Toksisitas Merkuri terhadap Trichoptera

Gambar 13 Histologi potongan melintang usus trichoptera dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. S = Sel tipe S, B = Sel tipe B, L = Lumen, P = jaringan periotrofik.. Pada Gambar 14 tampak perubahan luas lumen usus trichoptera yang disebabkan oleh kontaminasi merkuri. Sel tipe B pada epithelium usus yang tidak mengalami kontaminasi merkuri tampak tebal dan mengandung lipid. Pada usus yang mengalami kontaminasi ringan, ukuran sel tipe B tampak mulai mengalami penyusutan ukuran di beberapa tempat, sehingga menyebabkan lumen mulai mengalami perluasan. Pada penelitian ini tampak bahwa dengan semakin tingginya tingkat kontaminasi merkuri, ketebalan epithelium semakin menyusut, sehingga semakin memperluas lumen. Semakin meluasnya lumen yang disebabkan karena menyusutnya sel-sel tipe B diduga menyebabkan terganggunya penyerapan makanan dari saluran pencernaaan. Rata-rata luas penampang lumen usus pada trichoptera yang cacat adalah 1,28 mm 2 , sedangkan pada trichoptera yang normal adalah 0,76 mm 2 , sedangkan ragam trichoptera yang cacat dan normal berturut-turut adalah 0,22 dan 0,05. Hasil analisis uji t antara keduanya, dapat diketahui adanya perbedaan yang nyata p 0,005 antara luas permukaan lumen usus trichoptera yang cacat dibandingkan dengan trichoptera yang normal Tabel 6. Gambar 14 Penampang melintang permukaan lumen usus trichoptera. a Penampang lumen usus trichoptera normal, b dan c Penampang lumen usus trichoptera yang mengalami kecacatan. Pewarnaan Hematoksilin-Eosin, Tabel 6 Hasil analisis uji luas penampang lumen usus trichoptera cacat dan normal n satuan Luas Penampang Ragam Normal 12 mm 2 0,762 0,050 Cacat 12 mm 2 1,278 0,223 Insekta memiliki peran penting sebagai penghubung pada rantai transportasi logam berat antar tingkat trofik pada berbagai jejaring makanan, terlebih karena insekta memiliki struktur yang memungkinkan terjadinya bioakumulasi mineral pada berbagai organnya, seperti usus Rodrigues et al. 2008. Sel-sel epitel usus dan saluran pencernaan merupakan penghalang pertama terhadap senyawa-senyawa beracun yang masuk ke dalam tubuh insekta, sehingga perubahan atau kerusakan yang diakibatkan oleh bahan-bahan pencemar dapat dideteksi secara dini pada organ-organ tersebut Odendaal and Reinecke 2003. Teknik-teknik kuantitatif untuk menilai kerusakan jaringan telah makin banyak digunakan, terutama pada hewan-hewan avertebrata akuatik. Kuantifikasi ini dapat menghindarkan terjadinya subyektivitas seperti pada histologi deskriptif. Parameter yang digunakan dalam teknik kuantitatif ini biasanya adalah luasarea lumen, luasarea tubule, dan tinggitebal sel epitel Lowe Clarke 1989. Peningkatan luas area lumen pada beberapa avertebrata yang dikarenakan oleh senyawa logam berat telah diamati Tabel 7. Tabel 7 Jenis-jenis avertebrata dan jenis logam berat yang menyebabkan perubahan luas area lumennya. No. Taksa Logam berat Sumber 1 Littorina littorea Cd Vega et al. 1989 2 Porcellio laevis Zn Odendaal Reinecke 2007 3 Arion ater Hg Marigomez et al. 1996 4 Lumbricus terrestris Zn, Cd Amaral et al. 2006 Penyebab perubahan luas permukaan area lumen berdasarkan penelitian Morgan et al. 2002 pada jaringan chloragogenous di usus cacing tanah merupakan mekanisme untuk menangani keberadaan logam berat dalam jumlah besar dan cara membuangnya melalui proses peluruhan seluruh selnya. Selanjutnya Amaral dan Rodrigues 2005 menemukan adanya peningkatan laju apoptosis pada jaringan chloragogenous dan sel-sel epitel usus cacing tanah yang disebabkan oleh adanya konsentrasi logam Zn dan Cd yang tinggi pada tubuh hewan tersebut. Menurut Rodrigues et al. 2008, keberadaan logam berat pada sel-sel epitel usus menyebabkan terjadinya perubahan konsentrasi unsur-unsur renik K, Mg, P dan S di dalam sel, yang kemudian akan memicu terjadinya peningkatan apoptosis sebagai mekanisme untuk melakukan detoksifikasi.

4.5. Telaah Kualitas Fisika Sungai Cikaniki

Hasil pengukuran kualitas fisik air Sungai Cikaniki selama penelitian dijelaskan di dalam sub bab di bawah ini :

4.5.1 Suhu Air

Pengukuran suhu air selama penelitian di laksanakan dari Stasiun Cikuluwung sampai dengan Lukut menunjukkan kecenderungan meningkat dari 22,0°C sampai dengan 26,5°C Gambar 15. Suhu air dapat mempengaruhi proses yang terjadi pada sungai misalnya proses dekomposisi bahan organik, ketersediaan oksigen terlarut, dan sejarah hidup dari banyak organisme makrozoobentos Paul Meyer 2001. Suhu air dan pergerakan air memegang peran penting dalam fisiologi respirasi dengan cara mengontrol ketersediaan oksigen dalam tubuh dan sebagai faktor utama dalam menentukan lokasidistribusi dari sebuah spesies Mackay Wiggins 1979. Suhu air semakin meningkat ke arah hilir dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain elevasi tempat yang semakin rendah 597 - 264 mdpl, ketersediaan vegetasi dalam memberikan naungan, waktu pengukuran, musim, dan bahan-bahan cair lainnya hasil dari aktivitas antropogenik. Semakin berkurangnya tutupan vegetasi yang dapat menghalangi masuknya sinar matahari ke dasar sungai menyebabkan terjadinya peningkatan suhu air. Secara umum suhu air di Sungai Cikaniki masih sesuai bagi kehidupan sebagian besar organisme makrozoobentos yaitu antara 35-50°C Williams 1979. Larva trichoptera mampu mentoleransi perubahan suhu air cukup luas di perairan lotik. Larva Eobrachycentrus gellidae mampu mentoleransi suhu air 2°C dan