7
2.1.2 Morfologi Hiu
Gambar 1 dan 2 menampilkan bagian-bagian tubuh hiu. Ikan hiu memiliki tubuh memanjang dengan bentuk seperti cerutu dan ekornya berujung runcing. Nontji
1989 menyatakan bahwa pada umumnya hiu memiliki tubuh berbentuk atau menyerupai torpedo disertai ekor yang kuat.
Gambar 2. Anatomi tubuh bagian luar dari ikan hiu Anonymous, 2004
Gambar 3. Anatomi bagian dalam dari ikan hiu Anonymous, 2004
8 1
Organ tubuh
Alat pernapasan hiu sangat unik dan tidak dimiliki oleh ikan- ikan lain. Alat ini dinamakan insang jendela karena rongga insangnya mempunyai tutup yang
berlubang- lubang seperti jeruji jendela. Keunikan pernapasan hiu terletak pada tubuhnya yang harus terus bergerak. Bila hiu berhenti bergerak maka aliran air ke
dalam rongga insang akan terhenti Wibowo dan Susanto, 1995. Struktur kulit hiu berupa serat-serat yang tersusun malang- melintang
membentuk susunan seperti anyaman. Kulit hiu dilapisi oleh sisik-sisik halus yang disebut dermal denticle.. Hal ini didukung oleh Nontji 2005, bahwa hiu memiliki
kulit yang tertutup oleh sisik plakoid berupa duri-duri halus yang posisinya condong ke belakang. Menurut Susanti 1997, warna kulit hiu adalah lebih gelap di bagian
punggung dan lebih terang di bagian perutnya, meskip un ada pula yang berwarna lain.
Jaringan daging hiu menempel langsung ke kulit tanpa ada lapisan lemak sebagai lapisan perantara seperti yang terdapat pada ikan- ikan lain. Dengan daging
menempel langsung pada kulit saling-silang ini maka ikatan daging dengan kulit sangat kuat. Kondisi ini menyulitkan proses penanganan hiu ketika harus
memisahkan kulit dari dagingnya Wibowo dan Susanto, 1995. Hiu memiliki mulut yang letaknya di bagian bawah dan agak ke belakang dari
bagian moncongnya Nontji, 2005. Ungkapan Nontji tersebut diperjelas oleh Baker 1975 vide Susanti 1997 bahwa bagian mulut hiu seperti tersebut diatas berfungsi
mengarahkan arus air ke arah pharinx untuk menyaring makanan. Pada umumnya, gigi hewan darat atau manusia tertanam dengan kuat pada
rahangnya. Berbeda halnya dengan hiu, gigi hiu tidak tertanam pada rahang melainkan pada kulitnya Wibowo dan Susanto,1995. Akibatnya, gigi hiu dapat
mudah lepas. Johnson 1990 vide Susanti 1997 menyatakan bahwa penyebab gigi hiu mudah lepas adalah karena gigi tersebut tumbuh pada bagian rahang yang lunak
seperti kulit.
9 Menurut Baker 1975 vide Susanti 1997, Sirip-sirip hiu terdiri atas bagian
pectoral, pelvic, anal, caudal, dorsal dan second dorsal gambar 1. Sirip pectoral digunakan sebagai alat keseimbangan, sedangkan sirip dorsal sebagai alat stabilisator.
2 Alat indera
Ikan hiu memiliki tiga macam alat indera yaitu indera penciuman, indera penglihatan dan indera perasa Narsongko, 1993. Indera yang paling berperan adalah
indera penciuman. Sebagian besar otak hiu digunakan untuk melayani indera penciuman, tidak heran jika hiu memiliki indera penciuman yang sangat tajam.
Nomura 1981 vide Narsongko 1993 menyatakan bahwa rongga di dalam kantung organ penciuman yang berbentuk kapsul adalah tersusun rapat dan tampak
mengandung sel-sel pendeteksi zat kimia pada lubang kapsul tersebut. Nomura menyimpulkan bahwa alat penciuman hiu sangat peka.
Sebagaimana vertebrata yang lain, ikan memiliki dua sistem sensorireseptor kimia yaitu pembau olfaktori dan pengecap gustatori yang beradaptasi terhadap
substansi spesifik lingkungan. Secara umum olfaktori serupa dengan organ nasal untuk penciuman hidung manusia. Reseptor olfaktori mendeteksi rangsangan kimia
dalam bentuk sinyal elektrik Fujaya, 2002. Sinyal kimia alamon dan feromon digunakan sebagai alat komunikasi yang
selanjutnya mempengaruhi pola perilaku dan reproduksi ikan. Asam amino, steroid, prostaglandin dan garam empedu merupakan substansi kimia yang sangat sensitif
terhadap sistem pengecapan pada ikan. Meskipun pada konsentrasi yang rendah, asam amino tetap mampu dideteksi oleh lebih dari 20 spesies ikan air tawar dan laut
Fujaya, 2002. Poznanin 1970 vide Narsongko 1993 menyatakan bahwa ikan hiu Mustalus
canis mempunyai kemampuan mendeteksi makanan dengan bantuan indera pencium yang ditunjukkan oleh kegiatan sensorik yang digantikan fungsinya oleh organ
olfaktori. Bisa dikatakan bahwa indera penciuman hiu lebih berperan daripada indera penglihatannya. Menurut Bonaventura dan Bonaventura 1983 dalam Zahuranec
1983, organ olfaktori hiu dapat mendeteksi zat kimia sampai jarak ratusan meter
10 sedangkan organ penglihatan hiu hanya dapat melihat maksimal sampai jarak 20
meter. Selanjutnya Engel 1979 vide Hendrotomo 1989 menambahkan bahwa hiu dilengkapi organ pencium paling tajam yang dapat menemukan tetesan darah dari
jarak 400 m atau lebih. Sistem sensor pada suatu organisme dibutuhkan untuk merasakan dan mengenal
lingkungan yang ada disekitarnya. Sistem sensor ini sangat penting bagi kehidupan organisme khususnya hiu sebagai alat mendeteksi makanan dan keberadaan
mangsanya. Hubungan yang ditimbulkan dan diterima pada sistem sensor dapat berupa pesan atau rangsangan stimulant Bonaventura dan Bonaventura, 1983
dalam Zahuranec, 1983. Gambar 3 berikut ini menyajikan tipe sistem penerimaan sensor pada ikan hiu.
Gambar 4. Beberapa tipe sistem penerimaan sensor yang ditemukan pada ikan hiu
Bonaventura dan Bonaventura, 1983 dalam Zahuranec, 1983
3 Kandungan urea
Kandungan urea yang terdapat pada daging hiu sangat tinggi. Urea ini merupakan sumber amoniak yang menyebabkan daging hiu sangat khas akan bau
“pesing”nya Wibowo dan Susanto, 1995. Saleh et. al. 1995 menyatakan bahwa urea merupakan sumber potensial amoniak, hampir semua penelitian tentang
pengolahan ikan hiu diarahkan untuk menekan kadar urea serendah mungkin dengan cara menguraikannya menjadi amoniak yang selanjutnya akan menguap sehingga
mengurangi bau seperti “pesing”.
11 Urea dibentuk di dalam darah dan cairan tubuh semua ikan laut yang bertulang
keras maupun ikan laut yang bertulang rawan. Bedanya, kedua kelompok ikan ini dengan cepat akan mengeluarkan urea tersebut, sedangkan hiu tidak. Urea tersebut
akan ditimbun di dalam darah. Akibatnya, kandungan urea di dalam darah hiu menjadi lebih tinggi, tekanan osmotisnya pun menjadi lebih tinggi daripada ikan
bertulang keras. Kondisi ini ternyata berpengaruh terhadap cara minumnya, dengan tekanan osmotis darah ya ng biasa-biasa saja maka kebanyakan ikan harus minum
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak demikian halnya dengan ikan ini, hiu tidak harus minum untuk mendapatkan air, melainkan dengan cara menyerapnya
melalui membran secara osmosis. Sejumlah besar urea yang terdapat dalam darah, cairan tubuh dan jaringan-jaringan daging hiu, dalam kadar lebih dari 1,5 berat,
dipercaya merupakan bagian dari mekanisme osmoregulasi yang mengatur daya selam dan daya apung dari ikan jenis Elasmobranchii ini Wibowo dan Susanto,
1995. Hasil analisis kadar urea pada daging hiu dengan bobot basah dan bobot kering
yang berasal dari bagian ekor, perut dan punggung menunjukkan bahwa kadarnya tidak berbeda yaitu 1,81 bobot basah atau 7, 64 bobot kering Saleh et. al.,
1995. Tabel 1 berikut mengemukakan hasil analisis kimiawi daging ikan hiu :
Tabel 1. Analisis kimiawi daging ikan hiu
No Parameter
Bobot Basah Bobot Kering
1 Kadar Air
76,33 -
2 Kadar Abu
1,22 5,14
3 Protein kasar
21,34 90,23
4 Lemak
0,37 1,55
5 Urea
1,81 7,64
6 Amoniak mg.N
15,43 -
7 pH
5,96 -
Sumber : Saleh et. al. 1995
2.1.3 Fisiologi Hiu