Pendapat Tokoh Agama PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

ketidakjelasan gharar dalam waktu yang disepakati untuk penggarapan sawah dan pembayaran uang sewa.

3. Rukun dan Syarat

Dari segi rukun, praktik gadai sawah petani desa Simpar sudah sesuai dengan konsep fikih muamalahbaik dalam akad gadai biasa maupun gadai gantung. Karenaada penggadai, penerima gadai, ijab kabul, utang, dan harta yang dijadikan jaminan. Adapun dari segi syarat, kesesuaiannya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Syarat terkait orang yang berakad sudah terpenuhikarena para pelaku gadaimemiliki kecakapan hukum balig dan berakal. b. Syarat yang berkaitan dengan sighat tidak terpenuhi karena dalam perjanjian gadai biasa disyaratkan penerima gadai harusmenggarap sawah dan menikmati seluruh hasilnya. Begitu pula dalam gadai gantung, disyaratkan penggadai harus membayar uang sewa kepada penerima gadai. Hal ini bertentangan dengan tabiat akad gadai karena hak kepemilikan sawahtetap ada pada penggadai, dan penerima gadai tidak berhak menggarapnya sebab sawah bukanlah sejenis kendaraanhewan tunggangan yang membutuhkan biaya pemeliharaan. Penerima gadai juga tidak berhak menyewakannya karena bukan milik sahnya mengingatsalah satu syarat barang yang disewakan adalah dimiliki oleh orang yang menyewakan mu`jir atau orang yang memiliki kekuasaan penuh untuk akadsewa. 14 c. Syarat yang berkaitan dengan utang sudah terpenuhi baik dalam gadai biasa maupun gadai gantung karena merupakan utang yang jelas dan wajib dikembalikan kepada penerima gadai, walaupuntidak disepakati utang tersebut boleh dilunasi dengan jaminan sawah. d. Syarat yang terkait dengan jaminan sudah terpenuhi baik dalam akad gadai biasa maupun gadai gantung, karena barang jaminan itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utang, berharga dan boleh dimanfaatkan, jelas dan tertentu, milik sah orang yang berutang, tidak terkait dengan hak orang lain, merupakan harta utuh dan bisa diserahkan baik materinya maupun manfaatnya. e. Dalam hal syarat sempurna akad gadai yang dilakukan petani desa Simpar tidak memenuhi syarat sempurna baik gadai biasa maupun gadai gantung, karena dalam gadai biasa ketika penggadai menerima pinjaman, sawah tidak dikuasai secara hukum oleh penerima gadai, yang terjadi adalah penguasaan secara penuh untuk menggarap dan menuai hasilnya. Begitu pula dalam gadai gantung, dimana ketika penggadai menerima pinjaman, sawah tidak hanya dikuasai secara hukum oleh penerima gadai, yang 14 Ibnu Rusyd, “Bidayatul Mujtahid”, dalam Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqih Muamalah, cet. I Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 161. terjadi adalah penerima gadai menyewakan sawah tersebut kepada penggadai.

4. Hak dan Kewajiban dalam Gadai

Kedua akad gadai sawah yang sering dilakukan petani desa Simpar tidak memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak karena beberapa hal berikut ini: a. Penerima gadai tidak diperkenankan menjual sawah ketika penggadai belum mampu membayar pinjamannya dalam tempo yang disepakati, dan tidak berhak mendapat penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan sawah. b. Dalam gadai biasa, penerima gadai menggunakan barang gadaian untuk kepentingan sendiri yaitu menggarap sawah danseluruh hasilnya dinikmati olehnya. c. Penggadai tidak berhak menuntut ganti rugi atas kerusakan atau kehilangan barang gadai sawah apabila hal itu disebabkan kelalaian penerima gadai. Penggadai juga tidak menerima hasil penjualan barang gadai karena memang tidak disepakati adanya penjualan sawah. d. Penggadai tidak merelakan penjualan sawahapabila dalam waktu yang telah ditentukania tidak dapat melunasi utangnya.

5. Penambahan Utang dan Penambahan Barang Gadai

Penambahan utang biasanya terjadi dalam akad gadai biasa ketikapenerima gadai membutuhkan uang sementara penggadai belum