secara umum budaya masyarakat Indonesia masih mengagungkan profesi yang relatif
“tanpa risiko” seperti menjadi pegawai negeri, ABRI atau bekerja di perusahaan besar Sunarso, 2010.
b. Usia
Kepribadian manusia bersifat dinamis, berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. makin berumur seseorang diharapkan makin mampu bersifat
toleran, mampu mengendalikan emosi dan sifat-sifat lain yang menunjukkan intelektual dan psikologis Carree Verheul, 2011.
c. Pasangan hidup
Pasangan hidup berguna untuk mengurangi stres yang didapat dari pekerjaan dengan berbagi masalah dan juga dapat membantu keuangan dari
wirausaha itu sendiri. Clark, Oswald, dan Warr, 1996; Carree dan Verheul, 2011 menemukan bahwa pekerja yang menikah memiliki kepuasan kerja yang
tinggi, terutama kepuasan pada pendapatan. Penelitian dari Blanchflower dan Oswald, 2007 menunjukkan bahwa adanya efek positif antara pernikahan
dengan kebahagiaan pekerja, baik itu pekerja yang digaji maupun wirausaha. Selain itu, mereka juga mendapatkan efek negatif terdapat pada pekerja tanpa
pasangan hidup seperti pada janda, orang yang bercerai, dan individu yang telah berpisah.
d. Gender
Beberapa peneltian menemukan bahwa perempuan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada yang dimiliki pria Carree Verheul, 2011.
Didukung oleh penelitian dari Cooper dan Artz, 1995; Carree Verheul 2011
Universitas Sumatera Utara
yang menyatakan bahwa wirausaha wanita lebih puas dalam menjalankan bisnisnya daripada wirausaha pria.
Seorang pria memiliki kepercayaan diri berlebih dalam menjalankan bisnisnya yang membuat dirinya memiliki ketergantungan kerja yang tinggi pada
usahanya Lundeberg, Fox Punchocar, 1994; Carree Verheul, 2011 dan biasanya tugas yang berat itu lebih ditujukan pada karakter maskulin yang
memiliki jiwa kewirausahaan Beyer Bowden, 1997; Carree Verheul, 2011. Selain itu, penelitian dari Gazioglu dan Tansel, 2006 menyatakan tentang efek
partisipasi dimana wanita biasanya dianggap sebagai pendukung pencari nafkah dan mereka dapat membuat keputusan cepat untuk berhenti dari pekerjaan ketika
mereka tidak puas akan pekerjaan itu.
e. Risk tolerance
Wirausaha biasanya memiliki toleransi resiko yang tinggi daripada karyawan yang bekerja Kihlstrom Laffont, 1979 Carree Verheul, 2011.
Risk tolerance dimana ketika ada masalah wirausaha lebih suka menganggapnya sebagai sebuah hal yang positif atau sebagai tantangan bagi dirinya.
Wirausaha harus menghadapi secara sadar segala bentuk resiko. Riyanti 2007 perilaku mengambil resiko merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki
oleh seorang wirausaha. Jika seorang wirausaha tidak berani mengambil resiko maka hal tersebut akan menjadi penyebab internal kegagalan dalam usahanya
Ryanti, 2007. Penelitian dari Carree dan Verheul, 2011 menyatakan bahwa wirausaha yang memiliki risk tolerance yang tinggi lebih mendapatkan kepuasan
terhadap income yang didapatkan dan lebih sedikit mengalami stress.
Universitas Sumatera Utara
Seorang wirausaha yang berani mengambil resiko merupakan seorang wirausaha yang berani mengubah kegagalan menjadi suatu peluang Stoltz, 2000.
Peluang yang dimiliki seorang wirausaha diharapkan mampu menghadapi tantangan dan menyelesaikan hambatan-hambatan yang ditemui seorang
wirausaha dalam mencapai kepuasan berwirausaha. Oleh karena itu, menurut Stoltz 2003 sangat diperlukan Adversity Quotient.
B. Adversity Quotient AQ
Adversity QuotientAQ merupakan satu konsep yang dikemukakan oleh Paul G.Stoltz 2000 mengenai kualitas pribadi yang dimiliki oleh seseorang
untuk menghadapi berbagai kesulitan dan dalam usaha mencapai kesuksesan di berbagai bidang hidupnya. Stoltz 2003 menekankan pada unsur kesulitan
adversity sebagai faktor penentu terhadap kesuksesan seseorang. Dalam hal ini, kesuksesan seseorang dalam pekerjaan dan sebagian besar kehidupan ditentukan
oleh Adversity Quotient. Sebagai sebuah teori ilmiah, Adversity Quotient memiliki pengertian dan dimensi-dimensi yang menyusunnya.
1. Pengertian Adversity Quotient