111 Untuk mewujudkan tujuan pendidikan keanekaragaman budaya agar anak didik
memiliki pemikiran, sikap dan tingkah laku yang mengarah pada keharmonisan ada beberapa fenomena yang perlu diperhatikan yaitu stereotip, prejudis dan
etnosentrisme.
2. Stereotip
Dalam kehidupan sehari-hari kita secara tidak sadar telah membuat dan melakukan stereotip. Beberapa stereotip memang positif, seperti orang yang suka
merantau biasanya ulet dan berhasil dalam kehidupannya, suku tertentu orangnya ramah, anak-anak orang Jepang pandai dan sebagainya. Stereotip yang positif ini
akan mengarah pada persepsi dan penilaian yang tidak benar dan akan merugikan bila digunakan untuk membenarkan posisi suatu kelompok yang dominan.
Stereotip merupakan suatu sikap mental yang membuat generalisasi yang tidak tepat dan berlebih-lebihan dalam mencirikan seluruh anggota dari kelompok-
kelompok tertentu. contoh-contoh stereotip yang ada dalam masyarakat, seperti berikut ini :
a. Atlit bodoh-bodoh
b. Orang gemuk malas dan kurang disiplin
c. Mertua perempuan suka turut campur dalam rumah tangga menantunya.
d. Semua ibu tiri kejam.
e. Orang Jepang dan Amerika cerdas-cerdas.
Friendly Cooperation
Respect
Predilection Prejudice
Hostile Tolerance
Discrimination Scapegoating
112 f.
Memasak dan mengasuh anak merupakan pekerjaan orang perempuan. g.
Orang Asia pintar-pintar tapi licik. h.
Wanita ditakdirkan lebih pintar dalam kemampuan verbalnya sedangkan laki-laki lebih menguasai matematika.
Pertanyaan akan muncul, mengapa orang melakukan stereotip? Orang melakukan stereotip karena otak manusia tidak mampu mengingat semua
informasi yang ada di sekitar lingkungannya dan juga adanya suatu kecenderungan bawaan lahir manusia untuk menyederhanakan masalah-masalah
dan menyelesaikannya secepat mungkin bilamana memungkinkan. Dengan membuat asumsi-asumsi tentang bagaimana orang akan bersikap dan bertindak,
kita akan memperlakukan orang berdasarkan asumsi-asumsi yang dimilki, sehingga peran orang tersebut kita tempatkan berdasarkan asumsi yang kita miliki
pada saat kita berhubungan dengan orang-orang yang bersangkutan. Contoh, kita mempunyai asumsi bahwa setiap dokter akan sangat teliti terhadap permasalahan
kesehatan yang dihadapi pasiennya, kita berharap bahwa si dokter akan selalu menanyai kondisi fisik yang kita hadapi, apabila dokter tidak melakukan seperti
asumsi yang kita punyai, kita menjadi kecewa dan berusaha mencari dokter lain yang sesuai dengan asumsi kita. Demikian juga dalam bekerjasama, bila kita
mempunyai asumsi-asumsi yang tidak benar, maka hubungan yang harmonis akan terganggu. Manusia pada dasarnya dilahirkan bebas dari stereotip, faktor-faktor
terbatasnya informasi atas kelompok-kelompok minoritas tertentu, pengalaman yang tidak menyenangkan dari kelompok tertentu, warisan tradisi, adanya
kompetisi yang sengit dengan kelompok tertentu, penjajahan kolonialisme, serta patologi sosial, merupakan faktor-faktor penyebab orang melakukan stereotip.
3. Prejudis