6.6 Penerapan SNI
Standar Nasional Indonesia untuk produksi benih ikan nila hitam ini berlaku untuk ikan nila GIFT, karena nila GIFT termasuk jenis nila hitam. SNI dengan
nomor 01-6141-1999 dapat dipakai oleh seluruh petani ikan nila di seluruh Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi wilayah dari daerah tersebut.
Kecamatan Cisaat sebagai sentra pembenihan ikan nila ternyata selama ini tidak menerapkan SNI. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut sangat subur dan
pengairan pun melimpah. Oleh karena itu di Kecamatan Cisaat, pakan yang digunakan untuk pembenihan tidak berupa pelet seperti yang terdaftar dalam
aturan SNI namun menggunakan campuran dedak dan pitik. Pakan pelet memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, sehingga dinilai dapat memberikan efek
yang berlebih pada induk ikan. Efek tersebut adalah tubuh induk menjadi terlalu gemuk bajir, sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan induk dalam
menghasilkan benih. Pemilihan pakan berupa dedak dan pitik dinilai sudah mampu menyuburkan induk ikan, selain itu harganya juga tidak terlalu mahal.
Sehingga pemakaian dedak dan pitik pasti lebih menghemat biaya dibandingkan dengan pelet.
Input optimal yang diperoleh dari analisis pendugaan fungsi produksi di Kecamatan Cisaat dapat dibandingkan dengan input optimal berdasarkan SNI
Lampiran 9. Dengan pertimbangan adanya kesamaan dengan faktor produksi yang digunakan seperti kolam, induk, kapur dan tenaga kerja. Faktor produksi
pakan juga akan dibahas dalam analisis ini, sehingga dapat diketahui dosis yang tepat bagi suatu daerah yang menerapkan SNI. Pada Tabel 19 dapat dilihat
perbandingan input optimal berdasarkan SNI dan pendugaan fungsi produksi.
Tabel 19. Perbandingan Input Optimal Pembenihan Ikan Nila GIFT Berdasarkan Pendugaan Fungsi Produksi dan SNI Dengan Rata-rata Luasan Kolam
1.775 m
2
Per Tahun
Faktor Produksi
Input Optimal Berdasarkan Pendugaan Fungsi Produksi
Input Optimal Berdasarkan SNI
Induk 351,81 kg
Keterangan: Nisbah = 1:4 211: 844
Bobot = 300 – 400 gram 1 kilogram = 3 ekor
351,81 x 3 = 1056 ekor 355,20 kg
Keterangan: 1775,00 m
2
= 888 ekor Nisbah = 1: 3 222:665
Bobot = 400 gram 0,4 kilogram = 1 ekor
Pakan Dedak = 1.063,15 kgthn
Pitik = 1.894,34 kgthn Pelet = 2.186,8 kg
Keterangan: Dosis pelet = 2
1 hari = 7,10 kg 1 siklus = 99,4 kg
1 tahun = 2.186,8 kg
Kapur 144,98 kgthn
Keterangan: Dosis = 40 gramm
2
88,74 kg Keterangan:
Dosis = 25 gramm
2
Kebutuhan = 25 x 1.775 = 44375 gram
= 44,37 kg 2 kali pengapuran dalam satu
tahun = 2 x 44,37 kg = 88,74 kg
Produksi 247,50 liter
Keterangan: Produksi 1 siklus = 11,25 liter
274,31 liter Keterangan:
Produksi 1 siklus = 12,47 liter Produksi 1 tahun
= 12,47 liter x 22 = 274,31 liter
Sumber: Balai Pengembangan Budidaya Air tawar, 2007
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa dengan menggunakan luasan yang sama, jumlah induk yang harus ditanam menurut SNI yaitu 355,20 kilogram atau
sekitar 888 ekor. Sedangkan jumlah induk yang harus ditanam menurut pendugaan fungsi produksi sebesar 351,81 kilogram atau 1056 ekor. Selisih yang
diberikan keduanya relatif kecil yaitu 3,39 kilogram. Namun jika dilihat dari jumlah ekor induk, selisih yang diberikan sekitar 168 ekor. Perbedaan selisih yang
cukup tinggi pada jumlah induk dikarenakan bobot rata-rata ikan. Pada SNI, bobot
rata-rata ikan sebesar 400 gram, sedangkan pada pendugaan fungsi produksi yaitu 300–400 gram. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa
penggunaan jumlah induk yang berbeda disebabkan bobot rata-rata ikan sehingga dalam satu kilogram memuat jumlah ekor ikan yang berbeda.
Pakan yang digunakan untuk SNI pembenihan nila adalah berupa pelet, sedangkan pakan yang dipakai oleh petani di Kecamatan Cisaat adalah dedak dan
pitik. Perbedaaan jenis pakan ini menyebabkan faktor produksi pakan hanya dapat dibandingkan dari sisi efisiensi biaya saja. Jumlah penggunaan pakan pelet yaitu
sebesar 2.186,8 kgtahun atau sekitar 99,4 kilogram per siklus. Sedangkan jumlah penggunaan pakan dedak sebesar 1.063,15 kgtahun dan pakan pitik sebesar
1.894,34 kgtahun. Penggunaan pakan berdasarkan pendugaan fungsi produksi jumlahnya memang cukup besar, hal ini dikarenakan kandungan dedak dan pitik
masih rendah dibandingkan dengan pelet. Namun jika dilihat dari efisiensi biaya, pakan dedak dan pitik lebih hemat lima kali lipat dibandingkan pakan pelet.
Dosis kapur berdasarkan SNI yaitu 25 gramm
2
, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pendugaan fungsi produksi di Kecamatan Cisaat yaitu 40
gramm
2
. Hal ini menyebabkan selisih yang cukup besar yaitu sebesar 56,24 kilogram. Perbedaan selisih ini memang tidak terlalu berpengaruh pada biaya
yang dikeluarkan petani karena harganya yang murah. Namun penggunaan dosis kapur yang terlalu berlebih dapat memberikan efek bagi tanah, sehingga
penggunaannya harus seimbang dengan luasan kolam yang dimiliki. Penggunaan tenaga kerja yang optimal tidak diatur secara baku dalam
Standar Nasional Indonesia. Hal ini diduga bahwa penggunaan tenaga kerja untuk budidaya pembenihan tidak secara langsung tergantung pada luasan kolam
dimiliki oleh petani. Pada kegiatan pembenihan, tenaga kerja dibutuhkan tidak banyak karena aktivitas yang dilakukan untuk budidaya nila cukup mudah. Pada
kolam yang luas, tenaga kerja dibutuhkan cukup banyak untuk aktivitas tertentu saja seperti pengolahan lahan yang biasanya menggunakan tenaga kerja upah
harian. Sedangkan untuk aktivitas budidayanya, tenaga kerja yang dibutuhkan sedikit mengingat pekerjaan yang dilakukan mudah dan ringan. Sehingga untuk
luasan 1.775,00 m
2
, tenaga kerja yang dibutuhkan cukup satu orang saja yang biasanya pemilik kolam sendiri.
Produksi yang dihasilkan berdasarkan SNI sebesar 274,31 liter, sedangkan sebesar 247,50 liter dihasilkan berdasarkan pendugaan fungsi produksi. Jumlah
produksi yang dihasilkan pada keduanya memberikan perbedaan yang tinggi yaitu sebesar 26,81 liter, menimbang bahwa harga per liter benih ikan cukup mahal
yaitu Rp 60.000,-. Perbedaan produksi ini disebabkan bobot rata-rata ikan. Pada SNI, bobot rata-rata ikan betina adalah 400 gram dimana dengan bobot tersebut
induk betina telah siap untuk dipijahkan matang gonad. Sehingga jumlah telur yang dikeluarkan per satuan bobot tubuh cukup banyak, dibandingkan dengan
jumlah telur yang dihasilkan berdasarkan pendugaan fungsi produksi dengan bobot tubuh antara 300-400 gram.
Berdasarkan perbandingan yang dilakukan antara SNI dan pendugaan fungsi produksi, dapat disimpulkan bahwa jumlah penggunaan input pada kedua analisis
tersebut berbeda. Kecamatan Cisaat memang belum menerapkan SNI, hal ini didukung dengan data yang terdapat pada Tabel 19 bahwa penerapan jumlah input
berbeda dengan aturan dalam SNI. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa alasan petani di Kecamatan tersebut tidak menerapkan SNI karena kondisi
alam yang menguntungkan sehingga tidak perlu menggunakan pakan pelet. Dengan alasan tersebut, membuat petani tidak turut menerapkan input-input yang
lain seperti induk dan kapur. Analisa keuntungan pada kedua analisis disajikan dalam Tabel 20.
Tabel 20. Analisa Keuntungan Usaha Pembenihan Ikan Nila GIFT Berdasarkan Pendugaan Fungsi Produksi dan Penerapan SNI Pada Rata-rata Luasan
1.775 m
2
Input Analisis Pendugaan Fungsi
Produksi Penerapan SNI
Jumlah Nilai
Jumlah Nilai
1. Penerimaan liter
247,50 14.850.000 274,31 16.458.600
2. Biaya Produksi
a. Lahan 1.775,00
1.775.000 1.775,00
1.775.000 b. Induk
351,81 2.110.860
355,20 2.129.400
c. Pakan Dedak=1.063,15
Pitik = 1.894,34 1.275.780
568.302 Pelet = 2.186,8
6.560.400 d. Kapur
144,98 57.992
88,74 35.488
e. Tenaga kerja
135,86 951.020
135,86 951.020
3. Total Biaya 6.738.454
11.450.808 4. Keuntungan
8.111.566 5.007.812
5. RC Ratio 2,20
1,44
Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa penggunaan input berdasarkan pendugaan fungsi produksi lebih menguntungkan dibandingkan dengan penerapan
SNI. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis pakan yang digunakan, dimana harga input untuk pelet sangat mahal yaitu mencapai Rp 3.000 per kilogram. Sedangkan
harga pakan dedak Rp 1.200 per kilogram, dan harga pitik sebesar Rp 300 per kilogram.
6.7 Perbandingan Kegiatan Pembenihan dengan Pembesaran Ikan Nila