Perselisihan Penggadai dan Penerima Gadai

16. Berakhirnya Akad Gadai

Akad gadai selesaiberakhir karena beberapa hal berikut ini: a. Diserahkannya barang gadai kepada penggadai. b. Terlunasinya seluruh utang yang ada. c. Penjualan barang gadai secara paksa yang dilakukan oleh penggadai atas perintah hakim atau yang dilakukan oleh hakim ketika penggadai menolak untuk menjual barang gadai. d. Terbebaskannya penggadai dari utang dengan cara apapun, misalnya dengan akad hiwalah, dimana penggadai sebagai muhil dan penerima gadai sebagai muhal. e. Pembatalan akad gadai dari pihak penerima gadai atau dengan kata lain, penerima gadai membatalkan akad gadai yang ada, walaupun pembatalan tersebut hanya sepihak. f. Menurut ulama Malikiyyah, akad gadaibatal apabila sebelum terjadi al-qabd, penggadai meninggal dunia atau jatuh pailit, atau para pihak yang berpiutang lainnya selain penerima gadai menagih penggadai. g. Hancurnya barang gadai. h. Para pihak melakukan pentasarufan terhadap barang gadai dengan meminjamkannya, menghibahkanya atau mensedekahkannya. 35 35 Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 231.

D. Kerangka Konsep

Berikut beberapa hal yang dijadikan landasan peneliti dalam memecahkan masalah yang telah diuraikan sebelumnya: Ilustrasi 2.1 Kerangka Konsep

E. Tinjauan review Studi Terdahulu

Sepanjang pengamatan penulis, berikut penelitian terdahulu yang membahas gadai di kalangan masyarakat : 1. Pada tahun 2011 telah ditulis skripsi atas nama Sarki Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Praktik Gadai diperbolehkan dalam Islam Praktik gadai sawah para petani Pemahaman para petani tentang gadai Hasil Penelitian Pendapat Tokoh Agama Analisis Fikih Muamalah Kesimpulan Gadai di Kalangan Masyarakat Desa Argapura Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor dalam Perspektif Hukum Islam”.Penelitian ini bertujuan menganalisis praktik gadai yang dilakukan masyarakat desa Argapura dalam kerangka hukum Islam. Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka dan lapangan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, studi dokumenter dan studi pustaka. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada 3 jenis gadai yang sering dilaksanakan masyarakat desa Argapura yaitu gadai kendaraan, pepohonan, dan tanah sawah dan kebun, namun tidak ada data yang valid mengenai barang dan jumlah gadai di desa tersebut. Dan hasil analisisnya menyatakan bahwa praktik gadai di desa Argapura mengandung riba dan haram untuk diteruskan karena beberapa hal, yakni para penerima gadai di desa Argapura bermaksud mencari keuntungan, tidak terdapat ketentuan waktu kecuali penggadaidapat melunasi pinjamannya, dan penerima gadai dapat mengambil manfaat dari barang gadai dengan sepuas-puasnya walaupun tidak mengeluarkan biaya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah meneliti praktik gadai dan dianalisis berdasarkan hukum Islam, perbedaannya praktik gadai yang diteliti oleh Sarki adalah seluruh praktik gadai yang dilakukan masyarakat desa Argapura, sedangkan penulis fokus pada praktik gadai sawah yang dilakukan para petani desa Simpar.