c. Ulama Syafiʻ iyyah Ulama Syafiʻ iyyah berpendapat boleh karena kemanfaatan
barang gadai, perkembangan, dan apa-apa yang dihasilkan oleh barang gadai adalah milik penggadai dan statusnya tidak ikut
terikat dengan utang. d. Ulama Hanabilah
Ulama Hanabilah berpendapat seperti Ulama Hanafiyyah yaitu boleh karena ada izin dari penerima gadai. Pendapat ini juga
didasarkan kaidah bahwa semuakemanfaatan, perkembangan, danhal-hal yang dihasilkan oleh barang gadai ikut tergadaikan.
10. Riba dalam Gadai
Dalam praktik gadai biasa syarat yang disepakati adalah penerima gadai menggarap sawah milik penggadai hingga penggadai bisa membayar
pinjamannya. Sedangkan dalam praktik gadai gantung disepakati bahwa penggadai harus membayar uang sewa kepada penerima gadai setiap tahun
hingga penggadai bisa mengembalikan pokok pinjamannya. Kedua hal ini sama dengan pinjaman yang mensyaratkan manfaat walaupun dalam akad
gadai gantung dianggap sebagai uang sewa, dan pinjaman yang mendatangkan manfaat adalah riba.
11. Pembiayaan Barang Gadai
Dalam akad gadai biasa, biaya penggarapan sawah menjadi tanggung jawab penerima gadai karena sawah digarap oleh penerima gadai, hal ini
tidak sesuai dengan konsep fikih muamalah karena seharusnya
penggadailah yang bertanggung jawab terhadap pembiayaan barang gadai. Dalam akad gadai gantung biaya penggarapan sawah ditanggung oleh
penggadai karena sawah digarap oleh penggadai. Hal ini sesuai dengan konsep fikih muamalah.
12. Pengambilalihan Barang Gadai
Praktik gadai sawah yang terjadi di kalangan petani desa simpar tidak mensyaratkan pengambilalihan sawah oleh penerima gadai manakala
penggadai tidak mampu membayar utangnya. Oleh karena itu tidak pernah terjadi pengambilalihan sawah oleh penerima gadai. Hal ini sudah sejalan
dengan konsep fikih muamalah.
13. Perselisihan Penggadai dan Penerima Gadai
Para petani desa Simpar yang melakukan akad gadai sawah jarang sekali berselisihan karena mereka sudah bersepakat, saling rida dan
mengadakan perjanjian tertulis dengan jelas.
14. Pembatalan Akad Gadai
Pembatalan akad gadai sawah di kalangan petani desa Simpar biasanya terjadi karena penggadai terlebih dahulu menggadaikan sawahnya kepada
pihak lain atau karena penerima gadai melihat sawah yang akan digarapnya kualitasnya dinilai kurang bagus. Seperti yang dialami oleh
bapak Saepudin yang batal menggadaikan sawahnya karena calon penerima gadai membatalkan akad gadai ketika melihat sawahnya yang