Hak dan Kewajiban dalam Gadai Penambahan Utang dan Penambahan Barang Gadai

9. Pengambilan Manfaat atas Barang Gadai

Dalam akad gadai biasa pengambilan manfaatpenggarapan sawah dilakukan oleh penerima gadai atas izin penggadaidan disyaratkan di awal akad, hal ini dapat dianalisis berdasarkan pendapat beberapa ulama berikut: a. Ulama Hanafiyyah Menurut sebagian ulama Hanafiyyah praktik tersebut diperbolehkan secara mutlak. Sebagian lagi berpendapat tidak boleh secara mutlak, karena hal itu sama dengan riba atau mengandung kesyubhatan riba, sedangkan izin atau persetujuan tidak bisa menghalalkan riba dan sesuatu yang mengandung syubhat riba. Dan sebagiannya lagi mengatakan tidak boleh karena pemanfaatan tersebut disyaratkan di awal akad, dan itu termasuk riba. b. Ulama Malikiyyah Ulama Malikiyyah berpendapat tidak boleh karena utang dalam bentuk pinjaman qard, maka termasuk kategori pinjaman utang yang menarik kemanfaatan. c. Ulama Syafiʻ iyyah Ulama Syafiʻ iyyah berpendapat tidak boleh karena utang berupaqard dan penerima gadai mensyaratkan pemanfaatan tersebut yang berarti merugikan pihak penggadai. Selain itu, menurut Ulama Syafiʻ iyyah syarat ini tidak sah karena bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh akad gadai dan menurut pendapat yang lebih kuat, akad gadai tersebut juga menjadi tidak sah. d. Ulama Hanabilah Ulama Hanabilah berpendapat tidak boleh karena:1 barang gadaian bukan hewan dan merupakan sesuatu yang tidak butuh pembiayaan untuk memberi makan 2 pemanfaatan tersebut tanpa imbalan cuma-cuma 3 utang berupa qard. Selain itu, menurut Ulama Hanabilah pemanfaatan tersebut seharusnya dihitung sebagai bagian dari pembayaran utang yang ada. Dalam akad gadai gantung pengambilan manfaatpenggarapan sawah dilakukan oleh penggadai atas izin penerima gadai dan disyaratkan di awal akad, berikut analisis berdasar pendapat beberapa ulama : a. Ulama Hanafiyyah Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa hal ini diperbolehkan karena ada izin dari penerima gadai. b. Ulama Malikiyyah Ulama Malikiyyah menetapkan tidak boleh. Mereka juga menetapkan bahwa izin yang diberikan penerima gadai kepada penggadai menyebabkan akad gadai menjadi batal, karena pemberian izin tersebut dalam hal ini dianggap sebagai bentuk pelepasan hak penerima gadai terhadap barang gadai. c. Ulama Syafiʻ iyyah Ulama Syafiʻ iyyah berpendapat boleh karena kemanfaatan barang gadai, perkembangan, dan apa-apa yang dihasilkan oleh barang gadai adalah milik penggadai dan statusnya tidak ikut terikat dengan utang. d. Ulama Hanabilah Ulama Hanabilah berpendapat seperti Ulama Hanafiyyah yaitu boleh karena ada izin dari penerima gadai. Pendapat ini juga didasarkan kaidah bahwa semuakemanfaatan, perkembangan, danhal-hal yang dihasilkan oleh barang gadai ikut tergadaikan.

10. Riba dalam Gadai

Dalam praktik gadai biasa syarat yang disepakati adalah penerima gadai menggarap sawah milik penggadai hingga penggadai bisa membayar pinjamannya. Sedangkan dalam praktik gadai gantung disepakati bahwa penggadai harus membayar uang sewa kepada penerima gadai setiap tahun hingga penggadai bisa mengembalikan pokok pinjamannya. Kedua hal ini sama dengan pinjaman yang mensyaratkan manfaat walaupun dalam akad gadai gantung dianggap sebagai uang sewa, dan pinjaman yang mendatangkan manfaat adalah riba.

11. Pembiayaan Barang Gadai

Dalam akad gadai biasa, biaya penggarapan sawah menjadi tanggung jawab penerima gadai karena sawah digarap oleh penerima gadai, hal ini