Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada suatu negara yang sedang berkembang, peranan para wirausaha tidak dapat diabaikan terutama dalam melaksanakan pembangunan. Di Indonesia seperti halnya di negara-negara berkembang lainnya, perkembangan wirausaha wanita sangat berpotensi sebagai pendorong proses pemberdayaan wanita dan transformasi sosial, yang pada akhirnya bisa sangat berdampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia Tambunan, 2012. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada saat ini sebagian besar dikelolah oleh wirausaha wanita. Keberadaan wirausaha wanita dalam Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM adalah realitas kehidupan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut data kepemilikan UMKM menunjukkan secara rinci bahwa sebanyak 44,29 usaha mikro dikelola oleh wanita, demikian pula di sektor usaha kecil sebanyak 10,28 BPS, 2005, dalam Jati, 2009. Sedangkan, laporan Menteri Negara Pemberdayaan Wanita Oktober, 2007, dalam Jati, 2009 menyatakan bahwa 60 dari 41 juta pengusaha mikro dan kecil di Indonesia adalah wirausaha wanita. Alasan wanita berwirausaha beraneka macam. Menurut Scarborough dan Zimmerer, 1992; Ryanti, 2007 para wanita berwirausaha dikarenakan mereka Universitas Sumatera Utara ingin membantu ekonomi rumah tangga, frustasi terhadap pekerjaan sebelumnya, sulit mendapat kerja formal, ingin menunjukkan prestasinya, mengisi waktu luang serta meneruskan usaha keluarga. Motivasi yang mendorong mereka berwirausaha antara lain karena melihat adanya peluang bisnis, mempraktekkan wawasan, mencari pengalaman, mengasah kemampuan dan talenta agar memiliki flexibilitas dan kontrol terhadap hidupnya sendiri, meraih pertumbuhan dan perkembangan pribadi serta mandiri dari segi keuangan Meng Liang, 1996; Ryanti, 2007. Dengan adanya wirausaha wanita menunjukkan bahwa wanita bisa membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya Tambunan, 2012. Sedangkan Ryanti, 2007 menjelaskan bahwa wirausaha wanita berpotensi untuk melakukan berbagai kegiatan produktif yang menghasilkan dan dapat membantu ekonomi keluarga, dan lebih luas lagi ekonomi nasional. Oleh karena itu, Wirausaha wanita didefinisikan sebagai wanita yang memiliki bisnis, memiliki inisiatif, menerima segala resiko dan keuangan serta bertanggung jawab secara administrasi dan sosial yang secara efektif memimpin dalam manajemennya Meng Liang, 1996; Ryanti, 2007. Pada dasarnya dalam diri seorang wanita terdapat beberapa traits yang justru yang dapat membantunya berkembang sukses. Diantaranya adalah seorang wanita dinilai sebagai individu Multi-task oriented, natural marketers, mudah untuk berinteraksi dengan orang lain, sabar dapat menciptakan dan menggunakan network yang ada, serta konsisten dalam menjalankan tugas keseharian. Dalam hal ini semakin membuka peluang wanita untuk dapat menjadi seorang wirausaha yang berhasil Meng Liang, 1996; Ryanti, 2007. Universitas Sumatera Utara Dalam dunia wirausaha, seorang wirausaha yang berhasil harus siap untuk mencari peluang, bersaing dan bahkan mampu memenangkan persaingan tersebut. Dalam mencari peluang wirausaha secara terus-menerus mencari kesempatan untuk memulai suatu bisnis. Bila dirinya berhasil dalam mencari pasar dan mampu menjalankan bisnisnya, maka dapat dikatakan dirinya bertindak sebagai seorang wirausaha yang berpotensi untuk memperoleh keberhasilan berwirausaha Sunarso, 2010. Longenecker, Carlos, dan William 2001 menyatakan bahwa seorang wirausaha yang mampu mengubah hambatan menjadi peluang bisnis tentunya akan memberikan tingkat imbalan yang potensial. Setiap imbalan inilah yang nantinya menghasilkan kepuasan bagi wirausaha tersebut. Imbalan ini dapat dikelompokkan dalam tiga kategori dasar yaitu income, leisure time dan psychological well being. Dalam penelitian Carree dan Verheul 2011 tiga kategori dasar inilah yang nantinya merupakan aspek kepuasan dalam berwirausaha. Kepuasan berwirausaha juga dapat ditunjukkan dari kepuasan atas hasil operasional dari usaha Wall, Michie, Patterson, Wood, Sheehan, Clegg West, 2004; Hasni, 2011 dan kepuasan karir menjadi wirausaha Greenhaus, Parasuraman, Wormley, 1990; Hasni, 2011. Dengan demikian, Secara keseluruhan kepuasan didefinisikan sebagai reaksi emosional terhadap suatu produk atau pengalaman sebelumnya Spreng, MacKenzie, and Olshavsky, 1996; Suyatini, 2004. Sedangkan kepuasan berwirausaha adalah tingkat dimana wirausaha menyukai kegiatan wirausahanya Suyatini, 2004. Tingkat kepuasan Universitas Sumatera Utara berwirausaha dipengaruhi oleh karakteristik usaha , motif untuk start-up dan karakteristik pribadi Carree Verheul, 2011. Dalam penelitiannya Longenecker, Justin, Carlos dan Wiliam, 2001; Suyatini 2004, menemukan karekteristik pribadi yang pada umumnya dimilki oleh wirausaha yaitu kemampuan berinovasi, rasa percaya diri, keberanian mengambil resiko, dan kebutuhan akan keberhasilan. Karekteristik pribadi wirausaha tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap seseorang dalam menjalankan usahanya sendiri, dengan harapan dapat memperoleh kepuasan yang lebih besar dalam bekerja Suyatini, 2004. Dalam mencapai suatu kepuasan diperlukan reaksi emosional dan kemampuan untuk mengatasi kesulitan atau tantangan yang diperlukan dalam perjalanan individu untuk meraih kesuksesan dalam pekerjaanya. Salah satu karekteristik wirausaha haruslah memiliki kemampuan yang tidak hanya menjawab tantangan yang muncul tetapi yang lebih utama adalah mampu menjawab tantangan yang mungkin timbul di masa mendatang Stolz,2003. Kemampuan dalam menghadapi tantangan, menurut Stoltz 2003 sangat diperlukan Adversity Quotient. Adversity Quotient merupakan konsep yang dapat melihat seberapa jauh seseorang itu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk menghadapi kesulitan itu, siapa yang mampu mengatasi kemampuan dan siapa yang akan hancur. Adversity Quotient juga meramalkan siapa yang akan melampaui harapan dan potensi serta siapa yang akan gagal, serta meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan Stolz, 2000. Universitas Sumatera Utara Dengan adanya Adversity Quotient diharapkan para wirausaha mampu menghadapi tantangan dan mengatasi permasalahan yang dihadapin wirausaha, tantangan dan permasalahan yang dihadapin wirausaha diantaranya adalah permasalahan bisnis, kerja keras dan waktu yang panjang, pendapatan yang tidak pasti dan resiko yang sangat besar Longenecker, Carlos, William, 2001. Dalam menghadapi tantangan dan mengatasi permasalahan yang dihadapin wirausaha tersebut, dibutukan adanya adversity Quotient yang tinggi yaitu kemampuan untuk bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu problematika hidup, penuh motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang tinggi. Apabila seorang wirausaha tidak mampu meghadapi tantangan dan mengatasi permasalahan dalam berwirausaha, maka wirausaha tersebut memiliki tingkat adversity Quotient yang rendah yaitu individu yang mudah menyerah, pasrah begitu saja pada takdir, pesimistik dan memiliki kecenderungan untuk senantiasa bersikap negatif Stolz, 2000. Beberapa studi melaporkan bahwa wanita memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada pria Vanden Heuvel Wood, 1997; Carree dan Verheul, 2011. Meskipun kebanyakan penelitian berkonsentrasi pada kepuasan kerja pada karyawan daripada pengusaha Cooper Artz , 1995; Carree Verheul, 2011. Akan tetapi studi menunjukkan bahwa seorang wirausaha lebih memperlihatkan kepuasan terhadap pekerjaan mereka daripada karyawan Blanchflower and Oswald, 2007 dan wirausaha wanita yang berhasil dapat memperlihatkan kepuasan terhadap bisnis yang mereka jalankan daripada rekan- Universitas Sumatera Utara rekan pria mereka, meskipun wanita memiliki omset lebih rendah rata-rata per bulan daripada laki-laki. Carree Verheul, 2011. Pada saat ini di Indonesia, bisnis kuliner merupakan salah satu jenis bisnis yang banyak di minati para pengusaha, terutama para wanita yang berwirausaha. Menurut data dari program Wanita Wirausaha, dalam majalah wanita ternama, dari 7.000 wanita wirausaha yang terjaring secara nasional, bisnis kuliner berada di urutan kedua sebesar 19 persen setelah fashion sebesar 35 persen Fazriyati, 2011. Hal tersebut menunjukkan bahwa Bisnis kuliner semakin berkembang di karenakan memiliki peluang yang cukup potensial dan kreatif dalam pengelolaannya. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melihat hubungan adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita yang menggeluti bisnis kuliner di kota Medan.

B. Rumusan Masalah