Standar Nasional Indonesia SNI untuk Produksi Benih Ikan Nila

2.3 Standar Nasional Indonesia SNI untuk Produksi Benih Ikan Nila

Standar Nasional Indonesia untuk produksi benih ikan nila hitam telah dikeluarkan sejak tahun 1999 dengan nomor SNI 01-6141-1999. Standar produksi benih ikan nila hitam diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional BSN sebagai pihak yang berwenang mengkoordinasikan standar sesuai dengan Keppres RI No.13 tahun 1997. Standar produksi benih ikan nila disusun sebagai upaya meningkatkan jaminan mutu quality assurance, mengingat produk ini banyak diperdagangkan serta mempunyai pengaruh terhadap mutu produk akhir yang dihasilkan sehingga diperlukan persyaratan teknis tertentu. Pembuatan standar untuk produksi benih nila dimaksudkan untuk dapat dipergunakan oleh produsen indukbenih, penakar, dan instansi yang memerlukan. Selain itu juga digunakan untuk pembinaan mutu dan sertifikasi. Standar yang dibuat untuk produksi benih ini diantaranya meliputi persyaratan produksi dan berbagai cara pengukuran yang berhubungan dengan kegiatan pembenihan. A. Persyaratan Produksi Persyaratan produksi ini mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan pembenihan mulai dari pra produksi, proses produksi hingga pemanenan. ƒ Pra Produksi Pra produksi adalah rangkaian kegiatan persiapan dalam memproduksi benih nila, yang dilakukan sebelum memulai kegiatan budidaya pembenihan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap pra produksi adalah persyaratan lokasi, sumber air dan sarana wadah produksi, induk, bahan dan peralatan. 1. Lokasi Lokasi Perkolaman: • Kawasan Perkolaman : bebas banjir dan bebas dari pengaruh pencemaran. • Jenis Tanah : tanah liat berpasir sandy clay dengan perbandingan 3:2. • Ketinggian Lahan : 0 – 1000 meter di atas permukaan laut. Lokasi Jaring Apung: • Lokasi : terletak di waduk, danau dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut. • Kedalaman Air : minimal 5 meter dari dasar jaring pada saat surut terendah. • Luas Areal Pemasangan Jaring : maksimal 10 dari luas potensial dan luas jaring maksimal 10 dari luas areal pemasangan jaring. • Kekuatan Arus Dasar : 20 – 40 cmdetik. 2. Sumber Air • Jernih tidak tercemar dan tersedia sepanjang tahun. • Suplai pemasukan dan pembuangan air berupa pipa, pralon, bis beton atau saluran tembok kedap air. 3. Wadah Produksi • Bak semen ukuran minimal 5 x 2 x 1,25 m 3 , atau • Kolam tanah dengan luas minimum 500 m 2 , kedalaman air 60 cm. • Wadah pemijahan dan penetasan telur : hapa ukuran 6 x 3 x 1,25, wadah corong dengan diameter atas 30 cm dan bawah 15 cm serta tinggi 45 cm. 4. Induk Induk ikan sesuai dengan SNI 01-6138-1999, yaitu dengan bobot rata-rata tubuh sebesar 400 gram pada wadah kolam tanah. 5. Bahan • Pakan : pelet, kandungan protein 20 - 25 dan lemak 6 - 8. • Pupuk : organik pupuk kandang • Bahan kimia dan obat-obatan: kapur, antibiotik, biru metilena, organo fosfat, kalium permanganat. 6. Peralatan • Hapa • Pengukur kualitas air termometer, sechi disk, pH-meter. • Peralatan lapangan timbangan, waring, ember, lambit. ƒ Proses Produksi Proses produksi adalah rangkaian kegiatan budidaya pembenihan dengan memperhatikan segala aturan budidaya untuk menghasilkan produksi maksimal. Aturan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Kualitas air media pemijahan dan penetasan telur Suhu : 25ºC - 30ºC Nilai pH : 6,5-8,5 Kandungan Oksigen Terlarut : minimal 5 mgl Ketinggian air : 50 – 70 cm Kecerahan sechi disk : 50 cm 2. Penggunaan bahan Pakan : Dosis Pakan 2, dengan frekuensi pemberian pakan 3 kalihari Bahan kimia dan obat-obatan : dosis kapur 25 gramm 2 , kalium permanganat yaitu 2 ppm - 4 ppm, biru metilena sebanyak 1 ppm – 3 ppm. 3. Padat tebar induk : pada bak 5 ekorm 2 , pada kolam 1 ekor2 m 2 , dan pada hapa 5 ekorm 2 . 4. Nisbah kelamin = jantan: betina = 1: 3 dengan rata-rata bobot tubuh 400 gram. 5. Produksi larva : 500 – 750 larva per ekor induk per satu periode. Sedangkan jumlah induk yang memijah dalam satu periode adalah 60 dari total jumlah induk betina. 6. Waktu pemeliharaan : 10 – 15 hari ƒ Pemanenan Pemanenan adalah kegiatan pemungutan hasil proses produksi benih ikan. Standar ukuran benih nila sekitar 0,6 – 0,7 centimeter. B. Cara Pengukuran dan pemeriksaan Dalam penetapan standar produksi benih, perlu adanya cara pengukuran yang tepat dalam menentukan penggunaan input produksi. Pengukuran yang tepat dalam budidaya dapat membuat penggunaan input menjadi optimal, sehingga petani memperoleh keuntungan maksimal. Berbagai pengukuran yang berhubungan dengan kegiatan pembenihan telah disesuaikan dengan standar yang ada, antara lain: ƒ Cara mengukur suhu, pH air dan ketinggian air Cara mengukur suhu air dilakukan dengan menggunakan thermometer, frekuensi pengukuran dilakukan dua kali per hari pada pagi dan sore pada permukaan air dan dasar wadah. Sedangkan cara mengukur pH air adalah dengan menggunakan kertas lakmus. Untuk mengukur ketinggian air dilakukan dengan mengukur jarak antara dasar wadah pemeliharaan sampai ke permukaan air yaitu dengan menggunakan penggaris satuan centimeter. ƒ Cara menentukan jumlah pakan Cara menentukan jumlah pakan dilakukan dengan menggunakan bobot rata- rata ikan dikalikan dengan jumlah populasi ikan yang ditanam, kemudian dikalikan dengan persentase pakan yang telah diberikan per hari. Satuan dalam gram atau kilogram. ƒ Cara menentukan jumlah kapur Cara menentukan jumlah kapur adalah dengan mengalikan dosis kapur per meter persegi dengan luas wadah pemeliharaan yang dinyatakan dalam satuan gram atau kilogram. ƒ Cara menentukan jumlah padat tebar benih Cara menentukan jumlah padat tebar benih adalah dengan cara mengalikan jumlah benih yang ditebar per satuan meter persegi dengan luas kolam budidaya. ƒ Cara menentukan waktu pemeliharaan Cara menentukan waktu pemeliharaan dilakukan dengan mencatat waktu mulai benih tebar sampai dengan saat panen. ƒ Cara mengukur bobot badan Cara mengukur bobot badan adalah menimbang benih dengan menggunakan timbangan analitis yang dinyatakan dalam gram atau miligram. ƒ Cara mengukur panjang total Cara mengukur panjang total adalah mengukur jarak antara ujung mulut sampai dengan ujung sirip ekor menggunakan jangka sorong atau penggaris yang dinyatakan dalam centimeter atau milimeter.

2.4 Studi Terdahulu