Susu Bubuk TINJAUAN PUSTAKA

7 Jumlah dari penyusun utama komposisi susu bervariasi tergantung jenis keturunan dan juga perbedaan antar individu sapi meskipun berasal dari jenis keturunan yang sama. Selain itu, produksi susu juga dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pemberian pakan dalam jumlah banyak dapat meningkatkan produksi, tetapi jenis pakan akan dapat mempengaruhi komposisi susunya Hadiwiyoto 1994. Sapi yang kekurangan gizi akan mengakibatkan komposisi susu menjadi abnormal. Contoh yang paling sering dijumpai adalah sapi yang kurang makan atau diberi pakan dengan kandungan nitrogen rendah akan menghasilkan susu dengan kandungan protein dan padatan bukan lemak yang rendah Town 2005 Komposisi susu juga dipengaruhi kesehatan sapi. Bila sapi dalam keadaan tidak sehat maka komposisi susu yang dihasilkan menjadi abnormal. Sapi yang menderita mastitis radang pada kelenjar susu akan mempengaruhi keseimbangan garam yang ada di dalam susu sehingga stabilitas panas susu yang dihasilkan buruk dan dapat mempengaruhi kelarutan solubility dan aroma susu Town 2005. Komposisi penyusun utama susu berupa kisaran seperti diperlihatkan pada Tabel 1 Bylund G et al. 2003. Tabel 1 Komposisi kuantitatif susu Penyusun utama Batas variasi Nilai rata-rata Air 88.5 – 89.5 87.5 Total padatan 10.5 – 14.5 13.0 Lemak 2.5 – 6.0 3.9 Protein 2.9 – 5.0 3.4 Laktosa 3.6 – 5.5 4.8 Mineral 0.6 – 0.9 0.8 Sumber : Bylund G et al 2003 Di samping total padatan total solids, dipakai istilah padatan bukan lemak solids-non-fat yang sering disingkat sebagai SNF. SNF adalah semua total padatan tanpa lemak, jadi terdiri atas protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. 8 Standar umum total padatan bukan lemak adalah 9.1. Nilai pH susu umumnya berkisar antara 6.5 hingga 6.7 pada pengukuran suhu 25°C Bylund G et al. 2003. Protein susu terdiri atas kasein, laktalbumin dan laktoglobulin. Kasein merupakan protein terbanyak jumlahnya dibandingkan dengan laktalbumin dan laktoglobulin. Selain itu, juga terdapat jenis protein lainnya sebagai ensim dan imonoglobulin. Lemak susu juga merupakan komponen susu yang penting selain protein. Di dalam susu, lemak terdapat sebagai globula atau emulsi, yaitu bulatan- bulatan lemak yang berukuran kecil di dalam serum susu Hadiwiyoto 1994. Lemak susu terdiri atas trigliserida yang merupakan komponen utama, di- dan mono- gliserida, asam lemak, sterol dan karetenoid yang memberikan warna kuning dari lemak, vitamin A, D, E dan K Byund G et al. 2003. Karbohidrat yang paling banyak terdapat dalam bentuk disakarida adalah laktosa. Kemanisan dari laktosa seperenam kemanisan sukrosa. Pada pemanasan yang tinggi di atas 100ºC, laktosa akan menghasilkan karamel yang warnanya coklat. Laktosa mudah larut dalam air Hadiwiyoto 1994. Susu juga mengandung berbagai garam mineral dengan jumlah kurang dari satu persen. Mineral yang terpenting adalah kalsium, kalium, potasium dan magnesium. Susu juga merupakan sumber vitamin yang jumlahnya bervariasi. Vitamin yang terbaik yang terkandung di dalam susu adalah vitamin A, kelompok vitamin B, vitamin C dan D Byund G et al. 2003. Komponen terbanyak dari susu adalah air. Air merupakan tempat terdispersinya komponen-komponen susu yang lain. Komponen-komponen yang larut adalah laktosa, garam-garam mineral dan beberapa vitamin Hadiwiyoto 1994. Salah satu metode pengawetan susu adalah pengeringan yaitu dengan mengubahnya menjadi susu bubuk. Susu bubuk telah dihasilkan mulai 100 tahun yang lalu dan bekembang pesat dalam waktu 50 tahun terakhir. Pembuatan susu bubuk merupakan salah satu cara yang paling sukses dan penting untuk pengawetan susu Town 2005. Perubahan dari susu cair menjadi susu bubuk memerlukan penghilangan air beberapa tahap hingga menjadi produk akhir. Selama proses pengurangan air ini terjadi perubahan terhadap sifat, struktur kimia dan penampakan appearance susu. Susu merupakan produk yang sensitif dan kualitasnya sangat mudah dipengaruhi terutama oleh panas dan aktivitas bakteri Pisecky 1997 9 Prinsip pengawetan pada susu bubuk adalah melindungi susu bubuk terkontaminasi secara mikrobiologi yaitu dengan membuat kadar air atau water acitivity rendah. Water activity dari susu bubuk dibuat menjadi di bawah minimum dari yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme Town 2005. Kadar air dari susu bubuk yang diperoleh berkisar antara 1.5 hingga 5. Bylund G et al. 2003. Keunggulan dari susu bubuk adalah masa simpannya yang paling baik dibandingkan dengan cara pengawetan susu yang lain, tidak membutuhkan pendinginan selama penyimpanan dan transportasi. Kadar air lebih sedikit yaitu hanya seperdelapan berat dan seperempat volume dari susu cair sehingga menghemat transportasi, dan dapat diaplikasikan pada semua produk akhir Town 2005. Proses produksi susu bubuk dimulai dari pengurangan air pada suhu rendah agar sifat alami susu yang diinginkan yaitu warna, aroma, kelarutan dan nilai gizi dapat dipertahankan. Kandungan air pada komposisi susu sapi bervariasi antara 85.5 hingga 89.5 Bylund G et al. 2003. Selama proses pembuatan susu bubuk sebagian besar air dihilangkan dengan cara evaporasi dengan mendidihkan susu pada tekanan yang telah dikurangi pada suhu yang rendah. Hasil susu yang kental kemudian diatomisasi pada penyemprot halus ke dalam udara panas untuk mengurangi kadar air sehingga diperoleh susu bubuk NZMP 2006. Secara garis besar, proses produksi susu bubuk dimulai dari standarisasi, pra-pemanasan, evaporasi, pengeringan, pengemasan serta penyimpanan. Proses produksi dimulai dari standarisasi atau separasi dengan cara memisahkan susu cair menjadi bentuk susu skim dan krim. Jika susu bubuk full krim yang diinginkan maka sebagian krim akan dikembalikan sehingga menghasilkan susu dengan kandungan lemak yang telah distandarkan yaitu tipikal 26 hingga 30 dalam susu bubuk. Kelebihan krim akan dipakai untuk membuat mentega atau anhydrous milkfat AMF. Laktosa gula susu atau susu hasil dari permeasi ultrafiltrasi merupakan produk samping dari pabrik konsentrat protein susu yang mengandung laktosa, garam mineral dan air akan ditambahkan pada susu untuk menstandarkan kandungan protein hingga tingkat minimum yang ditetapkan oleh perjanjian internasional NZMP 2006. 10 Proses pra-pemanasan dilakukan dengan cara memanaskan susu yang telah distandarisasi hingga suhu 75 dan 120°C dan ditahan selama waktu tertentu yang telah ditetapkan yaitu dari beberapa detik hingga beberapa menit. Proses pra- pemanasan dapat mengontrol denaturasi protein whey, membunuh bakteri, menginaktifkan enzim, menimbulkan antioksidan alami dan memberikan pengaruh sifat fungsional. Lamanya pemanasan holding regime tergantung pada jenis produk, tujuan penggunaan dan desain sistim pra-pemanasan. Susu bubuk full krim yang menerima pra-pemanasan pada suhu tinggi akan mempunyai kualitas penyimpanan yang lebih baik tetapi sifat kelarutannya berkurang. Pra- pemanasan dapat dilakukan secara tidak langsung dengan heat exhangers, atau secara langsung dengan injeksi uap air atau infusi ke produk, atau gabungan dari keduanya NZMP 2006. . Proses penguapan dilakukan pada susu dari proses pra-pemanasan dengan tujuan mengentalkan agar total padatan total solid dari susu skim 9.0 dan pada susu full krim 13 naik hingga mencapai total padatan 45 hingga 52. Hal ini dicapai dengan cara mendidihkan susu dalam keadaan vakum pada suhu di bawah 72°C menjadi lapisan tipis di dalam tabung vertikal dan menghilangkan air menjadi uap air. Uap ini digunakan untuk memanaskan susu pada mesin penguap berikutnya sehingga proses berjalan pada tekanan dan suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan proses sebelumnya NZMP 2006. . Proses pengeringan dengan spray dryer menyangkut atomisasi dari susu yang telah kental konsentrat dari mesin penguap evaporator menjadi bentuk droplet yang halus. Pengeringan dilakukan pada tempat chamber pengeringan yang besar dengan aliran udara panas dengan suhu hingga 200°C dapat dengan memakai piringan atomiser yang berputar atau dalam bentuk barisan dari pipa semprot bertekanan tinggi. Droplet susu didinginkan pada penguapan meskipun suhu tidak akan mencapai suhu udara. Susu pekat ini dapat dipanaskan dulu sebelum atomisasi untuk mengurangi viskositas sehingga pengeringan dilakukan pada konsentrat dengan total padatan yang lebih tinggi. Air yang tersisa banyak diuapkan di dalam chamber pengering dan membentuk susu bubuk yang sangat halus dengan kadar air 6 dan besarnya diameter partikel susu rata-rata kurang dari 0.12 mm. Pengeringan kedua atau yang terakhir dilakukan pada fluid bed atau 11 pada serangkaian bed dengan cara udara panas ditiupkan melalui lapisan dari susu tersebut untuk menghilangkan air sehingga diperoleh produk dengan kadar air 2 hingga 4. Fluid bed merupakan peralatan yang dipakai untuk mengeringkan atau mendinginkan susu bubuk. Udara ditiupkan melalui susu bubuk dari bawah sehingga partikel susu akan terpisah dan terlihat seperti cairan fluid NZMP 2006. Meskipun susu bubuk lebih stabil dibandingkan dengan susu segar, tapi perlindungan terhadap kelembaban, oksigen, cahaya dan panas tetap diperlukan untuk mempertahankan kualitas dan masa simpan. Susu bubuk menyerap uap air dari udara sehingga menyebabkan kerusakan yang cepat pada kualitas dan menyebabkan penggumpalan. Lemak di dalam susu bubuk full krim bereaksi dengan oksigen yang berada di udara sehingga menyebabkan off-flavor, terutama bila disimpan pada suhu penyimpanan dengan suhu lebih dari 30°C. Pengemasan susu bubuk dilakukan dengan memakai kantung bag multi lapisan dari kertas. Lapisan paling dalam merupakan kantung plastik dengan tujuan mengontrol masuknya uap air dan kemudian lapisan kertas yang berlapis-lapis untuk memberikan kekuatan dan melindungi terhadap cahaya. Susu bubuk full krim dikemas dengan gas nitrogen untuk mencegah oksidasi, mempertahankan aroma dan memperpanjang masa simpan. Lapisan plastik kemasan yang paling dalam juga memberikan permeabilitas yang rendah, baik terhadap oksigen maupun uap air NZMP 2006. Umumnya metode pengeringan yang banyak dipakai untuk industri dairy adalah spray drying. Air dikurangi dengan cara evaporasi susu mendidih pada tekanan dan suhu rendah. Kemudian konsentrat susu ini diatomisasi dengan cara disemprotkan ke dalam udara panas untuk menghilangkan kadar air dan menjadi bubuk. Selain spray drying, ada juga metode roller drying untuk beberapa produk tertentu Town 2005. Tujuan spray drying untuk mendapatkan partikel yang kecil agar pengeringan berlangsung cepat. Pengeringan yang cepat sangat baik untuk mempertahankan aroma dan kelarutannya. Tetapi proses ini juga menghasilkan partikel susu yang bervariasi dari sangat kecil hingga kecil. Partikel susu yang sangat kecil mengakibatkan susu bubuk menjadi sangat berdebu dusty. Selain itu, 12 partikel yang sangat kecil ini juga menyebabkan sangat sulit untuk rekonstitusi di dalam air. Untuk memperbaiki sifat rekonstitusi maka dilakukan aglomerasi susu bubuk Town 2005. Tujuan aglomerasi susu bubuk adalah menciptakan keadaan dimana partikel susu saling menempel sehingga terbentuk kumpulan partikel kecil yang disebut aglomerasi. Aglomerasi umumnya dipakai untuk membuat susu bubuk skim menjadi instan. Pada susu bubuk full krim ada lapisan tipis dari lemak yang menyebabkan susu bubuk sulit untuk menjadi basah dan larut terutama pada air dingin. Untuk membuat susu bubuk full krim instan maka ditambahkan agen permukaan aktif yaitu lesitin. Lesitin disemprotkan ke partikel susu selama pengeringan Town 2005. Dengan cara demikian, akan diperoleh susu bubuk instant yang mempunyai wettability dan kelarutan yang baik Early 1998. Ada berbagai jenis susu bubuk dengan berbagai spesifikasi, sehingga penggunaannya tergantung dari industri dan pelanggan. Parameter yang penting pada spesifikasi susu bubuk adalah : komposisi kimia, kualitas mikrobiologi, sifat fisik, sifat fungsional, kualitas organoleptik , kemasan dan masa simpan shelf-life Early 1998. Komposisi kimia dari susu bubuk sangat dipengaruhi oleh ingridien dan keadaan waktu proses. Kadar protein, lemak dan karbohidrat tergantung pada sifat kimia yang ada pada bahan bakunya. Sedangkan proses produksi seperti perlakuan pra-pemanasan akan mempengaruhi pencoklatan Maillard dan denaturasi whey protein Early 1998. Sifat kimia dari susu bubuk terutama berkaitan dengan : kadar air, total lemak, non-fat solid, total protein, laktosa, kadar abu dan seringkali mineral spesifik, whey protein nitrogen index WPNI. Spesifikasi produk susu bubuk berasal dari hasil analisa unsur tersebut. Kadar air dan kadar air bebas akan mempengaruhi masa simpan dan sifat fisik susu bubuk. Kadar air dikontrol oleh atomisasi dan kondisi pengeringan Early 1998. Kadar air untuk susu bubuk harus memenuhi persyaratan yaitu kadar air untuk susu bubuk skim umumnya 4 dan untuk susu bubuk full krim 2.5. Umumnya kadar air bervariasi antara negara satu dengan negara lainnya. Kadar air sangat mempengaruhi kualitas dari susu bubuk. Makin tinggi kadar air maka 13 kualitas akan menurun karena protein akan terdenaturasi dan laktosa yang ada pada tingkat amorf akan mengkristal sehingga menyebabkan kandungan lemak bebas meningkat di dalam susu bubuk full krim. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara grup NH 2 yang ada pada asam amino lisin dengan laktosa yang mengakibatkan susu bubuk full krim berubah menjadi kecoklatan. Reaksi Maillard berbanding lurus dengan waktu penyimpanan, suhu dan kadar air. Oleh karena itu bahan pengemas untuk susu harus mempertimbangkan agar hanya dalam jumlah kecil sekali uap air dapat penetrasi ke dalam kemasan. Karena difusi uap air selalu terjadi dimana arah difusi ditentukan oleh tekanan uap air, maka penyimpanan susu dianjurkan pada tempat yang kering dan sejuk sehingga tekanan uap air kecil Westergaard 1994. Kualitas mikrobiologi susu bubuk tergantung pada kualitas mikrobiologi dari bahan mentah, kebersihan pabrik dan peralatan yang digunakan untuk produksi dan pengepakan susu bubuk, kebersihan lingkungan produksi dan praktek higiene pada proses produksi susu bubuk. Pemakaian bahan baku dengan kualitas mikrobiologi yang bagus sangat penting karena kandungan mikrobiologi yang tinggi akan memberikan kesempatan mikroba dapat bertahan hidup pada proses pemanasan sehingga akan muncul pada hasil akhir produk Early 1998. Pasteurisasi akan membunuh mikroba patogen yang tidak membentuk spora non-sporeforming pathogen dan akan mengurangi kandungan mikroba dari persediaan bahan baku cair sebelum ke evaporator dan spray dryer. Perlakuan pra pemanasan pre-heat dengan suhu lebih tinggi akan memberikan efek yang lebih baik, meskipun masih ada kemungkinan bakteri thermodurik bertahan hidup. Keberadaan bakteri pembentuk spora dan spora bakteri di dalam bahan baku susu harus diperhatikan. Kemampuan spora bakteri bertahan hidup setelah perlakuan panas dan tetap dorman pada waktu yang lama merupakan faktor penting penentuan kesesuaian penggunaan susu bubuk Early 1998. Setelah susu bubuk dikeringkan maka tidak ada perlakuan panas lagi, sehingga kontaminasi mikroba yang terjadi setelah pasteurisasi merupakan masalah yang serius. Problem kontaminasi Salmonella pada susu bubuk merupakan masalah hygiene dan keamanan pangan yang berhubungan dengan spray drying. Mikroorganisme seperti Coliform dan Escherichia coli digunakan 14 sebagai indikator higiene yang buruk. Keberadaan mikroba ini menunjukkan manajemen higiene yang buruk yang dapat menyebabkan kontaminasi mikroba patogen yang lebih buruk Early 1998. Pembatasan sifat fisik dan fungsional dari susu bubuk sulit dilakukan karena saling tumpang tindih dan demikian juga dengan sifat kimia berkaitan dengan sifat fisik dan fungsional. Sifat fisik susu bubuk mempengaruhi penanganan, penyimpanan dan penggunaan produk. Sifat fisik yang sangat penting dalam susu bubuk antara lain: densitas kamba bulk density, solubility dan scorched particles Early 1998. Densitas kamba bulk density adalah pengukuran perbandingan massa dengan volume dari susu bubuk yang diekspresikan sebagai gcm 3 , g100 cm 3 dan gl. Densitas kamba merupakan parameter yang praktis dan sangat penting secara komersil bagi pabrik maupun pemakai susu bubuk. Susu bubuk dengan densitas kamba yang rendah akan memenuhi kemasan sehingga menyebabkan kesulitan pada waktu pengepakan , misalnya pada keefektifan seal panas pada kemasan. Problem ini dihadapi pada pabrik pengemasan sachet. Seringkali densitas kamba yang tinggi justru disukai karena menyebabkan penghematan pada bahan pengemas, biaya penyimpanan dan biaya transportasi Early 1998. Densitas kamba bulk density adalah cara pengukuran pengepakan susu bubuk. Diukur dengan menentukan volume dalam hal ini dipakai gelas ukur pada sejumlah tertentu susu bubuk. Densitas kamba sangat tergantung pada vibrasi dari susu bubuk yang diperiksa. Umumnya densitas kamba dihitung dari 100 kali ketukan pada mesin tapping yang standar. Densitas kamba ini akan mempengaruhi jumlah bubuk susu yang diisi ke dalam kemasan. Densitas kamba dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti densitas dari komponen yang menyusun produk, densitas partikel, bentuk partikel, sifat permukaan dan distribusi partikel Baldwin 2006. Bila suatu susu bubuk ditransfer maka terjadi pemecahan partikel sehingga mengakibatkan densitas waktu pengepakan menjadi yang lebih besar. Hal ini umumnya terjadi pada susu bubuk yang berbentuk aglomerasi. Oleh karena itu umumnya densitas kamba dipakai untuk menunjukkan jumlah partikel yang pecah dengan adanya pengocokan atau waktu transfer Baldwin 2006. 15 Solubility merupakan salah satu sifat yang penting pada susu bubuk. Susu bubuk dengan solubility yang jelek akan menyebabkan sedimen. Salah satu test utama untuk solubility adalah tes ADMI American Dry Milk Institute. Pada kondisi penyimpanan dengan suhu tinggi dan kelembaban yang tinggi akan menyebabkan kelarutan dari protein kasein menurun sehingga menyebabkan partikel aglomerasi menjadi lambat larutnya. Pada kondisi yang ekstrim, susu bubuk rekonstitusi dapat memisah menjadi dua lapisan yaitu bagian atas dan bagian bawah Baldwin 2006. Sifat fungsional dari susu bubuk tergantung pada komposisi susu bubuk komponen dan sifat kimia dari susu bubuk, pengaruh dari kondisi proses sebelum spray drying, misal : pengaruh perlakuan panas terhadap sifat fungsional protein susu, pengaruh pengeringan spray terhadap sifat dari susu bubuk itu sendiri. Salah satu sifat fungsional susu bubuk yang penting adalah: wettability, dan dispersability Early 1998. . Wettability didefinisikan sebagai kemampuan susu bubuk untuk menjadi basah dan menyerap air. Pada kondisi basah, maka udara yang ada diantara partikel akan diganti dengan air sehingga mendorong kelarutan dari bahan yang padat solid material. Wettability dari susu bubuk dipengaruhi oleh komposisi, ukuran partikel dan bentuk partikel, dan adanya faktor penghambatan seperti permukaan lemak bebas. Selain itu juga ditentukan oleh suhu dari air dan wettability harus spesifik pada suhu tertentu. Susu bubuk yang menjadi basah dengan mudah dan cepat, sering disebut sebagai susu bubuk instan. Demikian juga dengan susu bubuk full krim yang cepat menjadi basah karena lesitinasi, disebut juga sebagai susu bubuk full krim instan Early 1998. Sifat organoleptik susu bubuk berhubungan erat dengan komposisi dan kualitas dari bahan baku dan proses pengolahannya. Sebagai contoh: kadar lemak yang ada di dalam susu bubuk akan mempengaruhi secara dramatis bau aroma, tergantung asal lemak yaitu lemak susu atau lemak nabati. Demikian juga adanya asam lemak bebas dalam lemak akan mempengaruhi bau aroma dan perlakuan panas akan menyebabkan perubahan warna dan aroma pangan yang masak cooked flavour. Muir 1996 menyatakan bahwa masa simpan susu bubuk merupakan fungsi dari kualitas bahan baku, proses spray drying dan kondisi 16 dimana susu bubuk disimpan. Kerusakan selama penyimpanan akan mengakibatkan perubahan organoleptik yang nyata Early 1998 Menurut Bylund 2003, ada beberapa jenis produk susu bubuk yaitu susu bubuk skim skim milk powder dan susu bubuk full krim whole milk powder. Komposisi kimia dari susu bubuk diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia susu bubuk Komposisi Susu full krim Susu skim Lemak ,bk 26-29 Maksimum 1.25 Protein ,bk 25-27 34-38 Laktosa ,bk 35-38 48-56 pH 6.6-6.7 6.6-6.7 Nilai Keasaman 0.16 0.16 Sumber : Bylund 2003 Susu bubuk full krim sering juga disebut sebagai whole milk powder, atau full cream milk powder. Susu bubuk full krim dibuat dari susu yang telah distandarisasi sehingga memberikan kadar lemak sekitar 25-28. Susu bubuk full krim dapat dihasilkan sebagai produk yang instan maupun yang tidak instan tergantung pada tipe dari sistim spray drying yang dipakai. Sifat dari susu bubuk full krim yang instan juga tergantung pada ada tidaknya penambahan lesitin sebagai agen permukaan yang aktif. Susu bubuk aglomerasi hanya bersifat instan di dalam air pada suhu 40ºC karena permukaan lemak bebas menghalangi wetting. Dengan menyemprotkan lesitin soya sebagai karier minyak ke permukaan partikel susu maka susu bubuk dapat larut pada air dingin. Meskipun minyak mentega butteroil sering dipakai sebagai karier minyak, tapi seringkali dipilih minyak sayur karena harganya lebih murah Early 1998 Susu bubuk full krim instan sering dipakai untuk bermacam-macam produk seperti sup, saus, dimana sifat kelarutannya penting. Susu full krim standar atau yang tidak instan juga dipakai untuk berbagai produk yang tidak memerlukan sifat instan seperti pada produksi susu coklat Early 1998 17 Susu bubuk skim berasal dari penghilangan krim pada susu bubuk full krim sehingga hanya tertinggal susu skim. Akibat dari pemisahan sentrifugal pada susu full krim akan menghasilkan susu skim dengan kandungan lemak 0.1. Tujuan utamanya adalah menghasilkan produk yang bebas lemak. Dengan berbagai perlakuan panas, fungsionalitas dari protein susu dibuat khusus untuk tujuan aplikasi tertentu, dan dengan menggunakan sistim spray drying dan tehnik yang berbeda dapat mengubah sifat fisik dari susu bubuk. Susu bubuk skim dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan perlakuan panas yang diterimanya yaitu susu skim yang rendah panas low-heat skimmed milk powder, susu skim dengan panas menengah medium-heat skimmed milk powder dan susu skim dengan panas yang tinggi high-heat skimmed milk powder. Kadang ada yang mengelompokkan menjadi kelompok yang keempat yaitu susu skim yang sangat stabil pada panas yang tinggi high- heat heat-stable skimmed milk powder Early 1998. Pembuatan susu skim lebih banyak dibandingkan dengan susu bubuk yang lain di seluruh dunia, karena kekhususannya dengan memberikan berbagai sifat fungsional yang menguntungkan pada berbagai macam produk. Banyak pangan yang diformulasi tergantung pada keberadaan susu bubuk skim Early 1998. Susu skim low heat umumnya dipakai pada waktu standarisasi pembuatan keju dan juga pembuatan starter keju. Susu bubuk skim medium-heat yang paling banyak diproduksi dan dihasilkan dengan perlakuan pra-pemanasan yang lebih besar dibandingkan pada susu skim low heat. Susu skim medium-heat dipakai sebagai ingridien pada pembuatan permen coklat, produk permen lainnya, es krim, sup, bermacam-macam minuman. Susu bubuk skim merupakan produk yang multi fungsional karena dapat memberikan emulsifikasi, pengikatan air water binding, viskositas, warna dan aroma. Jenis susu bubuk skim yang lain adalah susu skim high-heat yang umumnya dipakai untuk produksi susu evaporasi rekombinasi. Early 1998. Susu bubuk, baik dari susu full krim, maupun skim dapat dipakai untuk aplikasi bermacam-macam produk antara lain: rekombinasi susu, industri roti dan kue, industri coklat, makanan bayi, dan pembuatan es krim. 18

B. Vanila

Vanila merupakan aroma yang paling populer di dunia IFF 2007.. Senyawa aroma berasal dari buah vanila yang disebut sebagai biji vanila yang dikeringkan. Tanaman vanila berasal dari tanaman epifit dan termasuk golongan anggrek atau dari famili Orchidaceae Rismunadar dan Sukma 2007. Biji vanila dapat dipakai sebagai biji yang utuh maupun yang telah dihaluskan. Umumnya dipakai untuk menghasilkan ekstrak, aroma, oleoresin dan bubuk Brandt 1996. Lebih dari 110 species yang telah berhasil diidentifikasi, tetapi hanya jenis V. planifolia dan V. tahitensis yang diijinkan penggunannya untuk pangan. V. planifolia secara komersial lebih sering dipakai dibandingkan V. tahitensis karena sifat aromanya IFF 2007. Madagaskar dan Indonesia merupakan penghasil terbesar vanila dari V planifolia, sedangkan V. tahitensis umumnya tumbuh di Tahiti IFF 2007. Species yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Vanilla planifolia Andrews Rismunadar dan Sukma 2007. Sistimatika vanila menurut klasifikasi botanis sbb: Divisi : Spermatophyta Klas : Angiospermae Subklas : Monocotyledonae Ordo : Orchidales Famili : Orchidaceae Genus : Vanilla Species : Vanilla planifolia Andrew Sari buah vanili ekstrak dapat dimanfaatkan untuk pewangi minuman, minyak wangi dan sirup. Vanili juga digunakan sebagai penyedap masakan, seperti pada es krim, kue-kue, kembang gula, agar-agar, puding dan sebagainya. Luasnya pemanfaatan vanili ini menyebabkan permintaan dan harga vanili menjadi tinggi. Hal ini menarik para ahli biokimia untuk membuat vanili tiruan yang diproses dari minyak cengkeh dan mengandung minyak eugenol. Harga dari vanili buatan ini lebih murah daripada vanili asli Rismunadar dan Sukma 2007. Di pasar internasional , vanili Indonesia sudah cukup lama dikenal dengan sebutan “java vanilla beans”. Hal ini disebabkan vanili Indonesia sangat digemari 19 para konsumen luar negeri karena terkenal memiliki kadar bahan vanillin yang cukup tinggi. Hanya sayangnya mutu vanili Indonesia masih rendah yang disebabkan umur panen yang terlalu muda yaitu umumnya berumur 4-6 bulan. Padahal buah vanili sebaiknya dipetik pada umur 8-9 bulan agar mutunya menjadi tinggi. Selain itu, untuk meningkatkan produksi vanili juga dituntut ketekunan , ketelitian dalam penanganannya serta disiplin tinggi terutama pada saat penyerbukan bunga. Hal ini disebabkan , penyerbukan bunga vanili hingga saat ini masih dilakukan oleh manusia Suwandi dan Sudibyanto 2005. Mutu vanili dipengaruhi oleh pascapanen. Sekitar 8-9 bulan setelah bunga, buah vanili tergolong masak. Warna buah berubah dari hijau tua mengkilat menjadi hijau muda suram. Kulit jangatnya sudah berbentuk garis-garis kecil berwarna kuning yang lambat laun menjadi besar. Saat buah sudah menunjukkan tanda-tanda tesebut merupakan waktu yang paling tepat untuk dipanen Suwandi dan Sudibyanto 2005. Semakin tua umur vanili maka akan semakin meningkat aktivitas enzim yang berperanan mengubah senyawa gluko-vanillin menjadi senyawa vanillin. Umur yang semakin tua akan diikuti dengan penurunan kadar abu. Hal ini disebabkan makin tua buah maka kegiatan pertumbuhan vegetatif akan makin menurun sehingga mineral-mineral penyusun abu sudah sedikit diperlukan oleh buah. Semakin muda umur petik vanili maka semakin rendah rendemennya. Bila dikaitkan dengan kadar air yang tidak berbeda nyata maka semakin muda polong vanili yang dipetik akan semakin rendah kandungan bahan padatnya. Menurut standar dari Departemen Perdagangan RI, kadar vanillin untuk kualitas satu lebih dari 2.25 dan kadar abu 8.00 Suwandi dan Sudibyanto 2005. Selain itu, mutu vanili juga dipengaruhi oleh proses pelayuan. Proses pelayuan yang terlalu lama akan mengakibatkan buah vanili terlalu masak direbus sehingga dapat mematikan sel-sel kulit buah bagian luar. Akibatnya kadar vanillin akan berkurang dan dapat mempengaruhi proses selanjutnya. Sebaliknya proses pelayuan yang terlalu cepat akan menyebabkan sel-sel kulit bagian luar belum mati sehingga sama halnya dengan tidak dilakukan proses pelayuan. Akibatnya proses pengeringan akan berlangsung lama dan mutu vanili akan rendah Suwandi dan Sudibyanto 2005.