Penilaian Resiko Ekologis TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merkuri di Perairan

bebas, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Pada analisis merkuri, gas merkuri yang terbentuk dari reaksi reduksi didorong oleh gas argon masuk ke cell quartz yang akan disinari lampu katoda dengan panjang gelombang 253,7 nm untuk mengetahui absorbannya Silva 2006 Analisis logam merkuri pada sampel biota trichoptera dilakukan berdasarkan Akagi dan Nishimura 1991 dan dianalisis dengan mercury analyzer HG-300. Penetapan nilai alkalinitas Penetapan nilai alkalinitas dilakukan dengan metoda titrimetri berdasarkan APHA 1995. Alkalinitas total dihitung sebagai berikut: Alkalinitas Total mg ekivalenL = x 1000 Penetapan nilai kesadahan Penetapan nilai kesadahan dilakukan dengan metoda titrimetri berdasarkan APHA 1995. Kesadahan total dihitung sebagai berikut: Kesadahan Total mg CaCO 3 L =

3.4.2. Uji Toksisitas

Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi merkuri yang terlarut di perairan terhadap jaringan larva trichoptera pada tingkat jaringan. Larva trichoptera diambil dari lokasi yang tidak tercemar, kemudian diaklimatisasi pada kondisi laboratorium selama dua sampai minggu bulan. Uji toksisitas dilakukan berdasarkan metoda uji toksisitas larva trichoptera Hydropsyche angustipennis van der Geest et al. 1999. Uji toksisitas dilakukan dalam dua tahap. Uji pendahuluan lalu dilanjutkan uji toksisitas definitif. Uji Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk mencari konsentrasi ambang atas dan ambang bawah. Konsentrasi ambang atas adalah konsentrasi terendah yang menyebabkan kematian 100 pada hewan uji. Konsentrasi ambang bawah adalah konsentrasi tertinggi yang tidak menyebabkan kematian sama sekali pada hewan uji USEPA 2002. Uji pendahuluan dilakukan selama 24 jam, empat perlakuan dengan kisaran konsentrasi uji yang lebar logaritmik, yaitu 0 ppm, 0,01 ppm 0,1 ppm, 1 ppm, dan 10 ppm, masing-masing perlakuan memiliki 2 ulangan. Jumlah hewan uji yang digunakan pada uji pendahuluan adalah 10 ekor. Biota uji dipaparkan terhadap larutan merkuri di dalam gelas beaker berukuran 250 ml dengan volume larutan uji 100 ml tanpa diberi makan. Jumlah kematian pada masing-masing perlakuan dihitung setelah perlakuan selama 48 jam, kemudian ditentukan konsentrasi tertinggi yang tidak menyebabkan kematian pada hewan uji ambang bawah dan konsentrasi terrendah yang menyebabkan kematian 100 pada hewan uji ambang atas van der Geest et al. 1999. Uji Definitif Uji definitif dilakukan untuk menentukan nilai LC 50, yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian biota uji sebesar 50 dari yang diujikan. Uji definitif dilakukan terhadap lima konsentrasi uji yang berada di antara konsentrasi ambang atas dan ambang bawah, serta kontrol USEPA 2002. Jumlah hewan uji yang digunakan pada uji definitif adalah 10 ekor USEPA 2002. Biota uji dipaparkan terhadap larutan merkuri di dalam gelas beaker berukuran 250 ml dengan volume larutan uji 100 ml tanpa diberi makan. Kematian hewan uji diamati pada periode 24 jam dan 48 jam van der Geest et al. 1999. Pada akhir pengujian, jumlah dan proporsi kematian di setiap perlakuan dicatat untuk kemudian dihitung LC 50 nya.

3.4.3. Analisis Histologi

Pengambilan insang trakea dan usus dari tubuh serangga air dilakukan dengan menggunakan pisau bedah dan pinset. Potongan tersebut dicuci sampai bersih dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis dan selanjutnya diawetkan dalam larutan pengawet dan diisi ke dalam wadah bekas rol film. Insang trakea trichoptera kemudian diletakkan pada gelas obyek, kemudian ditetesi oleh larutan CMCP 10 untuk menjernihkan clearing preparat dan tutup dengan cover glass. Preparat lalu dipanaskan pada suhu 50°C selama 30 menit sebelum diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh merkuri diamati melalui preparat histologis terhadap organ usus. Metode yang digunakan adalah metode histoteknik, dengan tahapan kerja sebagai berikut: 1. fiksasi, yaitu Proses pengawetan dilakukan agar tidak terjadi perubahan post-mortem pasca kematian pada jaringan. 2. dehidrasi, untuk mencegah terjadinya pengerutan. 3. penjernihan, untuk menghasilkan preparat jaringan yang lebih transparan dan berwarna lebih gelap. 4. infiltrasi, yaitu perendaman dalam secara bertingkat pada suhu 60°C parafin keras. 5.penanaman organ ke dalam parafin, 6. proses pemotongan, dengan menggunakan mikrotom. Ketebalan jaringan ditetapkan setebal 5 mikron. 7. penempelan sayatan pada gelas obyek, deparafinasi dan pewarnaan dengan menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Luas penampang usus diamati di bawah mikroskop yang terhubung dengan kamera digital. Penampang usus kemudian diambil gambarnya pada pembesaran 400x. Gambar penampang usus tersebut kemudian diukur luasnya dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ.

3.4.4. Pengukuran Produksi Sekunder

Perhitungan produksi sekunder dilakukan dengan menggunakan metoda frekuensi ukuran Metoda Hynes. Pada perhitungan ini kategori ukuran diwakili oleh kelima tahapan stadia larva Trichoptera. Nilai negatif pada jumlah kehilangan biomassa pada dua ukuran kategori kecil, tidak diikutkan pada perhitungan, dan dianggap nol pada penjumlahan produksi. Instar larva tahap awal seringkali tidak cukup terwakili dalam sampel yang terambil dan menyebabkan nilai negatif pada penghitungan nilai biomassa yang hilang. Secara teoritis, kepadatan instar larva pertama sampai dengan ketiga tidak mungkin lebih rendah dibandingkan kepadatan instar larva sesudahnya Benke Wallace1980. Pengukuran produksi sekunder dilakukan dengan cara mengukur lebar kepala dan menimbang berat kering dari seluruh individu yang diperoleh setiap kali pengambilan sampel. Pengukuran lebar kepala dari larva trichoptera dengan menggunakan mikrometer okuler dalam sebuah mikroskop cahaya. Penentuan biomassa larva dilakukan berdasarkan metode Alexander Smock 2005, yaitu larva trichoptera dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60°C selama 24 jam. Larva kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik. Bila berat larva terlalu kecil yaitu kurang dari batas deteksi alat timbangan, maka dilakukan pendekatan dengan menggunakan statistik regresi power yang menghubungkan lebar kepala dengan berat dengan rumus dari Jin Ward 2007 sebagai berikut: DM = aHW b Keterangan : DM = berat kering mg, a = intercept, b = slope, dan HW = Lebar kepala mm 3.5. Analisa Data 3.5.1. Perhitungan Parameter Toksisitas Akut Perhitungan toksisitas akut dilakukan untuk mendapatkan nilai LC 50 , yaitu nilai konsentrasi toksikan yang menyebabkan kematian 50 hewan uji. Nilai LC 50 dihitung dengan menggunakan metoda probit USEPA 2002, yaitu dengan cara mengkorelasikan proporsi kematian hewan uji di akhir pengujian terhadap nilai logaritma konsentrasi merkuri yang diujikan pada kertas semi log. Penentuan nilai LC 50 dihitung dengan bantuan perangkat lunak EPA Probit analysis versi 1.5. Nilai konsentrasi yang aman bagi lingkungan dihitung dari nilai LC 50 yang dikalikan dengan nilai faktor aplikasi 0,001 untuk bahan-bahan pencemar yang persisten seperti logam berat Frias-Espericuetas et al. 2008.

3.5.2. Uji Beda Nyata pada Penghitaman Insang

Uji beda nyata Dunnet digunakan untuk mengetahui perbedaan persentase penghitaman insang antara lokasi rujukan reference site, Cikuluwung, dengan lokasi pengamatan yang tercemar merkuri. Beda nyata ditentukan pada taraf nyata 0,05.

3.5.3. Perhitungan Produksi Sekunder

Analisis produksi sekunder dilakukan dengan menggunakan metode frekwensi-ukuran size-frequency method seperti yang dijelaskan dalam Benke Huryn 2007. Produksi sekunder dari larva trichoptera dihitung dengan menggunakan rumus : x ΔN x I dengan P = produksi, = berat individu mg, ΔN = selisih densitas jumlahm2, dan I adalah ukuran kelas interval Benke Huryn 2007