pengusaha untuk mendapatkan Psychologial Well Being yang berasal dari dukungan dari dalam dan dari luar. Dukungan dari dalam dapat diperoleh dari
kecerdasan emosional pada diri tiap pengusaha, dan dukungan dari luar dapat diperoleh dari dukungan sosial dari orang di sekitar pengusaha.
Wirausaha sering kali menyatakan kepuasan yang mereka dapatkan dalam menjalankan bisnisnya sendiri. Beberapa wirausaha menyatakan bahwa pekerjaan
yang mereka lakukan merupakan suatu kesenangan tersendiri. Psychological Well Being yang mereka dapatkan mungkin berasal dari kebebasan mereka, dalam
Psychologial Well Being tersebut merefleksikan pemenuhan kerja secara pribadi Longenecker, Carlos Wiliam, 2001.
3. Leisure Time
Income dan Leisure Time adalah dua sumber utama tradisional utilitas di bidang ekonomi Bonke, Deding, Lausten, 2009; Carree Verheul,
2011. Beberapa orang memulai usaha dengan memiliki jam kerja yang lebih fleksibel untuk menggabungkan jam kerja dirumah tangga dan tanggung jawab
pekerjaan. Seseorang dapat mengatur waktunya sendiri untuk memulai membuka usahanya sendiri, bahkan jika usahnya mengambil tempat di rumah, maka
seseorang tidak perlu meninggalkan rumah Longenecker, Carlos Wiliam, 2001.
Wirausaha seperti orang bebas tanpa adanya ikatan waktu tertentu yang mempunyai tanggung jawab.Wirausaha menggunakan kebebasan untuk menyusun
kehidupan dan perilaku kerja pribadinya secara flexibel Longenecker, Carlos Wiliam, 2001.
Universitas Sumatera Utara
c Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Wirausaha
Cooper dan Artz 1995; Carree Verheul 2011 menyatakan bahwa faktor yang menjadi Tingkat kepuasan kewirausahaan yaitu adanya pengaruh dari
karakteristik usaha, motif untuk start-up dan karakteristik pribadi.
1. Karekteristik usaha
Pada beberapa studi Carree dan Verheul, 2011 membedakan antara tiga utama pada usaha yaitu :
a. Ukuran
Usaha baru yang ukurannya lebih besar biasanya datang dengan tanggung jawab yang lebih tinggi dan harapan dan dapat mengakibatkan lebih banyak
stres. Di sisi lain, besar start-up biasanya membutuhkan lebih persiapan dan harus berurusan dengan pengawasan luar, misalnya, oleh pemasok modal, sehingga
mengurangi kemungkinan kerugian yang tak terduga. Hal yang mempengaruhi ukuran perusahaan adalah jumlah karyawan, jumlah modal awal, dan apakah
bisnis beroperasi dari rumah atau tempat usaha yang terpisah. Memulai dan menjalankan bisnis di luar rumah mungkin menjadi indikator kehati-hatian dari
pihak pengusaha, dan dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan Leisure time.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM ada beberapa kriteria yang dipergunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk mendefinisikan Pengertian dan kriteria ukuran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pengertian-pengertian UMKM tersebut adalah :
1 Usaha Mikro Usaha Mikro adalah Peluang Usaha Produktif milik orang perorangan atau
badan Usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dengan asset Maks. 50 Juta tahun dan omset Maks. 300 Juta. Contoh usaha mikro adalah
pedagang kaki lima. 2 Usaha kecil
Usaha Kecil adalah Peluang Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan Usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha menengah atau
Usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Dengan asset usaha lebih dari 50 Juta
– 500 Jutatahun dan omset lebih dari 300 Juta – 2,5 Miliar. Contoh usaha kecil adalah pedagang grosiran di pasar.
3 Usaha menengah Usaha Menengah adalah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan Usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha besar. Dengan asset usaha lebih dari 500 Juta
– 10 Miliartahun dan omset usaha lebih dari 2,5 Miliar
– 50 Miliar. Contoh usaha menengah adalah industri makanan dan minuman.
Universitas Sumatera Utara
b. Kompleksitas
Kompleksitas lingkungan yang lebih besar dapat menyebabkan ketidakpuasan pada pengusaha, dengan adanya dihadapkan beberapa sumber
kemunduran tak terduga. Ukuran yang digunakan dalam kompleksitas yaitu: apakah start-up dalam high- sektor teknologi, dan apakah pengusaha percaya
bahwa ia mampu bersaing dengan semua perkembangan yang relevan.
c. Keterlibatan
Alokasi waktu untuk tugas kewirausahaan berbagai mungkin bervariasi di setiap start-up. Pengusaha yang dihadapkan dengan tekanan waktu yang cukup
besar mungkin berasal kurang kepuasan dari perusahaan mereka. Pada penelitian Haile 2009 menjelaskan bahwa jam kerja yang panjang lebih 48 jam setiap
minggunya di temukan adanya efek positif dan berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pencapaian akan prestasi.
2. Motif untuk start-up
Pada motif start-up ini seseorang berniat untuk melakukan usaha mempersiapkan segala seuatu yang diperlukan,di awali dengan melihat peluang
usaha baru yang mungkin,apakah membuka usaha baru atau melakukan franchising. Juga memilih usaha yang akan dilakukan apakah di bidang
pertanian,industri atau manufaktur, maupun produksi atau jasa. Motif Start-up pengusaha memiliki konsekuensi penting pada tingkat kepuasan sebagai yang
harapkan pengusaha untuk mengevaluasi kinerja dengan menghubungkan hasil
Universitas Sumatera Utara
perusahaan sebagai tujuan awal mereka dan yang diharapkan Carree Verheul, 2011.
3. Karakteristik pribadi
Karakteristik merupakan ciri atau sifat yang berkemampuan untuk memperbaiki kualitas hidup, sedangkan karakteristik pribadi adalah ciri khas yang
menunjukkan perbedaan seseorang tentang motivasi, inisiatif, kemampuan untuk tetap tegar menghadapi tugas sampai tuntas atau memecahkan masalah atau
bagaimana menyesuaikan perubahan yang terkait erat dengan lingkungan yang mempengaruhi kinerja individu. Karakteristik pribadi dapat dipengaruhi oleh
faktor sosial-demografi seperti :
a. Latar Belakang Budaya
Manusia tidak akan lepas dari lingkungan sekitarnya, sehingga secara tidak langsung tingkah laku mereka dibatasi oleh norma atau nilai budaya
setempat. Oleh karena itu kewirausahaan bearsal dari berbagai jenis kebudayaan. Perbedaan budaya menimbulkan perbedaan nilai dan kepercayaan. Ada
kebudayaan yang dikenal memiliki orientasi prestasi tinggi dan dapat memunculkan wirausaha yang berhasil. Ada budaya yang menganggap
kewirausahaan sebagai suatu pekerjan yang positif, namun ada kebudayaan yang menganggapnya sebagai suatu pekerjaan yang merendahkan harga diri. Lambing
Kuehl, 2000 ; Nasution, Noer Suef, 2001 Beberapa budaya di Indonesia memang mengagungkan profesi wirausaha
sehingga banyak wirausaha tangguh yang berasal dari suku tersebut. Namun
Universitas Sumatera Utara
secara umum budaya masyarakat Indonesia masih mengagungkan profesi yang relatif
“tanpa risiko” seperti menjadi pegawai negeri, ABRI atau bekerja di perusahaan besar Sunarso, 2010.
b. Usia
Kepribadian manusia bersifat dinamis, berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. makin berumur seseorang diharapkan makin mampu bersifat
toleran, mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lain yang menunjukkan intelektual dan psikologis Carree Verheul, 2011.
c. Pasangan hidup
Pasangan hidup berguna untuk mengurangi stres yang didapat dari pekerjaan dengan berbagi masalah dan juga dapat membantu keuangan dari
wirausaha itu sendiri. Clark, Oswald, dan Warr, 1996; Carree dan Verheul, 2011 menemukan bahwa pekerja yang menikah memiliki kepuasan kerja yang
tinggi, terutama kepuasan pada pendapatan. Penelitian dari Blanchflower dan Oswald, 2007 menunjukkan bahwa adanya efek positif antara pernikahan
dengan kebahagiaan pekerja, baik itu pekerja yang digaji maupun wirausaha. Selain itu, mereka juga mendapatkan efek negatif terdapat pada pekerja tanpa
pasangan hidup seperti pada janda, orang yang bercerai, dan individu yang telah berpisah.
d. Gender
Beberapa peneltian menemukan bahwa perempuan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada yang dimiliki pria Carree Verheul, 2011.
Didukung oleh penelitian dari Cooper dan Artz, 1995; Carree Verheul 2011
Universitas Sumatera Utara
yang menyatakan bahwa wirausaha wanita lebih puas dalam menjalankan bisnisnya daripada wirausaha pria.
Seorang pria memiliki kepercayaan diri berlebih dalam menjalankan bisnisnya yang membuat dirinya memiliki ketergantungan kerja yang tinggi pada
usahanya Lundeberg, Fox Punchocar, 1994; Carree Verheul, 2011 dan biasanya tugas yang berat itu lebih ditujukan pada karakter maskulin yang
memiliki jiwa kewirausahaan Beyer Bowden, 1997; Carree Verheul, 2011. Selain itu, penelitian dari Gazioglu dan Tansel, 2006 menyatakan tentang efek
partisipasi dimana wanita biasanya dianggap sebagai pendukung pencari nafkah dan mereka dapat membuat keputusan cepat untuk berhenti dari pekerjaan ketika
mereka tidak puas akan pekerjaan itu.
e. Risk tolerance
Wirausaha biasanya memiliki toleransi resiko yang tinggi daripada karyawan yang bekerja Kihlstrom Laffont, 1979 Carree Verheul, 2011.
Risk tolerance dimana ketika ada masalah wirausaha lebih suka menganggapnya sebagai sebuah hal yang positif atau sebagai tantangan bagi dirinya.
Wirausaha harus menghadapi secara sadar segala bentuk resiko. Riyanti 2007 perilaku mengambil resiko merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki
oleh seorang wirausaha. Jika seorang wirausaha tidak berani mengambil resiko maka hal tersebut akan menjadi penyebab internal kegagalan dalam usahanya
Ryanti, 2007. Penelitian dari Carree dan Verheul, 2011 menyatakan bahwa wirausaha yang memiliki risk tolerance yang tinggi lebih mendapatkan kepuasan
terhadap income yang didapatkan dan lebih sedikit mengalami stress.
Universitas Sumatera Utara
Seorang wirausaha yang berani mengambil resiko merupakan seorang wirausaha yang berani mengubah kegagalan menjadi suatu peluang Stoltz, 2000.
Peluang yang dimiliki seorang wirausaha diharapkan mampu menghadapi tantangan dan menyelesaikan hambatan-hambatan yang ditemui seorang
wirausaha dalam mencapai kepuasan berwirausaha. Oleh karena itu, menurut Stoltz 2003 sangat diperlukan Adversity Quotient.
B. Adversity Quotient AQ
Adversity QuotientAQ merupakan satu konsep yang dikemukakan oleh Paul G.Stoltz 2000 mengenai kualitas pribadi yang dimiliki oleh seseorang
untuk menghadapi berbagai kesulitan dan dalam usaha mencapai kesuksesan di berbagai bidang hidupnya. Stoltz 2003 menekankan pada unsur kesulitan
adversity sebagai faktor penentu terhadap kesuksesan seseorang. Dalam hal ini, kesuksesan seseorang dalam pekerjaan dan sebagian besar kehidupan ditentukan
oleh Adversity Quotient. Sebagai sebuah teori ilmiah, Adversity Quotient memiliki pengertian dan dimensi-dimensi yang menyusunnya.
1. Pengertian Adversity Quotient
Adversity Quotient AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. AQ mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual
yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respons terhadap kesulitan, dan yang
ketiga, AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons terhadap kesulitan Stoltz, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Stoltz 2000 mengajukan beberapa faktor yang diperlukan untuk mengubah kegagalan menjadi suatu peluang yaitu daya saing, produktivitas,
kreativitas, motivasi, mengambil risiko, ketekunan, belajar, merangkul perubahan, dan keuletan. Ditambahkan juga bahwa dalam menghadapi setiap kesulitan,
kesedihan serta kegagalan hidup maka yang diperlukan adalah sikap tahan banting dan keuletan.
Adversity quotient AQ juga menginformasikan pada individu mengenai kemampuannya dalam menghadapi keadaan sulit adversity dan kemampuan
untuk mengatasinya, meramalkan individu yang mampu dan yang tidak mampu menghadapi kesulitan, meramalkan mereka yang akan melampaui dan mereka
yang akan gagal melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi yang dimiliki, dan meramalkan individu yang akan menyerah dan yang akan bertahan
dalam menghadapi kesulitan Stoltz, 2003. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan dalam
menghadapi rintangan Adversity Quotient adalah suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan mencapai tujuan.
melalui kemampuan berpikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang membentuk suatu pola
–pola tanggapan kognitif dan prilaku atas stimulus peristiwa
–peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau kesulitan.
2. Dimensi- dimensi Adversity Quotient