yang rendah merasakan ketidakmampuan mengubah situasi, karena merasa peristiwa buruk atau kesulitan yang dialami berada di luar kendalinya. Dalam hal
ini, hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mencegah atau membatasi akibat dari kesulitan tersebut. Individu menjadi tidak berdaya saat menghadapi kesulitan
dan akan menimbulkan pandangan hidup menyerah kepada nasib. Dalam hal ini Mereka yang memiliki skor rendah dalam dimensi ini
cenderung berpikir: “Ini di luar jangkauan saya”; “Tidak ada yang bisa saya lakukan sama sekali”; “Yah, tidak ada gunanya membenturkan kepala ke
dinding”; “Anda tidak mungkin melawan mereka”. Sedangkan Mereka yang memiliki skor lebih tinggi, bila berada dalam situasi yang sama cendrung
berpikir : “Wow, ini sulit Tapi, saya pernah menghadapi yang lebih sulit lagi”; “Pasti ada yang bisa saya lakukan”, “Saya tidak percaya saya tidak berdaya
dalam situasi seperti ini, Sela lu ada jalan”; “Siapa berani, akan menang; Saya
harus mencari cara lain”. Sehingga Orang-orang yang berAQ tinggi relatif tahan terhadap ketidakberdayaan.
b. Ownership
Ownership yaitu sejauh mana seseorang mau mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki situasi yang dihadapi, tanpa memperdulikan penyebabnya
Stolz, 2003. Dimensi ini berkaitan erat dengan dimensi origin, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ownership seseorang, maka semakin
besar derajat pengakuannya terhadap akibat-akibat dari suatu kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya. Sebaliknya, orang yang memiliki tingkat
ownership yang rendah cenderung akan melemparkan kesalahan pada orang lain
Universitas Sumatera Utara
yang ada di sekitarnya, dan merasa enggan untuk bertanggung jawab mengakui akibat-akibat yang timbul dari kesulitan dan kegagalannya sendiri Stolz, 2000,
akan tetapi dalam buku Stolz tahun 2003 menyatakan bahwa yang penting adalah bukan siapa atau apa yang harus disalahkan origin tapi sejauh apa orang-orang
mengambil tanggung jawab terhadap situasi yang sulit ownership untuk mengarahkan situasi tersebut menjadi lebih baik Stolz, 2003.
Individu dengan tingkat ownership yang tinggi akan mengakui akibat dari suatu perbuatan, apapun penyebabnya dan bertanggung jawab untuk
memperbaikinya. Individu dengan tingkat ownership yang rendah tidak mengakui akibat - akibat dari perbuatan, apapun penyebabnya. Dalam hal ini, individu akan
menolak mengakui dengan menghidar diri dari tanggung jawab untuk mengatasi masalah tersebut.
Mereka yang memiliki skor rendah dalam dimensi owenership ini cenderung berpikir: “Ini semua kesalahan saya” ; “Saya memang bodoh sekali”;
“Seharusnya saya lebih tahu”; “Apa yang tadi saya pikirkan, ya? “; “ Saya malah jadi tidak mengerti” ; “Saya sudah mengacaukan semuanya”; “Saya memang
orang yang gagal”. Sedangkan Mereka yang skornya lebih tinggi, bila berada dalam situasi yang sama, cendrung akan berpikir: “Waktunya tidak tepat” ;
“Seluruh industri sedang menderita”; “Kini, setiap orang mengalami masa-masa yang sulit”, “Ia hanya sedang tidak gembira hatinya”; “Beberapa anggota tim
tidak memberikan kontribusi”; “Tak seorang pun bisa meramalkan datanya yang satu ini”; “Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, saya tahu ada cara
Universitas Sumatera Utara
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik dan saya aka menerapkannya bila lain waktu saya berada dalam situasi seperti itu lagi”.
c. Reach R