Rukun dan Syarat Gadai dalam Perspektif Fikih Muamalah 1. Pengertian

para ulama disebut qabd al-marhun bi al-hukm barang jaminan dikuasai secara hukum oleh penerima gadai. Syarat ini menjadi penting karena dalam surat al-Baqarah ayat 283 Allah menyatakan “fa rihânun maqbûdah” barang jaminan itu dipegangdikuasai [secara hukum]. Apabila jaminan itu telah dikuasai oleh penerima gadai, maka akad gadaibersifat mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh sebab itu utang terkait dengan barang jaminan, sehingga apabila utang tidak dapat dilunasi, barang jaminan dapat dijual untuk membayar utang. Apabila dalam penjualan barang jaminan itu ada kelebihan uang, maka wajib dikembalikan kepada penggadai. 17 Untuk al-qabd ini para ulama juga mengemukakan beberapa syarat yaitu : a. Al-qabd harus atas seizin penggadai. b. Kedua pihak yang melakukan akad gadai cakap bertindak hukum ketika terjadinya al-qabd. c. Barang itu tetap di bawah penguasaan penerima gadai. Syarat ketiga ini dikemukakan oleh Ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah, sesuai dengan tuntutan al-Baqarah ayat 283 fa rihânun maqbûdah. 18

4. Hukum Akad

Hukum akad gadai ada 2 yaitu akad yang sah dan akad yang tidak sah. Akad gadai yang sah adalah akad yang memenuhi syarat-syaratnya. 17 Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khatib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, h. 159. 18 Imam ‘Alauddin Abu Bakar bin Masʻ ud al-Kasani al-Hanafi, Badâ’iussanâiʻ fî tartîbi syarâiʻ , h. 208. Sedangkan akad gadai yang tidak sah adalah akad yang tidak memenuhi syarat-syaratnya. Menurut Ulama Hanafiyyah akad gadai yang tidak sah ada 2 yaitu akad yang bâtil batal dan akad yang fâsid rusak. Akad yang batal adalah akad yang tidak memenuhi salah satu syarat yang berkaitan dengan asal akad, seperti pihak yang menggadaikan tidak memiliki kelayakan dan kompetensi melakukan akad contohnya orang gila dan dungu. Sedangkan akad yang rusak adalah akad yang tidak memenuhi salah satu syarat yang berkaitan dengan sifat akad, contohnya barang gadai tertempeli oleh selain barang gadai. Seperti menggadaikan rumah yang di dalamnya terdapat barang-barang milik penggadai, namun barang-barang itu tidak termasuk barang gadaian. Menurut ulama selain Hanafiyyah akad gadai yang tidak sah hanya ada 1 macam yaitu akad yang batalrusak, yakni akad yang tidak memenuhi syarat-syarat sah gadai yang mereka tetapkan dengan perbedaan pendapat diantara mereka dalam sebagian syarat-syarat tersebut. Akad gadai yang sah hanya mengikat 1pihak, yaitu hanya bagi penggadai saja, oleh karena itu penggadai tidak memiliki hak untuk membatalkan dan menganulirnya, karena baginya akad gadai adalah akad jaminan utang. Adapun penerima gadai memiliki hak untuk membatalkannya kapan saja, karena akad gadai baginya adalah untuk kemaslahatan dan kepentingan dirinya. Akad gadai menurut seluruh fukaha belum memiliki konsekuensi hukum apa-apa kecuali dengan adanya al-qabd. 19

5. Hak dan Kewajiban dalam Gadai

a. Hak Penerima Gadai 1 Penerima gadai berhak menjual barang gadai apabila penggadai tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. 2 Penerima gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan barang gadai. 3 Selama pinjaman belum dilunasi, penerima gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh penggadai. b. Kewajiban Penerima Gadai 1 Penerima gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya barang gadai yang diakibatkan oleh kelalaiannya. 2 Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri. 3 Penerima gadai wajib memberitahukan kepada penggadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai. c. Hak penggadai : 1 Penggadai berhak mendapatkan barang gadainya kembali setelah ia mampu melunasi semua pinjamannya. 2 Penggadai berhak menuntut ganti rugi atasrusaknya atau hilangnya barang gadai, apabila itu disebabkan kelalaian penerima gadai. 19 Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 206. 3 Penggadai berhak menerima sisa dari hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya. d. Kewajiban penggadai : 1 Penggadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimannya dalam waktu yang telah ditentukan. 2 Penggadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam waktu yang telah ditentukan penggadai tidak dapat melunasinya. 20

6. Penambahan Utang dan Penambahan Barang Gadai

a. Penambahan Utang Penambahan utang berartipenggadai meminjam uang lagi kepada penerima gadai dengan jaminan yang sama. Ada 2 pendapat tentang hal ini, pertama, menurut Imam Abu Hanifah, Muhammad, Ulama Hanabilah dan salah satu versi pendapat Imam Syafiʻ i adalah tidak boleh karena tambahan tersebut merupakan akad gadai baru, atau karena hal ini berarti menggadaikan barang yang telah digadaikan, padahal menggadaikan barang yang telah digadaikan hukumnya tidak boleh, karena barang yang telah digadaikan keseluruhannya telah terikat dengan utang yang pertama.Kedua, pendapat Imam Malik, Abu Yusuf, Abu Tsaur, al-Muzani dan Ibnul Mundzir yang menyatakanboleh. Karena seandainya penggadai memberi tambahan 20 Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, cet. IBandung: Alfabeta, 2009 h. 33-34.