. Karena tambahan di dalam utang
berarti menghapuskan akad gadai yang pertama dan mengadakan akad gadai yang baru lagi dengan utang kedua tersebut, dan hal ini adalah
boleh berdasar kesepakatan para ulama. b. Penambahan Barang Gadai
Penambahan barang gadai adalah memberikan jaminan lagi disamping jaminan yang telah ada dengan utang yang sama, hal ini
menurut jumhur ulama diperbolehkan karena itu merupakan bentuk tambahan penguat jaminan yang merupakan tujuan inti dari akad
gadai.
21
7. Bertambahnya Barang Gadai
Ada 2 ketentuan untuk barang gadai yang bertambah: a. Tambahan yang terpisah seperti buah, telur, atau anak binatang
yang jadi dan lahir sesudah barang digadaikan tidak termasuk barang gadaian, tetapi tetap menjadi milikpenggadai. Maka jika
barang gadaihendak dijual oleh penerima gadai, tambahannya tidak boleh ikut dijual, sebab tambahan itu tidak ikut digadaikan.
b. Tambahan yang tidak dapat dipisahkan seperti tambahan gemuk, tambahan besar, dan anak-anak yang ada di dalam kandungan
adalah termasuk barang gadai. Begitu juga dengan bulu binatang yang jika di waktu menggadaikan sudah waktunya dipotong tetapi
21
Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 228.
tidak dipotongnya; hal itu menjadi tanda bahwa bulu itu termasuk barang gadai. Tetapi jika diwaktu menggadaikan belum waktunya
dipotong, maka ia seperti tambahan yang terpisah, tidak termasuk barang gadai; penggadai berhak memotong dan mengambil bulu itu
apabila tiba waktu memotongnya
22
.
8. Resiko Kerusakan Barang Gadai
Menurut ulama Hanafiyyah penerima gadai harus menanggung resiko kerusakan atau kehilangan barang gadai yang dipegangnya, baik barang
gadai hilang karena disia-siakan maupun dengan sendirinya. Sedangkan menurut Ulama Syafiʻ iyyah
penerima gadai menanggung resiko kehilangan atau kerusakan barang gadaibilabarang gadaiitu rusak atau
hilang karena disia-siakan olehnya.
23
9. Penjualan Barang Gadai
Apabila disyaratkan barang gadai dijual ketika batas waktunya tiba, maka syarat ini sah dan penerima gadai berhak menjualnya. Pendapat ini
berbeda dengan pendapat Imam Syafiʻ i yang menetapkan atas tidak sahnya syarat ini. Dan jika barang gadai kembali ke tangan penggadai
dengan kehendak penerima gadai, maka akad gadainya batal.
24
Jika di dalam akad gadai disyaratkan bahwa barang gadai harus dijual kepada penerima gadai ketika tiba waktu pelunasan utang, maka akad
22
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet. XXVII Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, h.311.
23
Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, edisi pertama Jakarta: Predana Media Grup, 2010, h. 271.
24
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid V, cet. I, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009, h. 248.