Pengaruh logam berat Pb terhadap kerusakan jaringan insang ikan bandeng Chanos chanos Forskal diteliti oleh Siahaan 2003. Kerusakan jaringan insang
pada ikan tersebut meliputi nekrosis, hipertropi, fusi lamella dan degenerasi jaringan ikat. Kerusakan insang tidak teramati pada ikan petek Leiognathus
equulus di perairan Ancol yang terkontaminasi merkuri, namun demikian nekrosis terjadi pada organ hati Riani 2010.
2.5.2. Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan serangga pada umumnya berbentuk tabung. Normalnya berbentuk lurus atau melingkar-lingkar dan memanjang dari mulai mulut sampai
dengan anus. Saluran pencernaan serangga terdiri tiga bagian utama yaitu perut depan stomodaeum atau foregut, perut tengah mesenteron atau midgut, dan
perut belakang proctodaeum atau hindgut Snodgrass 1993, Wanderley-Teixeira et al. 2006. Gambar 5 mengilustrasikan ketiga bagian utama saluran pencernaan
pada serangga.
Gambar 5 Bagian-bagian saluran pencernaan serangga mulai dari bagian depan sampai dengan bagian belakang Snodgrass 1993.
Perut bagian tengah memanjang mulai dari gastric caeca, sampai dengan sebelum tubulus malphigi. Di antara keduanya adalah ventriculus, yang
merupakan daerah yang paling aktif dalam pencernaan. Gastric caeca berfungsi untuk menambah luas permukaan usus bagian tengah, sehingga meningkat
kemampuannya untuk mengeluarkan enzim pencernaan dan mengekstrak produk yang bermanfaat dari makanan yang sedang dicerna. Perut bagian tengah tersebut
dilapisi oleh membran semipermeabel yang terdiri dari protein dan kitin, seperti kutikula, yang memungkinkan terjadinya aliran cairan dan larutnya zat-zat di
dalam usus pertengahan Snodgrass 1993. Perut bagian tengah serangga secara umum dibentuk oleh lapisan sel tunggal yang bagian apikal biasanya berorientasi
pada lumen dan bagian basal dibentuk oleh lamina basal Ferreira et al. 2008.
Epitel perut bagian tengah dari arthropoda air merupakan sistem organ penting dan relevan secara toksikologis untuk pemantauan pencemaran
lingkungan. Matriks atau membran peritrofik pada arthropoda air, yang disekresikan oleh sel-sel epitel perut bagian tengah, terganggu fungsinya oleh
logam berat seperti tembaga atau kadmium Beaty et al. 2002. Fungsi membran peritrofik antara lain adalah sebagai pelindung bagi epitel perut bagian tengah
terhadap proses pencernaan secara mekanik, dan pembentukan pembatas fisik untuk melawan infestasi oleh mikroorganisme Malaspina da Silva-Zacarin
2006.
Sel-sel utama dari epitel perut bagian tengah pada serangga dewasa berbentuk kolumnar atau disebut juga sel pencernaan dan sel-sel regeneratif. Sel-
sel kolumnar bertanggung jawab dalam produksi dan sekresi enzim pencernaan dan penyerapan zat yang dicerna serta air, sedangkan sel-sel regeneratif
ditemukan di dasar epitel dan menggantikan sel-sel kolumnar yang hilang karena abrasi dan penuaan sel, yang mana pada penggantian ini melibatkan pembagian
dan diferensiasi sel regeneratif Malaspina da Silva-Zacarin 2006.
2.6. Produktivitas Sekunder
Produksi sekunder secara umum didefinisikan sebagai pembentukan biomassa heterotrofik sejalan dengan pertambahan waktu. Produksi sekunder
tahunan merupakan jumlah dari biomassa total yang diproduksi oleh sebuah populasi selama satu tahun. Kondisi ini termasuk produksi yang tersisa pada akhir
tahun dan semua produksi yang hilang selama periode tersebut. Hilangnya produksi ini termasuk kematian misalnya oleh penyakit, parasitisme,
kanibalisme, predasi, hilangnya jaringan yang tersisa misalnya oleh molting, kelaparan, dan emigrasi. Satuan dari produksi sekunder dapat berupa: Kcal.m
- 2
tahun atau KJm
2
tahun satuan energi, berat kering berat kering bebas abu, atau unit karbon seperti pada studi produktivitas primer. Standar konversi dari
masing-masing satuan pada umumnya adalah: 1 gr berat kering ≈ 6 gr berat basah
≈ 0,9 gr berat kering bebas abu ≈ 0,5 gr C ≈ 5 Kcal ≈21 KJ Benke dan Huryn 2007. Produksi sekunder dapat menyediakan informasi gabungan pada
pertumbuhan individu dan keberlangsungan hidup populasi dan dianggap mewakili jumlah energi yang tersedia untuk tingkatan trofik yang lebih tinggi Jin
dan Ward 2007. Oleh sebab itu produksi sekunder seringkali dikaitkan dengan teori bioenergetik. Pada teori tersebut biasanya dibahas transformasi energi di
dalam dan di antara organisme, yang difokuskan pada aliran energi di antara spesies melalui konsumsi sepanjang rantai makanan Benke 2010.
Secara umum pendugaan produksi sekunder dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: teknik kohort dan non kohort. Teknik kohort digunakan ketika
populasi memungkinkan mengikuti sebuah kohort misalnya: individu yang menetas dari telur dengan selang waktu yang relatif singkat dan laju
pertumbuhannya relatif sama sepanjang waktu. Ketika sejarah hidup lebih komplek, maka tehnik non kohort sering digunakan. Sebagai sebuah kohort yang
berkembang sepanjang waktu, adanya penurunan kepadatan secara umum disebabkan oleh kematian dan peningkatan berat individu dikarenakan
pertumbuhan. Interval Produksi misalnya waktu di antara dua data sampling dengan mudah dapat dihitung secara langsung dari data lapangan melalui metode
penambahan sesaat increment-summation method sebagai produk dari rerata kepadatan antara dua data sampling dan peningkatan berat individu
ΔW yaitu x
ΔW. Asumsi dari teknik kohort ini adalah satu generasi pertahun Benke dan Huryn 2007. Produksi tahunan dihitung sebagai jumlah keseluruhan estimasi
interval ditambah dengan biomassa awal. Secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Teknik non kohort digunakan ketika sejarah kehidupan sebuah populasi bersifat lebih kompleks atau tidak mengikuti sebagai kohort dari data lapangan.
Metode tersebut membutuhkan independensi dari waktu perkembangan atau laju pertumbuhan biomassa. Salah satu metode yang umum digunakan pada teknik
non kohort adalah metode frekwensi-ukuran size frequency method yang sebelumnya dikenal sebagai metode Hynes Coleman 1968. Metode tersebut
mengasumsikan sebuah rerata distribusi frekuensi-ukuran yang ditentukan dari sampel yang dikumpulkan sepanjang tahun mengikuti suatu kurva mortalitas
untuk sebuah rata-rata kohort. Benke 1979 telah melakukan koreksi dari metode Hynes Coleman 1968 dengan cara mengalikan nilai produksi yang telah
dihasilkan dengan sebuah faktor koreksi yaitu 365CPI cohort production interval ketika hewan tersebut memiliki waktu generasi yang lebih dari sekali
bereproduksi dalam jangka waktu satu tahun multivoltine. CPI umumnya ditetapkan dari rerata waktu dalam hari yang dibutuhkan dari mulai menetas
hingga mencapai ukuran akhir. Kadangkala faktor koreksi tersebut menggunakan bulan dibandingkan dengan menggunakan hari yang rumusnya adalah sebagai
berikut: 12CPI Benke Huryn 2007.
2.7 Penilaian Resiko Ekologis
Penilaian resiko ekologis adalah sebuah proses sistematik mengevaluasi yang menjelaskan dan mengkuantifikasi kemungkinan terjadinya dampak ekologis
bukan pada manusia yang merugikan sebagai akibat dari terjadinya pemaparan sebuah stressor, atau lebih USEPA 1992. Stressor di sini didefinisikan sebagai
berbagai bentuk benda baik yang bersifat kimiawi, biologis maupun fisik yang dapat menimbulkan respon buruk terhadap komponen ekologi baik individu,
populasi, komunitas, maupun ekosistem. Secara umum penilaian resiko ekologis terdiri dari empat komponen dasar, yaitu: identifikasi bahaya, penilaian
pemaparanpajanan, penilaian dampak ekologis, dan terakhir adalah karakterisasi resiko NRC 1993.
Identifikasi bahaya NRC 1993 dan formulasi masalah USEPA 1998 adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan proses dalam
mengidentifikasi dan mendefinisikan bahaya yang akan diuji. Sedangkan formulasi masalah adalah proses perencanaan dan pengumpulan informasi secara
sistematik yang ditujukan untuk menentukan cakupan yang akan dilaksanakan pada penilaian resiko ekologis Hill et al. 2000. Hasil akhir dari formulasi
masalah adalah model konseptual yang mengidentifikasi dan mengkarakterisasi awal ekosistem, stressor yang dicurigai menjadi penyebab masalah, sumber-
sumber daya ekologis yang akan dievaluasi, data-data yang diperlukan, serta metoda dan analisis yang diperlukan Mount and Henry 2008.
Pada tahap penilaian pajanan dilakukan pengumpulan dan analisis data serta informasi untuk mengkuantifikasi konsentrasi pajanan yang relevan bagi
sumberdaya-sumberdaya ekologi pada daerah yang tercemar. Menurut Mount and Henry 2008, karakterisasi komponen pajanan terdiri
dari : Pengukuran pajanan – Hasil dari pengukuran ini akan mengindikasikan
distribusi dan besarnya konsentrasi bahan pencemar yang dianalisis