Gambar 16. Hasil pengukuran kecepatan arus di setiap stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi
4.5.3. Turbiditas
Turbiditas secara umum didefinisikan sebagai tingkat kekeruhan air. Tingkat turbiditas di sungai biasanya disebabkan oleh padatan tersuspensi di
dalam air. Peningkatan turbiditas di sungai berkaitan erat dengan konsentrasi sedimen yang terbawa oleh air. Sedimen tersebut biasanya berasal dari aktivitas
antropogenik misalnya: pertanian, pembukaan lahan, erosi atau longsoran tanah, maupun yang disebabkan oleh blooming alga US EPA 1997. Hasil pengukuran
turbiditas di Sungai Cikaniki Gambar 17 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup tinggi mulai dari Cikuluwung, Cisarua, Curug Bitung dan Lukut berturut
turut adalah 5,74, 11,37, 21,19 dan 35,52 NTU.
Quinn et al. 1992 mengamati peningkatan turbiditas di atas 23 NTU dapat
menurunkan kekayaan
dan kelimpahan
taksa sebagian
besar makroavertebrata. Wood Armitage 1997 menyatakan bahwa padatan
tersuspensi dan endapan sedimen dapat mempengaruhi makroavertebrata melalui beberapa cara yaitu: merubah komposisi substrat, meningkatkan laju
penghanyutan
drift makroavertebrata
karena ketidakstabilan
substrat, mengganggu aktivitas respirasi, menganggu aktivitas makan, khususnya bagi
kelompok filter feeding, penurunan jumlah perifiton, dan kelimpahan mangsa. Berdasarkan Quinn et al. 1992 maka komunitas larva trichoptera di Lukut
berpotensi mengalami gangguan akibat tingginya turbiditas.
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
6,0
Cikuluwung Cisarua
Curug Bitung Lukut
m d
e t
Lokasi
Gambar 17 Nilai turbiditas di masing-masing stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
4.5.4. Padatan Tersuspensi Total
Konsentrasi padatan tersuspensi terrendah teramati di Cikuluwung yaitu 5,64 mgl, sedangkan yang tertinggi terdapat di Curug Bitung, 378,68 mgl,
berikutnya kemudian diikuti oleh Cisarua dan Lukut, berturut-turut adalah 214,56 dan 109,32 mgl Gambar 18. Tingginya konsentrasi padatan tersuspensi di tiga
stasiun pengamatan di mana berlangsung proses ekstraksi emas di dalamnya, disebabkan oleh pembukaan lahan untuk kawasan pemukiman dan pertanian di
daerah tersebut. Menurut Effendi 2003 padatan tersuspensi total di perairan terutama disebabkan oleh erosi yang terbawa ke badan air. Padatan tersuspensi
total biasanya terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad renik. Lahan pertanian merupakan salah satu penyumbang utama padatan tersuspensi total dan
sedimentasi ke badan air Maul et al. 2004.
Berdasarkan kriteria yang dibuat oleh Alabaster Lloyd 1982, konsentrasi padatan tersuspensi di Cikuluwung tidak berpengaruh bagi
kepentingan perikanan 25 mgl. Pada stasiun pengamatan Cisarua, Curug Bitung dan Lukut, konsentrasi padatan tersuspensinya melebihi 25 mgl, sehingga
sudah tidak layak bagi kegiatan perikanan.
Gambar 18 Nilai total padatan tersuspensi TSS di masing-masing stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
10 20
30 40
50 60
70
Cikuluwung Cisarua
Curug Bitung Lukut
T u
rb id
ita s N
T U
Lokasi
50 100
150 200
250 300
350 400
450
Cikuluwung Cisarua
Curug Bitung Lukut
T SS m
gL
Lokasi
4.5.5. Konduktivitas
Hasil pengukuran konduktivitas air Sungai Cikaniki yang disajikan dalam Gambar 19 menunjukkan nilai konduktivitas terendah masih terdapat di Stasiun
Cisarua 163,47 µScm
2
dan yang tertinggi di Cikuluwung 385,96 µScm
2
. Peningkatan konduktivitas terlihat pada stasiun pengamatan di Lukut dan Curug
Bitung, berturut-turut adalah 237,83 dan 227,91 µScm
2
. Nilai konduktivitas menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan aliran listrik. Kemampuan
tersebut disebabkan oleh adanya garam-garam terlarut yang dapat terionisasi Effendi 2003. Peningkatan nilai konduktivitas ini dapat disebabkan oleh
keberadaan ion-ion di perairan yang berasal dari limbah rumah tangga, pertanian, industri, maupun aktivitas antropogenik lainnya. Barata et al. 2005
menunjukkan adanya korelasi positif r 0,5 antara besarnya nilai konduktivitas dengan kontaminasi beberapa logam berat antara lain: Zn, Cu, Pb, Cr, Ni, dan Co.
Ditinjau dari besarnya nilai konduktivitas air Sungai Cikaniki selama penelitian secara umum masih tergolong relatif normal. Nilai konduktivitas air 500 µScm
2
masih mendukung sebagian besar kehidupan hewan air tawar BPLHD 2006.
Gambar 19 Hasil pengukuran konduktivitas di masing-masing stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
4.6 Telaah Kualitas Kimia Sungai Cikaniki
Hasil pengukuran kualitas kimia dari sungai Cikaniki meliputi: pH air, oksigen terlarut DO, kesadahan, alkalinitas, dan bahan organik total TOM.
4.6.1 Nilai pH air
pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen H
+
yang menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan suatu zat. Nilai pH dalam air berpengaruh penting
pada normalnya fungsi fisiologi dalam organisme akuatik terutama dalam mengatur pertukaran ion dengan air dan respirasi Robertson-Bryan 2004.
Hasil pengukuran pH air secara langsung di lapangan Gambar 20 menunjukkan nilai pH di Cikuluwung cenderung asam dengan nilai rata rata pH
5,9. Nilai pH tertinggi terdapat di Cisarua, 8,0, sedangkan di Curug Bitung dan Lukut berkisar pada nilai 7,9. Rendahnya nilai pH di Cikuluwung karena di
0,00 50,00
100,00 150,00
200,00 250,00
300,00 350,00
400,00 450,00
500,00
Cikuluwung Cisarua
Curug Bitung Lukut
Kon d
u kt
iv ita
s µ Sd
e t
Lokasi
daerah tersebut terdapat sumber air panas yang mengandung sulfur cukup tinggi. Menurut Effendi 2003, nilai pH 5,5
– 6,0 dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman plankton dan makroavertebrata, namun belum menyebabkan
perubahan kelimpahan, biomassa dan produktivitasnya. Nilai pH di air antara 6,5-9 secara umum mendukung bagi kehidupan
sebagian besar hewan akuatik maupun hidup secara normal dalam jangka waktu yang relatif panjang Robertson-Bryan 2004. Kehidupan makroavertebrata
umumnya mampu hidup secara normal ketika nilai pH berkisar antara 6-7 BPLHD 2006. Larva Hydropsyche betteni dan Brachycentrus americanus
masih mampu bertahan hidup dengan rendahnya nilai pH Mackay Wiggins 1979. Pada kondisi yang ekstrim, larva trichoptera masih dapat mentoleransi
hingga nilai pH 2,4. Nilai pH yang ekstrim basa 11,5-12 beberapa larva trichoptera masih mampu bertahan hidup, namun tingkat pemunculannya keluar
perairan emergence hewan tersebut cenderung menurun Robertson-Bryan 2004.
Gambar 20 Hasil pengukuran pH air di masing-masing stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi.
4.6.2 Kesadahan
Kesadahan air disebabkan adanya keberadaan ion metalik polivalen terutama kalsium Ca dan magnesium Mg yang terlarut dalam air. Kesadahan
dapat digunakan untuk menduga nilai padatan terlarut total TDS suatu perairan karena nilai TDS biasanya sebagian besar tersusun oleh ion-ion Ca, Mg, HCO
3 -
dan CO
3 2-
. Secara umum semakin tinggi nilai kesadahan di suatu perairan akan semakin mengurangi resiko toksisitas logam terhadap biota perairan Weiner
2007. Hasil analisis kesadahan air Gambar 21 menunjukkan kesadahan
tertinggi terdapat di Cikuluwung 48 mgl CaCO
3
, sedangkan yang terendah terdapat di Cisarua 29,49 mgl CaCO
3
. Kesadahan di seluruh stasiun pengamatan tergolong pada kesadahan lunak 75 mgl CaCO
3
. Rendahnya kesadahan ini mungkin erat kaitannya dengan rendahnya kandungan kapur atau
mineral lainnya seperti magnesium yang menyusun batuan dasar sungai. Tingkat
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00 9,00
Cikuluwung Cisarua
Curug Bitung Lukut
pH
Lokasi