tidak dipotongnya; hal itu menjadi tanda bahwa bulu itu termasuk barang gadai. Tetapi jika diwaktu menggadaikan belum waktunya
dipotong, maka ia seperti tambahan yang terpisah, tidak termasuk barang gadai; penggadai berhak memotong dan mengambil bulu itu
apabila tiba waktu memotongnya
22
.
8. Resiko Kerusakan Barang Gadai
Menurut ulama Hanafiyyah penerima gadai harus menanggung resiko kerusakan atau kehilangan barang gadai yang dipegangnya, baik barang
gadai hilang karena disia-siakan maupun dengan sendirinya. Sedangkan menurut Ulama Syafiʻ iyyah
penerima gadai menanggung resiko kehilangan atau kerusakan barang gadaibilabarang gadaiitu rusak atau
hilang karena disia-siakan olehnya.
23
9. Penjualan Barang Gadai
Apabila disyaratkan barang gadai dijual ketika batas waktunya tiba, maka syarat ini sah dan penerima gadai berhak menjualnya. Pendapat ini
berbeda dengan pendapat Imam Syafiʻ i yang menetapkan atas tidak sahnya syarat ini. Dan jika barang gadai kembali ke tangan penggadai
dengan kehendak penerima gadai, maka akad gadainya batal.
24
Jika di dalam akad gadai disyaratkan bahwa barang gadai harus dijual kepada penerima gadai ketika tiba waktu pelunasan utang, maka akad
22
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet. XXVII Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, h.311.
23
Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, edisi pertama Jakarta: Predana Media Grup, 2010, h. 271.
24
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid V, cet. I, Penerjemah Abdurrahim dan Masrukhin Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009, h. 248.
gadai tersebut tidak sah, karena adanya tempo waktu. Akad jual belinya juga tidak sah karena digantungkan pada masa ada taʻ liqnya
25
.
10. Pengambilan Manfaat atas Barang Gadai
a. Pengambilan manfaat oleh penggadai Berikut pendapat beberapa ulama mengenai pengambilan manfaat
barang gadai oleh penggadai: 1 Ulama Hanafiyyah
Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa penggadai tidak boleh memanfaatkan barang gadai kecuali atas izin penerima gadai.
Karena al-habsu adalah tertetapkan untuk penerima gadai secara terus menerus yang berarti peggadai dilarang mengambil kembali
barang gadai. Namun jika pemanfaatan terhadap barang gadai tidak sampai melepaskan pemegangan penerima gadai terhadap barang
gadai, maka diperbolehkan. 2 Ulama Malikiyyah
Ulama Malikiyyah menetapkantidak boleh bagi penggadai memanfaatkan barang gadai.Mereka juga menetapkan bahwa
apabila penerima gadai memberikan izin kepada penggadai maka akad gadai menjadi batal. Karena pemberian izin tersebut dalam hal
ini dianggap sebagai bentuk pelepasan hak penerima gadai terhadap barang gadai.
25
Imam Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifâyatul Akhyâr fî Halli Ghâyatil Ikhtishâr, jilid II, cet. I, Penerjemah Achmad Zaidun dan A. Maʻ ruf Asrori Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset,
1997, h. 64.