Analisis Optimalisasi HASIL DAN PEMBAHASAN

6.4 Analisis Optimalisasi

Analisis optimalisasi dapat ditentukan dengan menghitung perbandingan Nilai Produk Marjinal NPM dengan Biaya Korbanan Marjinal BKM untuk setiap faktor produksi yang telah dianalisis pada pendugaan fungsi produksi. Jika rasio antara NPM BKM bernilai sama dengan satu NPMBKM = 1, maka pada kondisi tersebut keuntungan maksimum telah tercapai atau penggunaan faktor produksi berada pada tingkat yang optimum. Jika rasio NPM BKM untuk setiap faktor produksi yang digunakan pada usaha pembenihan ikan nila menunjukkan nilai kurang dari satu NPMBKM 1, maka kondisi optimum telah terlampaui, sedangkan jika rasio NPM dan BKM untuk setiap faktor produksi yang digunakan lebih dari satu NPMBKM 1, maka kondisi optimum belum tercapai. Untuk mencapai kondisi optimum, maka penggunaan faktor-faktor produksi harus dikurangi atau ditambah, perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 6. Rasio Nilai Produk Marjinal NPM dan Biaya Korbanan Marjinal BKM masing-masing faktor produksi yang digunakan pada usaha pembenihan ikan nila disajikan pada Tabel 15, dengan tingkat produksi rata-rata 193,30 liter dan harga rata-rata produksi sebesar Rp. 60.000 ,- liter. Tabel 15. Rasio NPM dan BKM Faktor-faktor Produksi pada Usaha Pembenihan Ikan Nila GIFT di Kecamatan Cisaat, Tahun 2007 Variabel Satuan Penggunaan Rata-rata Koefisien Regresi NPM BKM NPM BKM Luas Kolam X 1 m 2 1.255,00 0,612 5.655,76 1.000 5,65 Induk X 2 kg 193,48 0,182 10.909,84 6.000 1,82 Dedak X 3 kg 2.172,59 0,110 587,22 1.200 0,49 Pitik X 4 kg 2.025,01 0,049 280,64 300 0,94 Kapur X 5 kg 135,78 0,005 427,09 400 1,07 Tenaga Kerja X 6 HOK 192,56 0,082 4.938,91 7.000 0,71 Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2007 Nilai Produk Marjinal NPM dari luas kolam X 1 adalah 5.655,76 artinya setiap penambahan satu meter persegi kolam akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 5.655,76. Biaya Korbanan Marjinal dari X 1 ini adalah harga input yang berupa sewa kolam sebesar Rp. 1.000 per meter persegi. Sehingga diperoleh rasio NPMBKM sebesar 5,65 yang menunjukkan bahwa petani masih dapat menambah jumlah luas kolam untuk memperoleh produksi maksimal. Sama halnya dengan faktor produksi induk X 2 mempunyai Nilai Produk Marjinal NPM sebesar 10.909,84 artinya setiap penambahan satu ekor induk akan memberikan tambahan penerimaan bagi petani sebesar Rp 10.909,84. Dengan Biaya Korbanan Marjinal sebesar Rp 6.000 per kilogramnya, diperoleh rasio NPMBKM sebesar 1,82. Sehingga petani masih dapat menambah jumlah induk ikan nila untuk meningkatkan produksi. Penambahan induk ini harus selalu dibarengi dengan penambahan luas kolam, agar tidak terjadi kepadatan induk yang berakibat induk menjadi stess dan akhirnya menimbulkan kematian. Faktor produksi pakan dedak memiliki Nilai Produk Marjinal sebesar 587,22 dengan Biaya Korbanan Marjinal Rp 1.200, sehingga diperoleh rasio NPMBKM sebesar 0,49. Artinya petani harus mengurangi jumlah penggunaan pakan dedak untuk meningkatkan produksi. Faktor produksi pakan pitik memiliki Nilai Produk Marjinal sebesar 280,64 dengan Biaya Korbanan Marjinal Rp 300, sehingga diperoleh rasio NPMBKM sebesar 0,94. Artinya petani harus mengurangi jumlah penggunaan pakan pitik untuk meningkatkan produksi. Penggunaan pakan dedak dan pitik harus dikurangi, karena selama ini pemberiannya terlalu berlebih. Pemberian pakan yang berlebih diduga petani karena semakin banyak induk memperoleh makanan maka kemampuan dalam menghasilkan benih semakin bagus. Padahal pemberian pakan yang berlebih pun dapat memberikan efek yang tidak baik bagi induk untuk menghasilkan benih. Sehingga perlu adanya keseimbangan antara jumlah induk dengan jumlah pemberian pakan. Faktor produksi kapur memiliki Nilai Produk Marjinal sebesar 427,09 dengan Biaya Korbanan Marjinal Rp 400, sehingga diperoleh rasio NPMBKM sebesar 1,07. Artinya petani harus menambah jumlah penggunaan kapur agar terhindar dari serangan hama dan penyakit. Penggunaan dosis kapur harus disesuaikan dengan luasan kolam yang dimiliki. Pengapuran dengan dosis yang tepat dapat menghindari kematian pada benih ikan, karena pengendalian hama dan penyakit telah berhasil dilakukan. Dengan demikian produksi benih ikan yang dihasilkan akan maksimal. Faktor produksi tenaga kerja memiliki Nilai Produk Marjinal sebesar 4.938,91 dengan Biaya Korbanan Marjinal Rp 7.000, sehingga diperoleh rasio NPMBKM sebesar 0,71. Artinya petani harus mengurangi jumlah tenaga kerja untuk menghemat biaya. Pengurangan tenaga kerja dilakukan karena budidaya pembenihan ikan nila cukup mudah dan tidak menyita waktu, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak. Bahkan di Kecamatan Cisaat ada beberapa petani yang mengelola kolamnya sendiri dengan kesibukan lain diluar seperti yang berprofesi guru. Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa rasio NPMBKM untuk faktor produksi luas kolam X 1 , induk X 2 , dan kapur X 5 bernilai lebih besar dari satu. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi luas kolam, induk, dan kapur dikatakan belum efisien. Sehingga kondisi ini perlu dilakukan penambahan penggunaan terhadap ketiga faktor produksi tersebut. Sedangkan rasio NPM dan BKM untuk faktor produksi pakan dedak X 3 , pitik X 4 , dan tenaga kerja X 6 bernilai lebih kecil dari satu. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi pakan dedak, pitik, dan tenaga kerja dikatakan tidak efisien atau kondisi optimalnya sudah terlampaui, sehingga perlu dilakukan pengurangan terhadap faktor produksi tersebut. Adanya penambahan ataupun pengurangan terhadap faktor-faktor produksi didasarkan untuk mencapai kondisi yang optimal, yaitu apabila rasio NPM BKM sama dengan satu NPM BKM =1 . Tabel 16 menyajikan kondisi optimal yang diperoleh dari penambahan atau pengurangan terhadap penggunaan faktor-faktor produksi. Tabel 16. Penggunaan Input Optimal pada Usaha Pembenihan Ikan Nila GIFT di Kecamatan Cisaat, Tahun 2007 Variabel Satuan Input Aktual Input Optimal Perubahan Penambahan Pengurangan Persentase Perubahan Luas Kolam X 1 m 2 1.255,00 1.775,00 520 41,43 Induk X 2 kg 193,48 351,81 158,33 81,83 Dedak X 3 kg 2.172,59 1.063,15 1.109,44 104,35 Pitik X 4 kg 2.025,01 1.894,34 130,67 6,45 Kapur X 5 kg 135,78 144,98 9,20 6,78 Tenaga Kerja X 6 HOK 192,56 135,86 56,70 29,44 Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2007 Berdasarkan Tabel 16, untuk mencapai alokasi penggunaan faktor produksi yang optimal, maka penggunaan faktor-faktor produksi harus dilakukan penambahan ataupun pengurangan sehingga tercapai keuntungan yang maksimum. Faktor produksi yang perlu ditambah penggunaannya adalah luas kolam, induk, dan kapur NPMBKM 1. Penambahan untuk luas kolam X 1 yaitu dari 1.255 m 2 menjadi 1.775 m 2 , induk X 2 ditambah dari 193,48 kg menjadi 351,81 kg, dan kapur X 5 dari 135,78 kg menjadi 144,98 kg. Sedangkan faktor produksi yang perlu dikurangi penggunaannya adalah pakan dedak, pitik, dan tenaga kerja NPMBKM 1. Pengurangan untuk dedak X 3 yaitu dari 2.171,59 kg menjadi 1.063,15 kg, pitik X 4 dari 2.025,01 kg menjadi 1.894,34 kg, dan tenaga kerja X 6 yaitu dari 192,56 HOK menjadi 135,86 HOK. Penambahan luas kolam menunjukkan bahwa penggunaan kolam pada kondisi aktual masih kecil atau sempit. Luas kolam masih memungkinkan untuk ditambah karena rata-rata petani di Kecamatan Cisaat memiliki lahan yang cukup luas. Sedangkan petani yang tidak mempunyai cukup lahan untuk menambah luas kolam maka dapat menyewa lahan milik orang lain dengan biaya yang cukup murah yaitu Rp 1.000 per meter persegi. Penambahan luasan ini bertujuan agar ketika jumlah induk yang ditebar ditingkatkan pada kondisi optimal diharapkan tidak terjadi kepadatan dalam kolam. Sama halnya dengan penambahan induk yang bertujuan, agar per rata-rata luasan kolam dapat memuat jumlah induk yang sesuai. Sedangkan penambahan kapur adalah dari segi jumlah bukan dari frekuensi pemberiannya. Jumlah kapur perlu ditingkatkan sekitar 9,2 kg dengan frekuensi pemberian dua kali dalam setahun sekitar 72,5 kg per rata-rata luas kolam. Pengurangan input pakan dedak menunjukkan bahwa selama ini pada kondisi aktual terjadi pemberian pakan yang berlebihan hampir satu kali lipat dari kondisi optimal. Pengurangan jumlah pakan dedak ini didasarkan adanya campuran dari pitik, sehingga bisa menghemat pakan utama yang berarti menghemat biaya produksi, seperti diketahui bahwa harga pakan dedak cukup mahal Rp 1.200 per kilogram. Pengurangan input pitik yang perlu dilakukan tidak terlalu banyak yaitu 130,67 kg dari kondisi aktualnya, sedangkan pengurangan untuk tenaga kerja yaitu 56,7 HOK dari kondisi aktualnya. Pengurangan tenaga kerja dilakukan karena budidaya ikan nila cukup mudah, sehingga penggunaan tenaga kerja hanya untuk memberi pakan dan melakukan pemeliharaan kolam yang tidak terlalu menyita waktu. Penggunaan tenaga kerja ini biasanya adalah petani yang memiliki kolam tersebut, adapun penggunaan tenaga kerja luar hanya untuk kegiatan-kegiatan tertentu seperti pada waktu pengolahan lahan. Nilai-nilai penggunaan faktor produksi secara optimal yang terdapat pada Tabel 16 merupakan nilai total untuk satu tahun produksi. Siklus produksi usaha pembenihan dalam satu tahun terdapat 22 kali, sehingga perlunya dibuat jumlah penggunaan faktor produksi selama satu siklus produksi 2 minggu. Hal tersebut dilakukan dengan membagi jumlah input optimal dengan jumlah siklus produksi dalam satu tahun Lampiran 7. Input optimal untuk luas kolam, induk dan kapur tidak dapat dikonversi untuk setiap siklus produksi. Hal ini dikarenakan jika faktor produksi tersebut dilakukan pengurangan atau penambahan, maka akan dilakukan sewaktu pengeringan lahan yang dilakukan satu atau dua kali dalam setahun. Input optimal untuk satu siklus produksi disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17. Penggunaan Input Optimal untuk Satu Siklus Produksi 2 minggu pada Usaha Pembenihan Ikan Nila GIFT di Kecamatan Cisaat, Tahun 2007 Variabel Satuan Input Optimal Rata-rata Penggunaan Per Hari Dedak X 3 Kg 48,33 3,45 Pitik X 4 Kg 86,11 6,15 Tenaga Kerja X 6 HOK 6,18 0,44 Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 6 Pakan dedak yang dibutuhkan untuk satu kali produksi yaitu sebesar 48,33 kg, dengan rata-rata penggunaan per hari sebesar 3,45 kg. Jumlah input pitik yang dibutuhkan yaitu sebesar 86,11 kg per siklus dengan rata-rata penggunaan per hari sebesar 6,15 kg. Sedangkan rata-rata penggunaan tenaga kerja yaitu sebesar 0,44 HOK per hari atau sekitar empat jam. Penggunaan tenaga kerja ini cukup setengah dari HOK jika menggunakan tenaga kerja upahan, karena hanya untuk pemberian pakan dan sekali-kali dilakukan pemeliharaan kolam.

6.5 Analisis Keuntungan